"Firaa!" sorak Indah mengejutkan sahabatnya yang sedang melamun menghadap komputer.
Safira terjingkat kaget dan menatap tajam pada Indah yang menyengir kuda tanpa dosa. Ck, dasar Indah!
"Indah! Kau membuatku terkejut. Untung saja jantungku masih menetap di tempatnya. Kalau copot terus menggelundung ke mana-mana siapa yang akan memungutnya!?" gertak Safira kesal.
Indah terkekeh melihat kekesalan sahabat baiknya itu. Mereka sudah sembilan tahun menjalin persahabatan. Hingga sampai saat ini mereka masih bersama dan selalu kompak.
"Jika itu terjadi maka Mas Ardi yang akan memungutnya, Fir," aceletuk Indah yang berhasil membuat Safira terdiam dan memalingkan wajahnya.
Raut wajah Safira berubah menjadi murung dan seolah enggan membahas tentang pria yang telah meninggalkannya kemarin. Tentu saja hal ini tak luput dari pantauan Indah. Ia tampak heran melihat perubahan ekspresi sahabatnya itu.
"Hei, ada apa denganmu? Apakah ucapanku salah?" tanya Indah penuh selidik.
Safira tampak menggeleng dan enggan menjawab pertanyaan sahabatnya, jari jemarinya tampak bermain di keyboard komputernya. Seolah sengaja untuk mengalihkan topik pembicaraan dengan Indah.
"Ck! Anak ini benar-benar membuatku penasaran. Oke baiklah, jika kau belum siap bercerita maka akan aku tunggu sampai kau siap dan menceritakan semuanya padaku," ujar Indah yang tampak mengerti dengan situasi yang di alami oleh Safira.
Sebagai seorang sahabat yang sudah selama sembilan tahun bersama dalam suka dan duka, Indah tampak paham dengan kondisi hati sahabatnya itu. Dilihat dari segi mana pun ada yang sedang Safira sembunyikan darinya. Tentu saja Indah tidak perlu menyelidiki apa yang terjadi pada Fira. Sebab ia yakin jika Fira akan menceritakan semuanya pada dirinya di waktu yang tepat.
Safira dan Indah bekerja di sebuah perusahaan milik negara. Safira yang tekun dan cerdas berhasil menduduki bangku pekerjaan yang lumayan garis atas. Tentu saja hal itu menjadi kebanggan tersendiri bagi dirinya dan keluarganya.
"Fir, gimana rencana pernikahan loe dengan Mas Ardi? Apakah kalian sudah menentukan tanggalnya?" lagi-lagi Indah membahas tentang Ardi. Tentu saja Safira tampak kesal dan jengah.
"Berhenti menyebut nama itu di hadapanku!" gertak Safira yang berhasil membuat Indah terkejut.
Seketika Indah menghentikan gerakan kunyahannya saat Safira menatap marah pada dirinya.
"Ups, sorry sorry. Gue—" belum sampai Indah menyelesaikan ucapannya, dengan cepat Fira menyelanya.
"Hubungan kami sudah berakhir! Puas!?" semprot Safira dengan nada yang sangat kesal dan emosi. Entah ia emosi pada Indah atau emosi pada hubungannya dengan Ardi yang kandas begitu saja.
"Astagahh! Sorry, gue benar-benar tidak tahu," ucap Indah tidak enak hati.
Safira tidak menggubris, ia kembali melanjutkan makan siangnya, sementara Indah tampak menelan ludahnya kasar melihat Safira yang melahap makanannya dengan cepat.
"Fir, gue benar-benar—" lagi-lagi Indah menggantung ucapannya saat tiba-tiba Safira menyelanya.
"Sudahlah, Dah, jangan kau bahas lagi. Aku benar-benar muak dan kecewa jika harus mengingat hubunganku dengan pria itu. Argh, aku benar-benar tidak mengerti kenapa aku selalu merasakan hal yang sama setiap kali aku hendak menikah," cicit Safira panjang lebar. Ia tampak menumpahkan kekesalannya.
Indah tampak mendengarkan dengan saksama. Ia begitu telaten mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Safira.
"Hmmmm, kasus yang sama," batin Indah berucap. Tentu saja ia sudah paham dengan apa yang di alami oleh Safira.
