Pria berambut hitam itu membuka matanya.
"Aku… sudah… diapakan.. saja?"
Greb!!
Daz menarik rambutnya sampai dia terbangun dari posisi terbaring.
"Yo… Aku sudah bosan denganmu"
"Akhirnya kau akan membunuhku?"
"Tidak. Lebih buruk. Akan kucuci otakmu, akan kubuat kau menjadi penjahat negeri ini!" balas Daz dengan tatapan mengintimidasi.
"Hah?! TIDAK! Berhenti!"
"Kau tahu? Kemampuan sihir regenerasi itu mengerikan. Sekarang akan kubuktikan itu kepada kau sebagai subjek keempatku!"
"Keempat? Apa maksudmu?"
"Tiga orang dibelakangku inilah subjek yang berhasil kucuci otaknya. Satu menjadi wanita mesum, satu menjadi penggila organ dalam yang sadis, satu menjadi kanibal. Hmmm, apa sebaiknya yang kubuat padamu?"
"Tidak! BERHENTI! BUNUH AKU SAJA! BUNUH AKU!!" dia mulai meronta-ronta lemas. Tatapan kosongnya masih terpantul dari bola matanya.
Efek obat itu masih menguasai otaknya.
"Bunuh? Kau tahu? Kami sudah membunuhmu tujuh puluh tujuh kali. Ini sudah membosankan sekarang. Selama aku tahu bagaimana sebuah makhluk itu hidup, aku akan selalu bisa menyembuhkannya tepat sebelum dia mati" balas Daz dengan tatapan tak tertarik.
"Karena itulah aku akan membuatmu menjadi…. Si pengkhianat. Ya itu bagus" Daz tersenyum lebar sambil menatap muka putus asa Silvester.
"TIDAK! BERHENTI!"
"HAHAHAHA! Clare! Pusatkan sihir regenerasimu ke otaknya sampai dia berpikiran seperti seorang anak bayi!"
"Okee Daz!!"
"BERHENTII!!"
...…
Auxel membuka kedua matanya. Dia duduk terikat di sebuah kursi.
"HA! Daz! DAZ!"
"Berisik sekali kau!" Silvester mendatanginya.
Mereka berada di dalam kamar Silvester. Terlihat kasur dan meja kecil disampingnya.
"Pengkhianat! Kenapa kau menusukku?!"
Kedua mata hitam lebar pria besar yang berdiri dihadapannya itu terbuka lebar, mulutnya sedikit terbuka.
"??"
Tap…tap..tap.. Suara langkah memasuki kamar itu.
"Bos! Dia sudah mengatakan aku si pengkhianat! Apakah aku sudah berhasil menjadi bidakmu??" pria besar itu berlutut di depan seseorang yang melangkah mendekat.
"Yo… Kau sukses besar. Kerja bagus Kotoran Satu" dia mengelus kepalanya sambil berjalan mendekat.
"Daz!! Aku sudah lama merindukanmu! Ayo!" dia mulai meronta dari kursinya.
"Aku juga merindukanmu. Tapi aku akan segera kembali ke surga. Di waktu yang singkat ini, aku ingin melakukan sesuatu denganmu" balasnya dengan senyum.
"Apa itu?? Apapun akan kulakukan bersamamu!" balasnya dengan girang.
"Aku ingin kau menjadi perempuan. Setelah itu kita akan bersetubuh. Bagaimana?" balas Daz dengan senyum semakin melebar.
"Ha?" dia membeku.
"Kenapa kau berekspresi seperti itu?"
"Tunggu sebentar…. Kau ingin aku-"
"Menjadi perempuan. Aku muak melihat tampang jantanmu. Dan juga tongkat kejantananmu itu terasa lebih menyakitkan setiap kali aku melihatnya"
"Eh? Kau? Apa maksudmu itu hah?!"
"Clare! Jix!"
Dua orang itu datang dan melucuti pakaiannya dengan paksa. Mereka berdua terlihat menikmati adegan mereka melucuti pakaian formal pria besar itu sampai terlihat seluruh tubuhnya.
"Bagaimana menurutmu Clare? Tongkat jantannya itu terlihat menyakitkan bukan? Aku sudah pernah ditusuk dengan itu dulu"
"Oh ya? Hmmm. Aku tidak suka jika itu terlalu panjang. Aku merasa seperti dibelah jika ditusuk dengan itu. Tapi… jika Daz yang melakukannya aku tidak masalah, hihi" dia menatap balik Daz sesudah melihat kejantanan Auxel.
"Baru kali ini aku melihat benda ini memiliki panjang dua puluh sentimeter. Apa ini tumor?" sela Jix.
"KURANG AJAR! INI LAMBANG KEJANTANANKU! Daz bahkan sudah pernah merasakan kejantanan tombak perkasa ini hahaha!"
"Kasihan sekali Daz" Clare menatap Daz dengan simpati.
"Kotoran Satu. Nikmatilah kejantanan Auxel itu. Aku sudah geli melihatnya" perintah Daz.
"Apa?!" Auxel kaget setengah mati.
