Seminggu kemudian…
Clak! Glup glup glup glup…
"Glek glek glek glek.. Ah"
Seorang pria besar sedang menikmati air minum di pagi hari.
"Huahh… Aku tidur pulas sekali tadi malam"
Dia berpakaian kaus putih dan celana pendek putih, kedua matanya masih berat karena dia masih merasa ngantuk.
Pria berambut hitam sepanjang bahu itu memasuki ruangan kerja dan membuka sebuah buku.
"Jadwal besok… Bertemu dengan Auxel pukul sepuluh pagi. Sekarang masih pukul tujuh, aku buat sarapan dulu"
Rumah sederhana yang remang-remang karena banyak tirai yang menutupi jendelanya itu dihuni oleh dirinya sendiri.
Terlihat banyak piagam dan piringan emas didalam lemari kayu menghiasi runagan tengah rumah itu.
Ada juga pakaian militer berwarna hijau kehitaman di gantung tepat disebelahnya.
TOK! TOK!
"Bapak Silvester! Permisi! Saya mengantar paket"
"Hmm? Paket? Sebentar"
Clak!
"Ini kiriman dari kantor Dustiness III untuk Anda"
"Hmm? Saya tidak ingat ada titipan."
"Mungkin saja ini hadiah. Mungkin ada seseorang yang berterimakasih dalam bentuk hadiah atas jasa Komandan"
"Hmmm. Baiklah. Terimakasih."
Clek.
"Akan kubuka nanti"
Dia meletakkan paket berbentuk kubus sebesar rantang kayu itu diatas meja.
"Ada tiga komandan pasukan di divisi III. Seharusnya mereka tahu sesuatu. Karena kantor divisi Dustiness III hanya berisikan tiga orang komandan saja. Ada sesuatu terjadi."
Tatapan ngantuk pria itu menajam seketika.
Peshh!! Crang crang!! Kat! Kat!!
Suara dari dapur rumah itu dibalapi dengan aroma yang meningkatkan selera makan.
"Seharusnya ini cukup"
Pria besar itu membawa masakan paginya yang berisi telur dan daging-dagingan keatas meja makan.
TOK! TOK!
"Permisi!"
"Siapa lagi sekarang?" raut mukanya mulai mengerut karena suara barusan.
Crik!
Pria itu mengintip dari jendela samping yang masih tertutup tirai kain.
"Perempuan? Sedang membawa apa dia?"
Clak!
"Ada perlu apa?"
"Oh! Halo! Perkenalkan saya Clare! Saya sedang menjual kue pai apel. Apah Anda ingin mencobanya? Sangat cocok untuk sarapan lho pak!" dengan ramah dan senyum manisnya.
"Oh.. Pai apel ya? Boleh saya lihat dulu?"
"Ini silahkan"
Perempuan yang lebih pendek darinya itu berpakaian mantel merah dan berkerudung merah. Dia mengeluarkan satu pai apel yang masih hangat dengan tangan kirinya.
"Ohh.. wangi sekali, saya jadi semakin lapar."
"Semakin lapar?" dia memiringkan kepalanya.
"Ya… kebetulan saya baru saja memasak sarapan"
"Begitu ya… Jadi apakah Anda membelinya?"
"Tentu tentu. Aku ingin lima pai apelnya"
"Oh begitu ya. Maaf saya hanya punya satu pai apel lagi… saya akan panggilkan temanku dulu ya untuk mengambil pai lainnya"
"Oke"
"Daz! Kemari!! Kita dapat pembeli!" teriak lantang perempuan itu menghampiri temannya dari arah berlawanan.
"Daz? Sepertinya aku pernah dengar nama itu. Pasti orang lain" dia menggaruk kepala bagian belakangnya.
Perempuan itu menggandeng seseorang yang sedikit lebih tinggi darinya. Dia berpakaian mantel merah juga sama persis sepertinya.
"Maaf menunggu pak" kata perempuan itu sambil tersenyum.
Orang itu menurunkan kepalanya terlihat seperti anak yang malu-malu.
"Ada painya nak?"
"Tentu saja ada pak. Lima pai ya. Terimakasih banyak pak. Sebentar saya ambilkan"dia mulai merogoh rantang ditangan kirinya.
"Hmm? Sepertinya saya pernah melihatmu disuatu tempat. Bolehkah kulihat mukamu itu? Aku penasaran." dia menurunkan kepalanya untuk mendekati pandangannya ke muka orang yang menurunkan kepalanya itu.
"Eh? Ah aku anak yang pemalu aku agak keberatan jika dimintai seperti itu. Hehe" dia hanya memberikan tawa yang canggung selagi dia tetap memalingkan pandangannya.
