"Kau mau ke mana, Mas? Hubungan kita belum berakhir, ingat sebentar lagi kita akan menikah," ujar Safira yang tampak mulai panik saat kekasihnya yang sudah melamar dirinya hendak memutuskan hubungan mereka begitu saja.
Ardi tampak memalingkan wajahnya, seolah enggan untuk menatap wajah cantik kekasihnya. Sementara Safira tampak heran dan lagi-lagi ia merasakan hal yang sama. Entah sudah berapa kali dia menahan kekasihnya yang hendak pergi memutuskan hubungan mereka begitu saja.
"Lepaskan aku, Fir. Sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini. Aku sudah tidak cinta lagi padamu. Aku rasa kau tak pantas menjadi istriku!" ucap Ardi tanpa menolehkan wajahnya pada Safira yang tampak memelas dan mengiba.
Tentu saja Safira tampak syok dan terkejut mendengar alasan Ardi yang membuatnya semakin merasa sakit hati. Bagaimana mungkin pria yang selama menjadi kekasihnya selalu memuji dan membangga-banggakan dirinya, kini perkataan kasar dan menyayat hati tampak meluncur dahsyat dari pria yang ia harapkan menjadi suaminya.
Safira terdiam, dadanya sesak dan bibirnya bergetar. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sementara itu Ardi yang seperti terlihat jijik pada Safira sudah melenggang pergi tanpa permisi.
"Hiks hiks hiks, kenapa aku harus mengalami hal ini lagi. Kenapa tidak ada pria yang benar-benar ingin menikahiku." Safira tampak mulai menangis dan meratapi nasib percintaannya yang selalu saja buruk.
Di balik pintu, sang ibu tampak menatap sendu pada putri tunggalnya yang sedang terlihat sedih. Tak membuang waktu lagi sang ibu pun menghampiri putrinya.
"Fir, apa yang terjadi padamu? Apa yang membuatmu menangis seperti ini?" tanya sang ibu dengan nada yang lembut.
Safira terisak, tentu saja ia akan menceritakan semuanya pada Ibunya yang mungkin akan bosan mendengar ceritanya. Sebab kejadian seperti ini sudah sering kali terjadi.
"Mas Ardi, hiks hiks hiks." Safira masih terisak. Ia ingin menjawab pertanyaan ibunya, tetapi dadanya masih terasa sesak.
"Apakah calon suamimu melakukan hal yang sama seperti mantan-mantan kekasihmu dulu?" tanya Ibu Kartika yang tak lain adalah Ibu kandung Safira.
Safira mengangguk kecil. Ia semakin merasa sesak kala mengingat kejadian-kejadian yang sama persis seperti yang dia rasakan saat ini.
"Hmm, sudah kuduga. Sepertinya ada yang tidak beres dengan putriku." bisik Kartika dalam hati.
"Fira benar-benar tidak menyangka jika Mas Ardi akan melakukan hal yang sama seperti mantan-mantan Fira dulu. Hiks hiks hiks." ucap Safira di sela-sela isak tangisnya.
Kartika mengusap lembut puncak kepala putri satu-satunya, ia tampak merasa sedih melihat putrinya yang selalu dipermainkan oleh setiap pria yang akan menjadi suaminya.
"Padahal Fira berharap Mas Ardi adalah pria terakhir yang akan menetap di hati Fira," sambungnya meluapkan rasa sakit hatinya.
"Sabar, Fir. Ibu mengerti apa yang kau rasakan saat ini," ucap Kartika lembut, ia mencoba menghibur dan menenangkan putrinya yang sedang patah hati.
"Setelah ini Fira gak mau lagi menjalin hubungan dengan pria mana pun. Fira takut, Fira kapok, Fira nggak mau lagi. Hiks hiks hiks," ucap Fira yang masih terisak.
Degggg!
Seketika jantung Kartika seperti terhimpit oleh beban berat. Dadanya terasa sakit saat mendengar ucapan Fira yang terkesan trauma dengan sebuah hubungan.
"Jangan bicara seperti itu, Nak. Kau harus bersabar, mungkin Gusti Allah sedang menguji kesabaranmu. Ibu yakin Gusti Allah akan memberikan jodoh yang baik untukmu. Jadi, jangan bersedih lagi. Kau harus semangat dan tetap tegar. Berdo'alah pada-Nya," ucap Kartika mencoba menghibur dan menenangkan putrinya. Ia tampak tidak tega melihat kesedihan putrinya.