"Siap bos" dia langsung bangkit dan mendekati pria berambut poni belah itu.
"Kita tinggalkan mereka" kata Daz.
"Kau! SIALAN! AKU TIDAK AKAN SUDI-"
"Aku akan melakukannya jika kau mau menjadi perempuan, Auxel"
"KURANG AJAR!"
Auxel mulai mencoba melepaskan kedua tangannya yang terikat satu dengan kursi itu.
"CIH!"
BUAK!
Tinju besar mendarat di dagunya dan menjatuhkannya ke lantai.
"Secara pribadi aku adalah sadist. Tahan saja ya Auxel"
"Sudah dua komandan kau dapatkan bos. Bagaimana satu lagi?"
"Aku sudah dapat info mengenainya. Namanya adalah Bowell Prichs. Dia tinggal di pinggir kota di dekat dinding selatan kota. Kita berada di sisi timur, butuh waktu untuk sampai kesana sekitar setengah jam dengan kuda" jelas Gix.
"Apakah kau sudah memiliki rencana Daz?" tanya Clare.
"Hemhemhm. Sampai bagaimana aku akan menyiksanya pun sudah kupikirkan" balas Daz.
Di lokasi pertemuan militer. Itu adalah ruangan panjang dengan meja kayu coklat panjang sebagai tempat berkumpul para petinggi para komandan pasukan.
"Kemana Komandan Silvester dan Komandan Auxel?"
"Sudah setengah sebelas! Mereka kemana? Dustiness III tidak pernah terlambat biasanya."
"Kami sudah menghubungi kantornya! Tidak ada yang menjawab pak!"
"Kedua bajingan itu kemana?" tanya seorang pria yang berpakaian sama seperti mereka.
Seragam hijau kehitaman kepala gundul. Bowell Prichs.
"Sepertinya sudah tidak perlu lagi kita menunggu kedua komandan dari batalion III. Kita langsung saja mulai. Bowell bisa menjadi perwakilan batalion III" seorang di ujung meja berdiri dan memegang kertas putih.
"Laporan mingguan pangkalan Dustiness. Battalion I aman, battalion II aman, battalion III pun aman" seseorang yang kurus dan bertampang tua membacakan hasil kinerja para pasukan.
"Batalion IV…. Menemukan tanda-tanda tak biasa di daerah pangkalan mereka. Labolatorium Militer yang merupakan daerah kawal mereka dikabarkan disusupi seseorang dua hari yang lalu. Sekarang dalam tahap penyelidikan, semoga saja tidak terjadi pemberontakkan atau tirani kepada pemerintahan mengingat labolatorium itu menyimpan bahan-bahan berbahaya" jelasnya.
"Apakah sudah ada petunjuk mengenai penyusup itu?"
"Belum ada kabar dari pengintai dan penyelidik. Yang jelas kemungkinan besar ada orang dalam yang terlibat dalam penyusupan ini. Sejujurnya, mulai hari ini semua petinggi akan mulai dicurigai. Tolong jangan melakukan hal yang mencurigakan" balas orang tua itu.
"Pertemuan ini buang-buang waktuku saja. Seharusnya aku bisa menghabiskan waktu dengan koleksi pedang-pedangku. Hari ini adalah hari asah tombakku" pikir Bowell.
"Bowell! Kau sebaiknya kabari mereka tentang ini juga" orang tua itu dengan tegas memberitahunya.
"Oh? Tentu saja. Tenang saja pak" balasnya kaget karena namanya tiba-tiba dipanggil.
"Hari ini cukup sampai disini"
Semua orang mulai beranjak dari kursi mereka dan mulai meninggalkan ruangan.
"Ada apa dengan kedua bajingan itu hari ini?" Bowell mengusap kepala botaknya.
...….
"Uhk! Uh uh Phh..jin..ganhh!"
TAK! TAK! TAK! TAKK!! Suara keras keluar dari tumbukan paha dan pantat berotot yang basah akan keringat deras.
"Lubangmu sudah mulai terbiasa dengan tongkatku ini… Hahaha… awalnya dia kaku dan keras menolak… tapi lihat sekarang! Dia sudah elastis dan membiarkanku masuk keluar dengan cepat dan licin!! Hihihi!"
"Ahh! Ahk! Hmmnn"
"Kau adalah perempuan Auxel! Kau akan menjadi itu!"
"AH! HMMN!! AKU… ADHAAL..AHN!! PRHIA!!"
"Hohoho tak usah memaksakkan diri. Aku tahu kau menyukai ini. Instingmu mulai mengambil alih tubuhmu! Hihihihi!"
Kedua pria besar ini sedang berada dalam posisi intim. Silvester menggendong Auxel dengan menopang kedua paha berototnya disamping pinggangnya. Tubuh kekar Auxel menempel langsung pada badan besar Silvester. Kedua tangan pria yang sedang ditengah-tengah nikmat itu diikat dari ujung pergelangan tangannya sampai ke ujung bahunya tepat dibelakang punggungnya.
