Indah menatap heran dan tak mengerti pada pria tampan di hadapannya. Jujur saja ia benar-benar terkejut mendengar penuturan Ardi tentang Safira. Sebagai seorang sahabat, ia tampak merasa sedikit kesal karena Safira tidak memberitahunya kabar tentang dirinya. Bahkan ia tidak tahu jika Safira menemui seorang Ustadz untuk mengatasi permasalahannya.
"Tunggu, Pak. Memangnya penyakit ghaib apa yang dialami oleh Safira?" tanya Indah yang sepertinya tidak mengerti.
Ardi terdiam sejenak dan menjawab sedikit terlambat, "Entahlah! Aku merasa seperti itu, Dah. Aku sebagai mantan kekasihnya yang juga mantan calon suaminya, merasa jika ada seseorang yang sengaja membuat Safira menderita seperti ini. Orang itu sengaja mengirim hal-hal gaib pada Fira, sehingga setiap kali Fira akan menikah, calon-calon suaminya pasti akan membatalkan pernikahan mereka. Sama seperti yang aku lakukan padanya tempo hari," jawabnya panjang kali lebar kali tinggi.
Deg!
Indah tampak semakin terkejut dengan apa yang Ardi katakan. Ia benar-benar terlihat tegang dan salah tingkah. Entah karena ia tidak mengerti soal pergaiban, atau karena ia merasa syok dan kasihan pada sahabatnya itu.
"Dah! Kenapa mukamu pucat begitu?" tanya Ardi yang berhasil membuat Indah harus meninggalkan lamunannya.
"Ah, tidak, Pak. Aku hanya ... aku hanya tidak menyangka dengan semua yang terjadi pada Safira. Kupikir tidak ada apa-apa, ternyata telah terjadi apa-apa. Astaga! Aku benar-benar terkejut mendengar semuanya, Pak. Tapi, apakah memang benar begitu? Benarkah kasus yang menimpa Safira terus menerus karena hal ghaib seperti itu?" Indah berkata dengan netra yang berkaca-kaca dan dada yang bergemuruh.
Ardi menarik napasnya dalam lalu membuangnya berat, "Aku juga belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi, Dah. Tapi, aku yakin banget kalau Safira memang sudah diguna-guna. Aku yakin banget! Makanya nanti sore kita temui dia. Aku ingin tahu apa yang Ustadz itu katakan padanya," ucapnya dengan suara yang berat.
Ardi memang sangat mencintai Safira. Maka tak heran jika ia sangat peduli dengan kasus yang selalu menimpa mantan kekasihnya itu. Ia pun sangat yakin jika mantan kekasihnya memang telah diguna-guna atau dikirim hal ghaib untuk membuatnya menderita setiap kali hendak menikah.
Indah benar-benar diam dan tampak syok mendengar setiap kata yang terucap dari mulut Ardi. Kali ini tangannya gemetaran dan dadanya semakin bergemuruh. Mungkin ia kesal, marah, atau sedih dengan keadaan sahabatnya itu.
"Yang aku mau, saat ini kita harus berusaha membantu Safira untuk menyelesaikan masalah ini. Aku tidak ingin melihatnya terus-terusan seperti ini, Dah. Aku sangat mencintai dan menyayanginya, kau tahu itu 'kan? Aku tidak ingin melihatnya selalu menderita. Aku ingin menikah dengannya tanpa ada gangguan apa pun seperti yang kualami tempo hari," ucap Ardi yang tampak menekan setiap perkataannya.
Tampak jelas raut kesedihan dan ketulusan di wajah tampan Ardi. Dan, Indah mengakui itu. Indah tahu jika Ardi sangat mencintai Safira. Maka tak heran jika pria itu begitu memelas dan memohon padanya untuk membantu Safira.
Indah masih terdiam dalam lamunannya. Kali ini air matanya mengalir membasahi wajahnya. Bibirnya bergetar menahan tangisnya. Netranya menatap nanar pada Ardi yang menundukkan wajahnya yang ditopang oleh tangannya sendiri.
"Aku ingin kasus ini segera usai. Aku ingin tahu siapa yang melakukan itu pada mantan kekasihku. Setidaknya, walaupun aku tidak tahu pelakunya, tapi aku harus tahu penyebabnya," ucap Ardi yang berhasil membuyarkan lamunan Indah.
Indah mengusap air matanya kasar dan menghisap ingusnya yang mengalir tanpa diminta.