"Ah sebentar saja tak masalah kan? Kau terlihat seperti kenalanku. Aku baru saja bertemu dengan minggu lalu. Aku penasaran bagaimana kabarnya hari ini"
"Kabarnya? Hoo minggu lalu ya pak" dia membalas selagi mengeluarkan pai ketiganya.
"Benar… Dia anak periang dan suka sekali berteriak-teriak. Aku suka teriakannya pada hari itu. Entah kapan aku bisa bertemu lagi dengannya." dia mendongak keatas dan tersenyum aneh.
"Ohh.. Kalau Anda benar-benar bertemu lagi dengannya dalam waktu dekat, apa yang Anda ingin sampaikan padanya?" dia mengeluarkan pai ke empatnya.
"Aku akan berkata, Bisakah kau berteriak lagi lebih lantang dan kuat? Daz Eloi?" dia menurunkan bola matanya kearah anak itu.
"….." pai kelima dia lepaskan dari tangannya.
"Sudah semua ya? Jadi ber-"
"Anak itu sedang mencarimu pak" potongnya.
"Apa maksud-"
GREB!!
Seseorang mengunci lehernya dengan kedua tangannya dengan erat dari belakang.
"!!"
"MATI!"
Anak itu membuka kerudung kepala seutuhnya dan menunjukkan mukanya.
JROAKSHHH!!!
"Uhhkk!!"
"Yo… Apa kabarmu? Silvester Grand? Hihi"
Anak itu dengan sangat cepat menancapkan tangan kanannya ke dada tengah pria besar itu selagi dia berusaha melepaskan kuncian tangan orang dibelakangnya.
Tangan anak yang sudah mendapat modifikasi kulit keras itu tentunya mudah menusuk daging manusia.
"Kau… D-"
BUAK!!
DAM!! Suara pintu menutup terbanting keras sesudah Daz menendang Silvester kedalam rumahnya.
Banyak orang kaget mendengar suara dentuman pintu barusan dan langsung menoleh kearah rumahnya.
"Ada apa itu?"
"Itu rumah Komandan Silvester kan?"
"Ah! Maaf! Sepertinya beliau sedang tidak dalam mood yang bagus pagi ini. Apa kalian ingin pai apel?" balas Clare dengan muka yang ceria.
"Kau sepertinya merindukanku. Yah.. aku juga ingin bertemu denganmu, si penikmat teriakan" dia membuka mantel merahnya itu menunjukkan tubuhnya yang sekarang.
"Uhkk!! Ka..u.. mas..ih hi….dup?"
GREB!
Orang yang mengunci tubuhnya sekarang melingkarkan kakinya di kedua kakinya supaya dia tidak bisa bergerak.
"Saatnya aku mengembalikkan semua perlakuanmu padaku. Hihihi" senyum jahat tergambar kasar dimuka seram Daz.
"Jix! Gix!"
"Siap!"
"Siap bos!"
BRAK!!
Pria besar itu dibaringkan diatas meja makan yang seharusnya dia sedang melahap sarapannya itu.
"Ohhh… Kau sedang mau sarapan ya? Sepertinya aku mengganggu waktu nikmatmu. Gix! Masakkan dia sesuatu"
"Hmmm.. Aku malas mencari bahan. Oh ya! Tanganmu terlihat memiliki banyak daging, aku akan buat stik tangan manusia!"
"Kau sangat sadis ya! Haha! Aku suka dirimu yang sekarang Gix!" balas Daz puas.
"KALIAN GILA! Uhh"
Darah terus bercucuran dari dadanya, dia tidak bisa melarikan diri. Selagi dia mendengarkan pembicaraan mereka Jix sudah mengikat tangannya dengan tali di kedua kaki meja itu.
"Ini bonus dari pai apelmu itu"
Nyott!!
"UAH!"
Cairan merah muda disuntukkan langsung melalui lubang di dadanya yang mengucurkan darah itu.
"Ayo teriak lagi. Aku ingin dengar suara rintihan kesakitanmu itu sampai tenggorokkanmu putus!" Daz menatap langsung mukanya dengan senyum jahat.
"Heh hah… Siksa saja aku sampai kau puas!"
Sring.. sring.. sring…
"Sudah cukup tajam. Berikan tanganmu pak tua!"
Laki-laki kurus itu menarik tangan kiri Silvester dengan paksa, tapi dia tidak bisa melawan. Tubuhnya mulai lemas tak bertenaga.
Krett!! Nyet!!
"HIIIIAHKK!!!!"
"Langkah pertama, gurat ujung kulit sampai ke dagingnya. Buatlah irisan miring dari kedua arah sehingga menghasilkan guratan kotak-kotak seperti papan catur" jelas Gix.
Kret! Kret!! Srek! Nyek!!
"HUAKK!!
"OOHHH!!"
"HUAHHH!!"