Pria yang digendong itu ditutup mata dan mulutnya dengan kain putih, suara yang keluar mulutnya terdengar asal-asalan dan tersepah-sepah.
"Sepuluh kali suntikkan dan kau masih bisa girang seperti ini! Kau pasti belum pernah semabuk ini kan!"
"AH! ANKH! BA..NG..SHSAY!"
"Obat ini awalnya hanyalah peredam rasa sakit. Jika digunakan sebanyak ini akan menjadi sebuah candu tentunya! HAHAAHAH!"
"HEY KOTORAN! Aku bawakan obatnya lagi" Jix memasukki ruangan dengan kain plastik berisi cairan merah muda.
"Taruh…saja… disana… Aku sedang menggoyang dia. Kelihatannya dia akan pingsan sebentar lagi"
"Mhh….mh.h…ha.a…"
"Kau sudah menyiksa dan memperkosa orang itu sepuluh jam tanpa henti. Harusnya kau yang pingsan lebih dulu. Dasar maniak!"
"Ba..ru.. pertama…kali.. aku se…nafsu ini… dan …. Segirang ini! Apakah….dia…. yang… namanya…. cinta.. per..tama?"
"Wahh.. Bos benar-benar membuatmu ru-"
"Yo.. Kotoran Satu. Perlu kupanggilkan Clare? Supaya kau tetap bugar menikmati lubang pantat Auxel si mesum?" Daz ikut memasuki ruangan.
"Da..!"
"Oh bos! Tidak..uysah! Aku masih..sanggup!"
"DSHZ! AKU!! THOLHNG!"
"Wah.. dia masih sadar meskipun sudah selama ini? Kau punya kekuatan mental yang hebat ya! Wajar saja kau adalah komandan pasukan. Tapi.. aku belum membalas dendamku sampai ke akhirnya. Jatuhkan dia Kotoran Satu"
BRUGH!
Pria yang sudah dipenuhi air mani dan darah itu terlentang seperti anjing yang kelelahan. Terlihat banyak luka goresan yang membuka kulit-kulit cokelatnya.
"Kalau tidak salah… kau yang menebas tongkat kejantananku kan? Aku masih ingat muka begundalmu" Daz membuka tutup matanya.
"Da..Da…"
"Tongkat milikmu ini terlihat kusut dan lembek sekarang. Begitu nafsunya kah kau sehingga kau hanya ingin melihatku?"
Pria besar itu hanya bisa melirik balik Daz dengan lemah.
FWET!!
Daz menelanjangi dirinya sendiri di depan mereka semua.
"BOS??!"
"BOSS!!?"
"Lihat. Tongkat yang kau dulu tebas itu sudah kembali seperti semula. Kita bisa bersenang-senang sekarang. Ayo bangun" Daz mendekati Auxel tanpa busana sambil menunjukkan kemaluannya yang dulu pernah diputusnya.
"Dazz…ya.. ay.." dia mulai bergerak.
Tongkat miliknya mendadak mengeras dan mulai bangkit.
"Kau suka ini kan?" laki-laki yang mengajaknya itu mulai mengusap-ngusap batang miliknya.
"Daz!!" dia memaksakkan dirinya untuk bangun dengan kondisi tangan terikat.
Pria berambut acak-acakkan itu mulai berlutut dihadapannya.
"Hmm?"
DZIGG!!
Daz menendang batang keras Auxel tanpa peringantan.
"AHK! HAUK!"
Grep! Daz menarik rambut pria yang baru saja berteriak itu.
"Kau ingin menjadi perempuan kan? Kalau batangmu bangun aku tidak akan bersemangat! Pria mana yang mau bersetubuh dengan pria lain hah?!"
"A..aku bos"
Jix dan Daz menatap balik orang yang menjawab pertanyaan itu dengan tatapan serius yang kecewa.
"Matikan semangatmu itu! Sekarang!"
"Hmph! Ti..dak.. bi..sa.. kut..ahan…"
"Kau sungguh bajingan mesum ya. Sekali lagi kuperintahkan kau. Matikan! SEKARANG!"
"Tidak…ti…Da"
Krkkk!!
Daz mengeraskan seluruh tangan kanannya begitu dia mendengar jawaban lesu dari pria yang terkapar itu.
JREKSHH!!
"UWAKk!!!! AHHHKKK!!!"
"Hihihihi! Inilah alasanku turun dari surga! Begini ya rasanya menghancurkan sebuah kebanggaan semua pria" dia berkata selagi mengangkat tangan kanannya yang terciprat darah.
"Ke..ke..uhhh…pa… D…az…" dia meringis kesakitan sambil berguling-guling.
Daz berjalan kearah Kotoran Satu.
"Kotoran Satu! Selamat kau mendapatkan seorang teman bermain baru! Akan kunamai dia Kotoran Dua. Dia akan menjadi pendamping hidupmu. Jaga dia baik-baik" dia menepuk bahu kirinya sambil tersenyum tenang.
"Be-benarkah?? Aku boleh memainkan dia semauku?? Benarkah bos??"
"Anggap saja dia istrimu" balasnya dengan sinis.