"Jika semua itu hanya obsesi dan halusinasi Anda, Pak?" celetuk Indah.
Ardi mendongakkan wajahnya dan menatap heran pada wanita di hadapannya itu, "Tidak! Aku sangat yakin jika Fira sedang diguna-guna!" jawabnya penuh percaya diri.
Indah melipat bibirnya ke dalam lalu manggut-manggut tanda mengerti, "Oke, aku siap membantunya," ucapnya.
Ardi mengangguk mengiyakan. Tentu saja ia akan tetap yakin dengan keputusannya. Ia begitu yakin dengan kata hatinya sendiri.
*
*
*
Indah menurunkan kakinya dari mobil milik Ardi yang ia tumpangi menuju rumah Safira. Begitu pun dengan Ardi, ia tampak semangat dan buru-buru turun dari mobil setelah ia memarkirkan roda empat miliknya di depan rumah mantan kekasihnya.
"Semoga dia ada di dalam," ucap Ardi.
Indah mengangguk lalu melangkahkan kakinya ke teras rumah minimalis milik orang tua Safira.
"Assalamualaikum," keduanya mengucapkan salam.
Belum ada yang menyahuti ataupun membuka pintu. Hal itu membuat Ardi dan Indah harus menunggu.
"Waalaikumsalam," baru terdengar sahutan dari dalam ketika sudah lima menit mereka di sana. Sudah tiga kali juga Ardi mengucapkan salam di depan pintu rumah itu.
Ceklek!
Pintu pun terbuka, seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang yang digerai tampak muncul dan membuat Ardi tersenyum manis.
"Hello," sapa Ardi sembari tersenyum manis dan sangat menawan.
"Fir, apa kabar loe? Masih ingat sama gue?" Indah turut menyapa.
Safira tampak tersentak lebar dan netranya kini berbinar. Ia begitu senang karena sahabat dan mantan kekasihnya datang menemuinya.
"Hei, Mas." Safira menyahuti sapaan Ardi sembari tersenyum padanya. Lalu ia beralih menatap Indah yang sudah lama tidak berjumpa dan tidak bercanda dengannya, "Ndah! Uuuuuuunch, gue kangeeeeeeeen!" rengeknya sembari menghaburkan dirinya ke dalam pelukan sahabatnya itu.
Indah memeluk hangat tubuh Safira. Tentu saja mereka berdua sangat saling merindukan. Safira yang sempat mengalami keterpurukan dan depresi berat baru saja bisa bertemu lagi dengan sahabatnya yaitu Indah. Mereka berdua berpelukan begitu lama.
"Gue juga kangen loe, Fir. Kangeeen banget! Gue galau karena setiap hari makan siang sendirian di kantin," ucap Indah sembari mengelus lembut punggung sahabatnya itu.
Safira mengangguk dan kini netranya tampak mengeluarkan kristal bening dan jatuh membasahi pipinya, "Kasihan sekali. Padahal gue di rumah menganggur saja, lho. Menyesal gue kagak nengokin loe ke kantor, Ndah," balasnya disertai kelakarnya.
Indah terkekeh kecil dan merenggangkan pelukannya, "Sudah ah jangan pelukan terus. Kasihan yang di samping gue ini, dia pasti iri. Hihihi," candanya yang berhasil membuat Safira tertawa renyah dan tampak riang gembira.
Ardi yang merasa tersindir tampak memencengkan bibirnya dan memutar bola matanya malas, "Aku juga bisa, kok!" ucapnya sembari merentangkan tangannya hendak memeluk Safira.
Safira tampak tersentak kecil dan memalingkan wajahnya yang tersipu malu.
"Nah, dia kagak mau, Mas," ledek Indah.
"Benar tidak mau?" tanya Ardi pada Safira.
Safira mengangguk dan tersenyum manis, "Ya," jawabnya singkat.
Ardi mengerucutkan bibirnya bertingkah kesal dan manja, "Kalau gitu, Mas Ardi peluk tiang saja lah!" ucapnya sembari bergeser mendekati tiang.
Safira dan Indah tampak tertawa kecil dan begitu geli melihat kekonyolan Ardi. Sementara Ardi kini benar-benar memeluk tiang di hadapannya.
"Hahaha!" Safira dan Indah tertawa terbahak-bahak.
"Akhirnya kau tertawa juga, Fira sayang. Aku janji akan selalu membuatmu tertawa seperti ini," ucap Ardi di dalam hati.
BERSAMBUNG...