Chapter 2 - 01

HAPPY READING

Kesetiaan dalam persahabatan itu gak diukur dari lamanya kita bareng, Tapi dari seberapa dewasa sikap kita buat nyelesaikan masalah yang kita dapetin dan mempertahankan persahabatan ini tetep utuh selamanya.

.

.

.

.

Hari pertama masuk sekolah tahun ajaran baru adalah hari dimana kesialan menimpa Clarissa Ayudia.

Namanya Clarissa Ayudia, panggil saja Sasa.

Terjatuh dijalan hingga motornya yang bocor, layar ponselnya retak, dan tas yang masuk genangan air bekas hujan semalam, tak lupa pula bukunya yang ikut rusak.

"Makasih, Vin." Ucap Clarissa masih berdiri di depan kelas.

"Sama-sama. Belajar yang rajin, nanti gue anter lagi ke bengkelnya." Ucap Kevin dengan senyum tulusnya.

Kevin Ailen Abraham. Anak pertama dari dua bersaudara, terlahir dari rahim seorang Ibu bernama Vina dan Ayahnya bernama Abraham. Kevin sekarang duduk dibangku kelas 11 di sekolah favorit kota ini.

"Btw, tadi kaki lo gak sakit emang?"

Tragedi pagi tadi memang bukan kesialan, tapi bukan pula keberuntungan. Clarissa bertemu dengan Kevin yang kebetulan lewat dijalan itu kurang lebih 3 menit setelah Clarissa terkapar mengenaskan.

Clarissa menatap Kevin sebentar, lalu menunduk melihat roknya yang sedikit kotor.

"Kaki Sasa gak papa kok." Clarissa menyibakkan sedikit roknya hingga terlihat lututnya yang sedikit memerah namun tidak berdarah.

Kevin menarik Clarissa untuk duduk di bangku panjang yang memang sudah disediakan di depan kelas. Lalu dia berjongkok di depannya.

"Coba roknya buka dikit," Clarissa menurut, dia membuka sedikit roknya hingga berhenti di bagian lutut.

"Lurusin dulu sakit gak?"

"Gak tau."

"Lurusin dulu coba." Kevin memegangi kaki Clarissa dan menariknya pelan

"Shh.. pegel tapii, aww.."

"Udah gini aja dulu."

Clarissa meringis merasakan pegal di bagian kakinya. Dia melihat sekilas lututnya, ternyata benar lututnya sudah membiru, pantas saja terasa pegal sekali.

"Vin, Sasa duduk bawah aja yaa.."

Kevin menatap Clarissa sekilas lalu kembali menyibukkan diri mengobrak-abrik tasnya entah mencari apa.

"Nah, ketemu. Ini ana minyak tawon, kemarin anaknya Tante Rina jidatnya kepentok meja terus benjol, akhirnya gue suruh beli dan kebetulannya lagi belum gue keluarin dari tas ini habis pulang kerumah." Cerocos Kevin sambil mengolesi lebam di lutut Clarissa.

"Nah udah. Masih pegel gak?"

Clarissa menggigit bibir bawahnya saat merasa nyerinya semakin menjadi-jadi ketika berusaha berdiri.

"Sa bentar. Sakit ya? Kekilir kali. Pulang aja yuk, nanti gue izinin."

"Eh eh eh.. gak usah. Sasa bisa kok, tenang aja."

"Yakin bisa?"

"He'em."

Kevin melirik jam di pergelangan tangannya, 06.54, artinya 6 menit lagi bel masuk akan berbunyi.

"Yang kuat ya, nanti pulangnya gue anter aja. Biar motor lo gue suruh temen gue ambilin."

"Gak usah, nanti ngerepotin."

"Gapapa."

"Yaudah, makasih ya sekali lagi."

"Sama-sama. Sana masuk, belajar biar pinter." Kevin mengacak rambut Clarissa lalu mencubit sebelah pipi Clarissa pelan.

"Bye.."

"Bye, Vin."

.

.

.

.

.

.

"Aacciieeee... siapa nih yang lagi ulang tahun?"

"Oiya sekarang Ultahnya Tasya Braaaayyy! Kuy lah samperin rumahnya."

"Gimana kalo kita buat kejutan gitu, kayak lempar pake telur busuk atau apa lah."

"Jangan ih, kasian Tasya. Inget deh, dia baru pulang dari rumah sakit."

"Iya tuh inget, kita sebagai teman yang baru kenal, gak boleh kalah perhatian sama yang udah kenal lama. Kita bawain bingkisan aja. Eskrim gitu."

Clarissa sesekali menyunggingkan senyumnya ketika mendengar celotehan asyik dari adik kelasnya yang berencana memberi kejutan untuk temannya yang sedang ulang tahun.