"Fira sedih, Bu. Kenapa Fira selalu ditinggalkan seperti ini? Apakah Fira benar-benar terlihat buruk di mata Mas Ardi. Hiks hiks hiks." Fira masih menangis menumpahkan kekesalan dan kesedihannya.
Sementara Kartika tampak mengusap lembut puncak kepala Safira yang tampak masih menangis di dalam pelukannya.
Safira seorang gadis cantik dan periang. Di usianya yang menginjak ke dua puluh tujuh tahun, Safira harus mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan dengan pria yang akan menikahinya. Entah sudah berapa kali kejadian seperti itu menimpanya, Safira sangat sedih dan tidak mengerti dengan dirinya. Padahal dia tidaklah buruk, memiliki wajah yang cantik, kulit yang putih, badan yang ideal, dan otak yang cerdas menjadi kebanggan tersendiri bagi dirinya.
Tetapi mengapa dirinya selalu ditinggalkan di saat hubungannya dengan kekasihnya sebentar lagi akan menuju jenjang pernikahan?
Safira tampak membaringkan tubuhnya di atas kasurnya, ia tampak menatap kosong pada langit-langit kamarnya. Pikirannya melayang ke mana-mana, kedua matanya tampak sudah membengkak akibat menangis terlalu lama.
"Ya Tuhan, aku benar-benar tidak mengerti mengapa kejadian seperti ini harus aku alami kembali. Sebenarnya dosa apa yang telah aku lakukan sehingga Engkau memberikan cobaan seperti ini berkali-kali kepadaku," ucap Safira lirih. Ia tampak meratapi nasib percintaannya yang menyebalkan dan menyakitkan.
Sementara itu di kamar yang berbeda...
"Ibu kasihan sekali melihat Fira yang selalu disakiti oleh pria yang menjadi calon suaminya," ucap Kartika pada suaminya, Usman.
Kartika tampak menceritakan apa yang terjadi pada putri tunggalnya. Tentu saja Usman tampak terkejut dan benar-benar menyimpan rasa curiga. Pasalnya ia tahu jelas jika kejadian ini sudah yang ke sekian kalinya bagi Safira.
"Sepertinya kita harus menyelidiki kasus ini, Bu. Ayah khawatir hal semacam ini akan terus terjadi dan menghambat Safira untuk cepat menikah," ucap Pak Usman yang tampak berekspresi cemas.
Kartika tampak membuang napas berat.
"Bagaimana caranya menyelidiki kasus ini, Yah? Sementara kasus ini terjadi pada hubungan Safira dengan pria-pria yang menjadi calon suaminya," protes Kartika yang tampak tidak mengerti dengan pemikiran suaminya.
"Begini saja Bu, bagaimana jika kita bawa Safira ke tempat yang biasa mengobati penyakit-penyakit ghaib. Kebetulan teman Ayah ada yang pernah datang ke tempat itu. Sepertinya jalan ini yang terbaik untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada putri kita," jelas Pak Usman mengeluarkan usulannya.
Kartika tampak terjingkat kaget saat mendengar ucapan suaminya. "Apa? Memangnya Ayah kira putri kita sedang kerasukan!?" protes Kartika yang tampak kurang setuju dengan usulan suaminya.
"Tidak, bukan begitu maksud Ayah," sergah Pak Usman dengan cepat.
Pak Usman pun menjelaskan apa yang dia maksud dengan terperinci dan jelas, sehingga membuat Kartika dengan cepat mencerna dan menyetujui usulan suaminya.
"Ide yang bagus, Yah. Kalau begitu Ibu setuju, bagaimana pun Ibu ingin melihat putri kita menikah dan hidup bahagia dengan suaminya kelak," seru Kartika yang tampak antusias. Kali ini ia tampak menyetujui usulan suaminya.
"Tentu saja, istriku. Jadi, tugasmu adalah membujuk dan merayu putrimu agar bersedia ikut bersama kita ke tempat Ustadz itu," ucap Pak Usman.
Kartika mengangguk sembari tersenyum penuh arti. Ia berharap ada jalan untuk mencari tahu dan memecahkan kasus yang selalu terjadi pada putri tunggalnya.
****