"Daging segar adalah daging yang berdarah"
"Untuk seorang yang menyukai teriakkan kesakitan orang, suara teriakkanmu benar-benar menggelikan pak tua!"
"Aku tahu sekarang kau adalah orang yang sadis. Tapi aku yakin Daz mulai merasa mual sekarang" balas Jix.
"Aku tak peduli. Ini hanyalah permulaan" balas Daz.
"Ini permintaanmu Gix." Jix membawakan beberapa barang lainnya kehadapan Gix.
"Ka..li…an… aka..n.. ma..ti.. pas..ti"
PLAK!!
"TIDAK ADA YANG MENYURUHMU PINGSAN! Kau sungguh ingin mati?! Tidak semudah itu!" teriak Daz kemukanya.
"Tambahkan cabai merah untuk cita rasa pedas, lada, dan garam. Pastikan semua bahan menyerap kedalam dagingnya ya!"
"UHHH!! UHH!! AH!! AHKK!! UOAHKK!!" teriakkan suara berat itu muncul lagi.
"Gix hanya meminjam satu tanganmu saja! Ini bukan apa-apa dibanding luka lumpuh kedua kakiku DASAR TUA!" laki-laki bertubuh mengerikan itu mencekik Silvester.
"Sesak bukan? Tenang saja aku tidak akan membiarkanmu mati. Hidupmu masih ada gunanya"
"Terakhir kita pijat-pijat semua guratan daging itu supaya benar-benar meresap sampai ke tulang-tulangnya!"
"Ehk..ehk…" suara semakin pelan keluar dari mulutnya,tatapannya semakin memudar dan tumpul.
"Wah… Dia seperti mau mati.. Tambah lagi dosisnya Jix"
Gyutt!
Dua suntikkan cairan merah masuk kedalam tubuh Silvester.
Dua menit kemudian…
"Ini kualinya sudah kubawakan untukmu Gix" kata Jix.
"Ka..lia..n.. tidak ak..an sela..mat"
PAK!!
Tamparan mendarat ke pipi.
"Tidak kedengaran!"
BUAGH!!
Tapak kaki menginjak perutnya.
"Kau laki-laki kan? Mana suaramu itu?"
"Siksa saja aku sepuas kalian! Kalian hanyalah… kriminal! Raja pasti akan menangkap dan menyiksa kalian lebih parah dari ini! Aku adalah Komandan Pasukan Asterial! Semua orang pasti akan memburu kalian!" dia balas tatap dengan tatapan lelah dan kewalahan.
"Eh?" Daz kaget.
"Hehe.. Kau akan kembali ke sel itu dan diperlakukan lebih buruk dari bagaimana aku memperlakukanmu!" mulai muncul senyum aneh dari mulut keringnya.
Tatapan Silvester mulai kosong dan tak berarah.
"Semua temanmu ini akan dicabik, diperkosa, dan dipermalukan dihadapanmu! Sementara itu kau akan dibiarkan hidup! Sekali lagi! Cukup satu perintah hal itu akan terjadi!"
"Kau… Sial" Daz mulai menunjukkan ekspresi panik.
"Pada saat itu juga… aku akan ada DISANA! HIYAA!!"
"Itu tidak benar!" sentak Daz semakin panik.
"Daz?"
"Kau tidak apa Daz?"
"Tidak! Siksaan itu? Lagi?" dia memegang kedua kepalanya dan mukanya mulai memerah.
"Wanita yang bersamamu itu akan kujadikan mainan seperti pacarmu itu! HUAHAUHA!"
"Berhenti.. tidak! Ini seharusnya tidak berakhir seperti ini!"
"Traumamu akan membuatmu gila sepenuhnya! HIYAHHAHA! Aku dan mereka akan ada disana sekali lagi untuk menghabisimu!"
"Raja.. aku.. melawan Raja? Trauma??? Tidak..!"
"Sudah terlambat!" dia mulai menguatkan kedua tangannya dan menarik ikatan tali di kedua tangannya.
Gerakan kedua tangannya terlihat seolah-olah dia melupakan luka parah di dada dan di tangannya. Otot bicep dan tricepnya mulai menegang keras, dia memiliki otot yang cukup besar.
"DAZ! Kau akan mati!!! HAHAHAH!!"
KRATSHH!! TASH!!
Kedua tali yang mengikatnya mulai tak kuasa menahan beban ototnya.
"Bos?!"
"DAZ!"
Mereka berdua mulai mendekati Daz yang terjongkok sambil menahan teriakannya berkali-kali. Dia tetap memegang kepalanya terlihat kesakitan.
TRASHH! KRASH!!
"DAZ!! AYO KITA BERMAIN!! BERTERIAKLAH!!"
Silvester melompat kearah mereka sambil merentangkan kedua tangannya.
JRAKKSHHH!!
"DAZ!!"