Chereads / Berjodoh Dengan Ustadz / Chapter 20 - ADA YANG ANEH

Chapter 20 - ADA YANG ANEH

Safira berlari kecil menuju ruang tamu villa tempat menunggu Ustadz Uwais tadi. Setelah sang Ibu menelponnya dan memberitahu jika Ustadz Uwais sudah berada di tempat itu bersama mereka, Safira tak ingin membuang waktu lagi untuk bertemu dengan Ustadz yang memiliki kemampuan khusus itu.

"Astaghfirullah! Habis ini aku ke mana lagi, ya? Ke kanan atau ke kiri?" gumam Safira yang tampak bingung dengan jalan bercabang di hadapannya.

Ya, karena Safira baru pertama kali ke tempat itu, wanita cantik itu tampak lupa dengan jalan yang tadi ia tempuh. Ya, tentunya ia sekarang bingung dengan jalan yang mengarah ke kanan dan mengarah ke kiri.

"Ya Tuhan, kenapa aku bisa lupa, sih! Tadi aku dari mana, ya? Kanan atau kiri? Hmmmm," gumam Safira sembari memegangi kepalanya yang semakin bingung.

Wanita cantik itu berdiri di tengah-tengah jalan, ia tampak sedang berpikir keras dan mengingat-ingat jalan menuju villa tadi.

Sementara itu di villa, Bu Kartika dan Ayah Usman tampak menahan kesal pada putri mereka yang tak kunjung datang. Hampir tiga puluh menit mereka menunggu, tapi yang ditunggu tak datang-datang. Tentu saja hal itu membuat Bu Kartika dan Ayah Usman merasa malu pada sang Ustadz yang sudah bersedia menunggu.

"Kenapa lama sekali, Bu?" bisik Ayah Usman pada istrinya.

"Entah, Yah. Tadi Ibu sudah bicara padanya dan dia mengiyakan." Bu Kartika menjawab dengan nada yang risau.

"Tapi kenapa lama sekali? Ayah malu sekali pada Aa Ustadz ini," ujar Ayah Usman yang tampak menekan setiap ucapannya.

"Ibu juga malu. Terus, harus gimana, dong!?" tanya Bu Kartika.

Ustadz Uwais yang menunggu tampak tetap santai. Ia terlihat sedang memainkan gawainya. Ya, Ustadz Uwais memang selalu aktif di sosial media untuk berdakwah. Ia juga sering mengadakan kajian di sosial medianya. Baginya, gawai bukanlah sebuah benda yang hanya bisa digunakan untuk komunikasi dan hiburan. Tetapi juga bisa digunakan untuk berdakwah dan melakukan kebaikan.

"Apakah masih lama, Bu, Pak?" tanya Ustadz Uwais penuh selidik.

Bu Kartika dan Ayah Usman saling beradu pandang dan seperti saling memberikan isyarat.

"Emh, saya sudah meneleponnya, Aa Ustadz. Mungkin dia sedang bergegas ke sini," jawab Bu Kartika.

"Emh, begini saja, Bu, Pak. Sebelum putri Ibu dan Bapak datang, saya ingin tahu siapa namanya dan masalah apa yang menghampirinya," ucap Ustadz Uwais yang kini tampak mulai serius.

"Namanya–" Ayah Usman tampak menggantung ucapannya saat tiba-tiba terdengar suara Safira mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum!" Safira mengucapkan salam dengan nada yang lirih dan napasnya ngos-ngosan.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh," jawab Ustadz Uwais sembari mendongakkan wajahnya dan menatap sosok wanita yang akan menjadi pasiennya.

Safira melangkahkan kakinya dengan pelan dan hanya menatap kedua orang tuanya, ia seperti tidak menyadari ada sosok Ustadz Uwais di tempat itu. Mungkin karena ia tergesa-gesa sehingga ia tidak fokus pada objek apa pun termasuk Ustadz Uwais.

"Maaf, Bu, Pak. Tadi Fira tersesat. Fira lupa jalan kembali ke sini," ucap Safira pada kedua orang tuanya.

Bu Kartika dan Ayah Usman tampak menggeleng kecil dan menatap absurd pada putri tunggal mereka.

"Untung saja kau tidak hilang," kelakar Bu Kartika.

Safira terkekeh sembari memeluk Ibunya manja, "Hihihi, kalau Fira hilang, Ibu bakalan menangis semalaman," ucapnya.

