"Terpuruk? Kasihan sekali. Sepertinya ini kasus yang sangat besar. Tapi, walaupun begitu, aku tidak boleh suudzon pada siapa pun. Aku hanya akan menjalankan tugasku untuk mengatasi permasalahan yang menimpa mereka," ucap Ustadz Uwais di dalam hati.
Safira meremas jari jemarinya dan seketika hatinya kembali terasa sakit saat ia mengingat kejadian yang selalu menyakitkan baginya. Ya, kejadian yang selalu terulang di setiap kali ia akan menikah. Mungkin, jika mendapat dukungan dan kasih sayang dari kedua orang tua serta mantan kekasihnya yaitu Ardi, wanita cantik itu pasti sudah berada di panti rehabilitasi.
"Baik, saya mengerti dengan apa yang Mbak ini alami," ucap Ustadz Uwais yang kini tampak mulai serius.
Ayah Usman dan Bu Kartika tampak mendengarkan dengan kedua telinganya. Memasang tajam indera pendengarannya. Tentu saja mereka sangat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada putri tunggal mereka.
"Tetapi, sebaiknya Bapak dan Ibu hilangkan rasa curiga apa pun pada siapa pun. Karena, kecurigaan akan menimbulkan sifat suudzon terhadap orang yang Bapak dan Ibu curigai. Dalam hal ini saya sangat mengerti dan memahami. Tetapi, saya hanya ingin mengingatkan jika kita tidak boleh curiga ataupun suudzon pada makhluk, apalagi suudzon pada pencipta makhluk. Itu sangat tidak diperbolehkan, ya. Jadi, sebaiknya sekarang kita serahkan semuanya pada Allah Dzat Yang Maha Kuasa atas segalanya." Ustadz Uwais bicara panjang lebar dan tentunya memberikan nasihat dan pencerahan pada ketiga orang di hadapannya.
Ayah Usman dan Bu Kartika tampak manggut-manggut tanda mengerti. Mereka begitu serius menyimak dan mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Ustadz Uwais. Berbeda dengan Safira, ia tampak merasa tidak terima karena Ustadz Uwais tidak membolehkan untuk curiga atau suudzon pada siapa pun. Sedangkan dirinya sudah menaruh curiga pada rivalnya yaitu Ammara. Bagaimana pun, dia sendiri yang merasakan penderitaan apa yang terjadi kepadanya.
"Tidak bisa!" sergah Safira yang berhasil membuat Ayah Usman dan Bu Kartika tampak terbelalak kaget.
Ustadz Uwais mendongakkan wajahnya dan seketika manik matanya menatap wajah cantik Safira yang tampak terlihat sedang marah.
"Fira, apa yang kau katakan? Jangan emosi, Nak. Ingat, kau harus jaga sikap," bisik Bu Kartika mengingatkan putrinya itu.
Safira tampak membuang napasnya kasar dan menundukkan wajahnya kembali. Ya, tak sengaja ia tersulut emosi karena tak terima dengan ucapan Ustadz Uwais yang akan mengobatinya.
"Istighfar, Nak," bisik Ayah Usman pada Safira.
Safira memejamkan matanya dan ia pun mengucapkan istighfar, "Astaghfirullahal'adzim," gumamnya.
Ustadz Uwais tampak tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia benar-benar tertarik pada wanita cantik yang akan menjadi pasiennya. Ya, Safira memanglah cantik. Semua orang pasti mengakui kecantikan wanita itu. Maka tak heran jika ia bisa dengan mudah mendapatkan kekasih yang tampan dan mapan seperti Ardi dan juga Sambas.
"Saya sangat mengerti. Tidak apa-apa, Bu, Pak. Biarkan putri Ibu dan Bapak untuk mengatakan segalanya, meluapkan emosi dan uneg-unegnya," ucap Ustadz Uwais dengan suara yang lembut dan tenang.
"Nama saya Safira, Pak Ustadz," ujar Safira memberitahu namanya.
Ustadz Uwais tersenyum kecil serta mengangguk tanpa memandang wajah cantik Safira yang membuatnya merasa tertarik untuk terus memandang wajah cantik itu. Ia juga merasa geli karena dipanggil Pak Ustadz oleh wanita cantik itu.
"Tua sekali aku dipanggil Pak Ustadz," gumam Ustadz Uwais di dalam hati.
"Fira, sudah Ibu katakan padamu, bersikaplah yang sopan," bisik Bu Kartika kembali mengingatkan putrinya.