Clarissa jadi ingat. Dulu dia merasa bodoh sekali, padahal dia tahu hari itu adalah hari ulang tahunnya. Tapi, entah mengapa rencana Kevin dan Nana masih berjalan dengan mulus, yaitu memusuhinya tanpa alasan yang jelas.

Rencana itu berjalan sangat mulus tanpa ada halangan apapun. Bahkan sampai Clarissa menangis dan sempat tidak mau keluar kamar. Tapi akhirnya, setelah Maya, Bunda Clarissa, membujuk Clarissa dengan susah payah, Clarissa langsung tersadar bahwa ini semuuuaaaa? Hanya prank.

"Jadi inget dulu pas SMP." Kata Nana.

Ellena Graceline.

Clarissa dan Kevin sudah mengenalnya sejak SMP. Mereka sudah bersahabat dan berjanji akan bersekolah di SMA yang sama. Dan impian itu terwujud, sekarang mereka bertiga disatukan kembali, meskipun Kevin berpisah kelas dengan Clarissa dan Nana.

Bukan cuma itu, dua teman yang sudah menjabat sebagai teman sekelas Kevin pun ikut menjadi salah satu dari anggota kita, sahabat baru. Kita tidak masalah, bahkan jika hari ini, ada yang ingin gabung? Kita tetap welcome.

"Eh, iya.. Dulu gue kok bodoh banget sih?" Ucap Clarissa malu sendiri.

"Ya kan lo emang manusia aneh."

"Ih Kevin! Sebel deh! Gue gak aneh ya."

"Tau tuh, Sasa. Padahal pas baru masuk kelas dia bilang gini, 'hai guys.. kalian tau gak hari ini hari ulang tahun gue? Masa gak ada yang mau kasih kejutan buat gue?'." Ledek Nana, dia berdiri sambil mempraktikkan ulang apa yang dilakukan oleh Clarissa waktu itu.

"Terus ada yang jawab gini, 'yah, aku gak ada duit. Uang saku aja tinggal gopek. Kalo aku kasih separuh makanan aku mau gak?'."

"Iya, Vin. Lo bener, terus malah ada yang gombal, 'daripada dikasih separuh makanan lo, mendingan separuh hati dan jiwa gue'."

"Cie cie cie..." Kevin mencubit sebelah pipi Clarissa yang memerah menahan malu.

"Oiya dulu juga______"

"Udah, Na. Kasian Sasa. Pipinya kek mau pecah, merah banget tuh."

"Iiiihhh! Apaan sih?" Clarissa mengelak, dia menarik gelas berisi jus alpukat lalu meminum dengan tangan yang menangkup kedua pipinya.

"Kalian asyik banget sumpah. Apalah daya gue yang baru kenal pas SMA." Semua menoleh kearah Rey yang mengaduk jus jambunya.

"Iya nih, gue juga masih anget anget kek tai ayam." Sambung Kenan sambil memindahkan sebongkah es batu ke dalam gelas milik Rey.

"Kesetiaan dalam persahabatan itu gak diukur dari lamanya kita bareng Rey, Ken. Tapi dari seberapa dewasa sikap kita buat nyelesaikan masalah yang kita dapetin dan mempertahankan persahabatan ini tetep utuh selamanya."

"ANJAY SASAAA!!" Pekik Nana heboh, tangannya dengan sigap meninju bahu Rey yang kebetulan duduk di sampingnya dengan cukup keras.

"Anjir! Tulang rusuk gue rontok!"

"Semprul eta! Muncrat kabeh ilermu, Paijo!" Kenan yang kebetulan duduk tepat dihadapan Rey, wajahnya terkena semburan air liur karena Rey yang dalam posisi minum jus jambunya tiba tiba ditinju Nana.

"Eta eta apaan eta?!"

"Lah mana gue tau, yang nemu kata eta teh saha?"

"Heleh sok sunda lo! Tahu artinya juga enggak." Cibir Rey pada Kenan yang memang jika otaknya sedang bergeser, suka berbicara apa yang dia mau. Ya contohnya ini sih, sok bicara sunda padahal artinya saja dia tidak pasti tahu.

"Nanti malem kumpul rumah gue mau gak?"

"Gaaaasssss" kompak Rey dan Kenan. Urusan makanan merekalah juaranya, apalagi gratisan. Sudah pasti merekalah yang berada di barisan terdepan.

"Jemput Sasa ya?" Pintanya pada Kevin.

"Iya"

"Kenapa nanti malem sih? Gue gak punya baju ih!" Nana berseidekap dada. Clarissa yang mendengar juga langsung memanyunkan bibirnya.

"Sasa juga gak punya baju."

"BIASALAH!!" Teriak Kenan tiba tiba.