Ustadz Uwais tampak menatap kosong pada Safira yang begitu terlihat cantik di matanya. Senyuman manis dan ceria, bola mata hitam yang tenang, hidung mancung yang nyaris menjadi kebanggan setiap wanita yang memiliki model hidung seperti itu. Bibir ranum yang tipis mungil dan merona, semua itu, nyaris membuat Ustadz Uwais tak berhenti berdzikir dalam hati, memuji kecantikan yang terpancar dari wajah Safira.

"Maa Syaa Allah, indah sekali ciptaan-Mu, Tuhan. Subhanallah," bisik Ustadz Uwais di dalam hati.

"Sssst, sudah ah jangan banyak bicara. Jaga sikap dan sopan santun, ya. Ustadz Uwais sudah menunggu sedari tadi," bisik Ayah Usman mengingatkan.

Safira tampak sedikit tersentak kaget dan mulai tersadar dengan sang Ustadz yang akan mengobatinya. Dengan cepat ia menolehkan wajahnya ke arah kanan, seketika manik matanya menangkap sosok pria tampan berkulit putih yang sedang duduk di sofa misnad.

"Astaghfirullah, maaf!" desisnya sembari memalingkan wajahnya kembali lalu menunduk.

Bu Kartika dan Ayah Usman hanya berdecak dan menggeleng kecil. Sementara Ustadz Uwais tampak tersenyum kecil dan masih menatap wajah cantik Safira.

"Bu, Fira malu. Astaghfirullah! Kenapa Ibu tidak bilang kalau—" Safira belum selesai bicara, dengan cepat Bu Kartika menyelanya.

"Tidak bilang apa? Kan tadi sudah ibu katakan di telepon jika Ustadz Uwais sudah datang dan menunggumu!" ujar Bu Kartika penuh penegasan.

Safira meremas jari jemarinya dan melipat bibirnya ke dalam. Beberapa kali ia mengutuki kecerobohannya.

"Ini putri kami, Aa Ustadz." Ayah Usman berkata sembari menatap Ustadz Uwais yang tersenyum dan terciduk sedang memperhatikan putrinya.

"Ah iya, Pak." Ustadz Uwais tampak mengerjapkan matanya berkali-kali dan tersadar dengan apa yang sudah ia lakukan.

Ya, tentunya ia tersadar dengan dosa kecilnya yang sudah berani memandang wanita yang bukan mahramnya. Sebagai seorang Ustadz yang tahu dengan hukum Syara' yang ada tujuh, Ustadz Uwais selalu menjaga pandangannya dari wanita-wanita yang bukan mahramnya. Ia tidak ingin mengotori matanya dengan kekaguman pada makhluk ciptaan Tuhan yang belum menjadi mahramnya.

"Astaghfirullah, apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku sampai lalai dan berani menatap wanita ini? Ya Allah, ampuni dosa hamba-Mu ini. Hamba benar-benar khilaf," gumam Ustadz Uwais di dalam hati.

Tentu saja Ustadz Uwais sangat merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan. Pasalnya, ia tidak pernah memandang wanita yang bukan mahramnya seperti tadi. Ia selalu menjaga pandangannya, memalingkan wajahnya jika ada seorang wanita di hadapannya. Pun dengan pasiennya yang sering kali seorang wanita. Ia selalu menjaga pandangannya agar tidak memandang wanita-wanita yang menjadi pasiennya. Bahkan, ia tidak melakukan pengobatan tanpa ditemani oleh orang tua pasien atau saksi yang melihat dirinya sedang mengobati pasien wanita tersebut.

"Fira, katakan saja apa yang terjadi padamu jika Aa Ustadz bertanya padamu, ya!" ucap Bu Kartika mengingatkan putrinya.

Safira mengangguk mengiyakan, "Ya, Bu," jawabnya.

Sementara itu, Ustadz Uwais tampak masih diam dan menyibukkan dirinya dengan hati dan pikirannya. Seketika pikirannya berkecamuk, di satu sisi ia sangat menyesali kecerobohannya tadi. Namun di sisi lain, wajah cantik Safira dengan senyuman indahnya pun kini tak dapat hilang dari ingatannya.

Berkali-kali Ustadz Uwais mengerjapkan matanya dan mengusap wajahnya. Mengucapkan istighfar dan dzikir pada Allah agar bisa fokus kembali dengan apa yang harus ia lakukan. Tapi anehnya, wajah cantik Safira masih bergelayut di dalam pikirannya.

"Ini benar-benar aneh!" desis Ustadz Uwais di dalam hati.

BERSAMBUNG...