Safira memutar bola matanya dan membuang napasnya kasar, "Bu, dia ini masih muda lho. Kelihatannya tidak jauh beda usianya dengan Fira. Jadi, santai saja kali. Ibu sama Ayah ini kenapa, sih?" cicitnya tanpa dosa.
Bu Kartika dan Ayah Usman tampak saling beradu pandang dan membuang napas mereka dengan berat. Dalam keadaan seperti ini, mereka berdua menyesal tidak mengajarkan putrinya agar memiliki adab yang baik pada siapa pun. Apalagi yang sedang mereka hadapi saat ini adalah seorang Ustadz yang begitu berilmu dan berkharisma. Ustadz yang sangat disegani oleh para santri dan penduduk di sana.
"Ayah minta, sekarang kamu tetap diam, ya. Jika Aa Ustadz Uwais tidak bertanya, maka kau jangan berucap sedikit pun padanya," tegas Ayah Usman penuh penekanan.
Safira tampak menundukkan wajahnya dan mengerucutkan bibirnya. Menunjukan sikap ketidak terimaannya.
"Maaf sekali, Aa Ustadz. Fira memang kurang belajar ilmu agama. Jadi, dia sedikit tidak sopan. Kami sangat berharap Aa Ustadz dapat memakluminya," ucap Bu Kartika dengan sangat tidak enak hati.
Ustadz Uwais mengangguk lantas tersenyum, "Tidak apa-apa, Bu. Nanti juga beliau mengerti," jawabnya santai.
Safira tampak benar-benar menundukkan wajahnya dan tidak berkata apa-apa lagi. Dia memang anak yang penurut, walau sebenarnya ada penolakan di dalam hatinya.
"Kalau begitu kita lanjut pada inti permasalahan tadi ya, Bu, Pak." Ustad Uwais berkata sembari merubah posisi duduknya agar lebih serius. Di hadapannya, beberapa kitab menumpuk di atas meja.
"Iya, Aa Ustadz," jawab Bu Kartika dan Ayah Usman secara bersamaan.
Ustadz Uwais menarik napasnya perlahan dan membuangnya pelan, "Jadi, intinya Mbak ini sudah sering gagal menikah karena tiba-tiba calon suami membatalkan? Begitu, Mbak?" tanyanya yang tertuju pada Safira.
Safira diam dan bengong, ia tidak sadar jika Ustadz Uwais bertanya padanya. Hingga hal itu membuat Bu Kartika menyenggol lengan putrinya.
"Ah, iya, Pak Ustadz. Semua pria yang menjadi calon suami saya pasti membatalkan pernikahan kami saat sudah sebentar lagi menuju hari H. Dan alasannya ... katanya wajah saya tiba-tiba menjadi jelek dan menyeramkan. Tapi anehnya, selepas perpisahan itu terjadi, wajah saya katanya kembali seperti semula," ungkap Safira panjang lebar.
Ustadz Uwais menyimak dengan serius dan khidmat. Tentu saja ia sudah paham dan fasih dalam menangani kasus seperti ini. Namun, ada satu hal yang membuatnya tertarik untuk berkomentar, tetapi tetap saja harus ia tahan.
"Wajah secantik dan semenarik ini kok bisa dibilang menyeramkan!? Sayang sekali. Tentu saja ini memang ada yang tidak beres padanya. Dapat kulihat di belakang punggungnya, seperti ada benda hitam yang menggelayut di sana," ucap Ustadz Uwais di dalam hati.
Ustadz tampan itu meraih sebotol air mineral di belakangnya. Air mineral yang sudah tersedia itu memang dikhususkan untuk dibacakan doa dan diberikan pada pasiennya.
"Baik. Kalau begitu sekarang saya ingin tahu nama lengkap Mbak, nama Bapak, dan juga tanggal lahir Mbak," ucap Ustadz Uwais seraya meraih buku yang bias ia gunakan untuk mencatat identitas pasiennya.
Safira mendongakkan wajahnya dan melirikkan matanya pada Ayahnya. Memberi kode jika Ayahnya saja yang menjawab.
"Namanya Safira Khairunnisa Binti Usman Affandi. Tanggal lahirnya, 12 Juni 1997." Ayah Usman menjawab dengan lantang dan jelas.
Sementara Ustadz Uwais tampak sigap dan cepat mencatat nama dan juga tanggal lahir Safira.
BERSAMBUNG...