"Sa, baju lo dua lemari juga penuh. Masih bilang gak punya baju?"

"BIASALAH!!"

"KENAN!"

"BIAS_______AWWW!!"

Bugh!

"Ah bangke! Paru-paru gue bisa pecah kalo lo naboknya sekeras ini, Sa!"

"Buu Umiiii." Panggil Rey sambil melambaikan tangannya.

Dengan tergopoh gopoh, Bu Umi, ibu kantin penjual Bakso yang rasanya paling maknyos, mendekat ke meja yang di duduki Clarissa dan Kevin CS.

"Ini berapa totalnya, Bu?"

"Baksonya 5 sama jusnya 5 kan, Mas?"

"Iya, Bu."

"Baksonya tujuh lima sama jusnya dua lima. Seratus pas, Mas."

"Duit bor duit!" Rey menatap temannya satu persatu yang memasang wajah cengo.

"Gue kira mau dibayarin." Seru Nana dengan wajah yang ditekuk lesu.

"Lah iya, PHP banget. Kevin bayarin jajannya Sasa ya?"

Kevin menarik nafasnya panjang, lalu menghembuskannya kasar. Dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang kertas berwarna biru pada Rey yang sudah stand by dengan tangannya yang menodong.

"Ken, bayar!"

Tidak ada sahutan.

"Ken! Budek lo?!"

"KEN? KEN? KEN TEH SAHA?" Teriak Kenan sambil celingukan persis monyet.

"Monyet monyet monyet Aamiin.." Kevin meraupkan kedua tangan ke wajahnya.

"AAMIIN!" Sahut mereka dan beberapa siswa disamping mejanya.

"SINTING LO PADA!" Kenan memberikan tiga lembar uang lima ribuan pada Rey.

"Kurang bego!"

"Uangnya Kevin kan ada.. manfaatin lah!"

"Anjir! Ya udah pake aja."

"Gue bayar sendiri aja. Sama mau nuker uang." Sahut Nana sambil mengeluarkan dompet pink kesayangannya.

"Yaudah." Rey memutar badannya menghadap Bu Umi, "nih, Bu. Itung dulu, kembaliannya Kevin goceng."

"Ambil aja, Bu. Yuk cabut, udah mau bel."

"Aduh, makasih banyak ya Mas Kevin. Udah baik, ganteng, persek deh intinya."

"PERFECT BU PERFECT, BUKAN PERSEK!"

"Si Kenan kunaon sih? Kek cewek lagi PMS." Rey menatap sinis Kenan, yang dibalas tatapan tajam dari Kenan.

"Mas Rey ada ada aja." Ucap Bu Umi sambil menggeplak bahu Rey namun pelan.

Rey menatap bahunya lalu menunjukkan cengiran andalannya.

"Cewek guys."

Teeettt... teeettt...

"Eh? Udah masuk aja. Nana bantuin jalan ya?"

"Gak usah, Na. Biar_____"

"Kalo gak mau bantuin ya udah! Jangan hasut yang lain! Mau nyari pahala kok dihalang halangi!"

Kevin menatap Clarissa lalu berdiri dan langsung membridal tubuh Clarissa sampai di kelasnya.

"Makanya jangan su'udzon dulu jadi orang. Mau dibantuin juga."

"Hehee.." ucap Clarissa cengengesan.

"HAHA HEHE HAHA HEHE! GUE JANGAN DITINGGALIN JUGA MARPUAH!"

"Salah Kevin itu, Na."

"Iya salah gue. Gue sadar gue cowok. Udah, stop! Gak ada ribut." Kevin mengalah, dia berdiri di depan Clarissa lalu meletakkan tangan kanannya diujung kepala Clarissa dan mengusapnya pelan.

"Gue balik."

"Eh, bentar! Keviiinn."

"Apa?" Kevin menyembulkan kepalanya karena dia sidah keluar dari ruang kelas Clarissa.

"Sini dulu."

"Apa?" Kevin berjongkok di depan Clarissa dengan tatapan penuh selidik. Perasaannya tidak enak, pasti Clarissa akan berbuat seenaknya pada Kevin.

Dugaannya benar, tanpa malu dan tanpa ragu Clarissa langsung mencium sebelah kanan pipi Kevin. Bukan karena risih, bahkan setiap harinya mereka sudah terbiasa melakukannya layaknya seorang adik kakak. Tapi kali ini berbeda, di kelas gaeess.. bayangin aja. Banyak yang liatin, Ya ampun.

Teriakan heboh memekik memecah telinga. Kevin memejamkan matanya, lalu mencubit kedua pipi Clarissa dan segera berlari meninggalkan ruang kelas Clarissa.

"Cieeee... Sasaaa...."

.

.

.

.

.

TBC