"Ya sudah, jika begitu kau harus bersabar. Biarkan saja bajingan itu pergi. Semoga saja suatu saat nanti kau akan mendapatkan pengganti yang lebih baik lagi," ucap Indah memberikan support pada sahabatnya itu.
Safira mengangguk dan berusaha tersenyum dengan manis walau masih terlihat kaku.
"Jam istirahat sudah berakhir, yuk kembali ke kantor," ajak Safira sembari beranjak dari duduknya.
Namun pada saat Safira hendak melangkahkan kakinya tiba-tiba seseorang menabraknya dan menyiramkan segelas minuman dingin pada dada Safira. Tentu saja Safira terkejut bukan main, ia tampak menatap kesal pada orang yang telah menabraknya dengan sengaja.
"Hei sialan! Kalau jalan matanya digunakan juga!" maki Safira pada seorang wanita yang menatap sinis padanya.
"Sorry, baju lusuhmu itu sudah pantas untuk dibuang. Maka dari itu aku kotori terlebih dahulu," jawab si wanita itu dengan entengnya.
"Apa kau bilang? Berani sekali kau mencela baju pemberian dariku!" kali ini Indah yang menyerukan suaranya. Ia tampak tidak terima baju pemberiannya dihina seperi itu.
"Ups, sorry. Pantas saja bajunya jelek seperti ini, ternyata kau yang membelikannya," cibir wanita yang bernama Ammara itu.
Safira tampak menyatukan gigi atas dan bawahnya. Menahan emosi yang siap meledak kapan saja.
"Astaganaga! Fira,dadamu," ucap Indah panik. Ia melihat baju yang Safira kenakan basah di bagian dada hingga ke perutnya. Tentu saja kemeja putih itu menembus ke dalam bagian dada.
"Oh Ya Tuhan, bagaimana ini." Safira tampak kelimpungan dan berusaha menutupi dadanya yang begitu terlihat dengan jelas.
Sementara Ammara tampak tersenyum licik dan menyilangkan tangannya dengan angkuh.
"Sebaiknya kita segera—" belum sampai Indah menyelesaikan ucapannya, pada saat itu seseorang berhasil membuat semua orang terpaku.
"Gunakan ini, dan segera tinggalkan tempat ini," ucap Ardi sembari menutupi dada Safira menggunakan jas miliknya.
Tentu saja hal itu membuat Safira terpaku di tempatnya. Keperdulian Ardi masih dapat ia rasakan walau hubungan mereka sudah kandas beberapa jam yang lalu.
Setelah melakukan hal itu Ardi tampak langsung melengos pergi tanpa menatap wajah cantik Safira.
Ammara tampak melongo tak percaya, begitu pula dengan Indah yang sudah mendengar permasalahan Ardi dan Safira beberapa menit yang lalu.
"Fir, apa ini maksudnya?" Indah tampak membulatkan kedua bola matanya penuh dan sama sekali tidak mengerti dengan hubungan Fira dan Ardi.
"Cih, dasar ja*ang!" cela Ammara dengan sorot mata penuh kebencian.
Ammara memiliki garis wajah yang cantik, namun kecantikannya tertutupi oleh sikapnya yang jutek dan angkuh. Sebagai sekretaris Manager, Ammara tampak selalu bersikap angkuh dan banyak bergaya. Wanita satu ini menjadi salah satu rival bagi Safira, gosip-gosip yang beredar dari seisi seantero perusahaan, Ammara adalah mantan kekasih Manager di perusahaan itu yang tak lain adalah Ardi.
"Astaga! Semoga Tuhan memberikan azab yang pedih pada mulutmu yang tajam itu!" umpat Indah menyumpahi Ammara yang tampak melengos pergi meninggalkan tempat itu. "Dasar wanita rubah!" makinya.
"Ssstt, sudahlah, Dah, jangan diperpanjang," tegur Safira menenangkan kemarahan sahabatnya.
"Dia benar-benar rubah betina yang harus di sembelih!" umpat Indah kesal.
Safira hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, kemeja putihnya sudah harus ia ganti dengan jas hitam milik mantan kekasihnya.
"Ada apa dengannya? Kenapa dia melindungiku? Aku benar-benar tidak mengerti," ucap Safira dalam hati.
****