HAPPY READING
45 menit berlalu begitu saja. Seorang Kevin sekarang masih saja berguling guling diatas kasur KingSize miliknya. Dia mengacak rambutnya sesekali melirik jam dinding dengan gambar ironman persis seperti gambar di selimut miliknya, detik demi detik itu bergerak sangat lamban, pikirnya.
Kevin duduk bersila, selonjoran, lalu berbaring lagi. Bangkit, tengkurap, telentang, hingga akhirnya dia telenpalu. Fiks, matiii!
"Aaarrgghhhh!!"
Kevin kembali duduk bersandar, dia meraih ponsel yang tergeletak diatas nakas. Lalu membuka aplikasi WhatsApp hanya ada 58 chat dari grup dan beberapa orang yang menurut Kevin tidak penting dan tidak perlu dia balas.
Oh! Shit! Kenan dan Rey tidak mengirim pesan apapun. Clarissa juga?
.
.
.
"Rey! Budeg lo! Dasar Kebo! Bangun bangke!"
"Siram aja apa gimana ya? Tapi nanti basah, gue yang diomelin emak gue!"
Kenan mengacak rambutnya frustasi. Baru saja selesai masak dengan separuh masakannya hangus karena kebelet, dan Rey yang sama sekali tidak membantunya karena tertidur dengan seenak udelnya.
"Gamhembajimnsjak.."
Kenan mendekat kearah Rey, seperti mendengar seseorang yang berbicara. Kenan yakin karena dia tidak budek.
"REY! TUKANG SUNAT UDAH DATENG!!" Teriak Kenan tepat ditelinga kiri Rey.
Saking kagetnya dia langsung bangun dan menatap sekeliling yang sangat sepi. Tangannya membawa bantal sofa untuk menutupi bagian bawah perutnya.
Kenan yang melihatnya langsung terbahak dengan ponsel yang masih digenggamannya mengarah ke Rey. Apalagi kalau bukan mem-video-kannya. Momen langka gak boleh terlewat, barang sedetik.
"Anjir! Ganggu aja lo!" Ucap Rey asal, lalu bantal yang digenggamnya langsung dia lempar hingga mendarat dengan sempurna di wajah Kenan.
Kenan melihat Rey yang melirik lewat ponselnya. Dengan cepat dia menghentikkan video itu dan langsung memasukkan ponselnya ke saku celananya.
"Heh cunguk! Lo video-in gue?"
"Gak! Sok tahu lo!"
"Flash lo nyala, kalau mau tai!"
"Tahu babi! Bukan Tai!"
"Suka suka gue lah! Kenapa? Iri? Bilang karyawan!"
"Najis tahu gak! Udah tidur numpang! Songong lagi! Gak sadar baru bangun?"
Rey kembali duduk disofa, sambil berpikir bagaimana caranya dia bisa menghapus aibnya di galeri Kenan. Sementara Kenan berjalan kearah dapur, lalu kembali lagi dengan segenggam keripik singkong di tangan kanannya.
Rey memandang aneh Kenan yang melewatinya begitu saja. "Mau kemana?"
"Mau tau apa mau tai?"
"Bangsat lo! Ditanyain bener-bener!" Rey bangkit dan menyusul Kenan yang telah berhenti sambil bersidekap.
Langkahnya terhenti ketika ponsel di sakunya bergetar, dia mengambil dan membukanya dengan malas. Ternyata Kevin.
Kevin : Gue utang bro 50k ada gak?
Rey berdecak sebal, dia merogoh sakunya dan melihat isi dompet hitamnya, ada selembar uang seratus ribuan, 7 lembar uang lima puluhan dan 3 lembar dua puluh ribuan.
Ada. Kenapa? Udah miskin lo?
"Rey! Buruann ah! Lemot lo! Udah tahu ditungguin!"
"Oh. Nungguin ya?" Rey berjalan lagi meneruskan langkah yang terhenti, tapi baru dua langkah saja dia kembali berhenti.
Kevin : Gue pinjem atau lo bantu gue cariin duit gue?
Rey tidak berniat membalas, dia memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Rey melirik Kenan yang memandangnya dengan sinis. Tangan kirinya terangkat lalu meraih pundak Kenan dan berjalan beriringan.
"Baperan lo! Kek cewek!"
Tak!
Kenan menjitak pelipis Rey, membuat sang empunya mengaduh sakit karena cukup keras.
"Bangsat lo! Baperan!"
.
.
.
Kenan dan Rey memarkirkan motornya di halaman rumah Kevin. Kenan berjalan lebih dulu dan Rey masih menyimpan helmnya.
"Ken, kepala lo lepas dulu, bego!"
Kenan berhenti, dia meraba kepalanya yang masih memakai helm. Dia kembali lalu melepas helm dan langsung nyengir tanpa dosa didepan wajah Rey.
"Gak usah nyengir-nyengir. Gak malu sama cabe tuh nyangkut digigi lo!"
"Anjir!"
Rey duduk di motornya sambil menunggu Kenan yang membersihkan cabai yang terselip digiginya.
"Kuy!"
Kenan dan Rey beranjak, melihat sekitar rumahnya yang terlihat sangat sepi.
Tok tok tok
"Assalamu'alaikum,"
"Coba lagi, Ken!" Ucap Rey menepuk pundak Kenan.
"ASSALAMU'ALAIKUM KEVIN MAIN YUK."
Tidak ada jawaban apapun. Kenan melirik tembok disampingnya, disana ada bel rumah. Dan bodohnya dia malah berteriak dari tadi.
"Ada bel, Rey! Buta lo?"
"Ya lo juga! Udah tahu ada disamping lo! Yang buta siapa?"
"Bel nya."
"Udah pencet aja!"
Kenan memencet bel 5 kali dan belum ada jawaban, tidak ada seorang pun yang membukakan pintu. Rey mendorong pelan pintu itu dan akhirnya terbuka. Ruangan itu terlihat sepi, sepertinya memang penghuninya sedang keluar atau? Mungkin tertidur.
"Masuk aja, Ken. Tante Vina gak dirumah kayaknya."
Kenan sedikit menimang keputusan Rey yang mengajaknya langsung masuk tanpa izin. Walaupun Vina, Bunda Kevin, selalu bilang kalau sedang bertamu 'anggap saja rumah sendiri' tapi bukan berarti keluar masuk tanpa izin, kan?
"Udah masuk aja, anggap saja rumah sendiri." Ucap Rey menirukan gaya bicara Vina.
Prang!
"Alhamdulillah..." pekik Kenan kaget, dia memegangi dadanya, menormalkan detak jantungnya yang berdegup dengan kencang.
"Istighfar, Ken! Bukan Hamdalah. Bego dipelihara!"
"Iya itu deh! Tapi? Itu apaan?"
"Samperin lah!"
Mereka langsung berlari menaiki tangga menuju kamar Kevin. Setelah melihat sebuah pintu yang ada stiker ironman, mereka mambukanya berlahan.
Mereka mematung, mulutnya masih terbuka dan matanya tidak berkedip. Kamar Kevin sangat berantakan, bantal berserakan, selimut di bawah, sebagian buku terjatuh. Baju yang tergeletak, bahkan pakaian dalam pun didekat pintu.
"Duit gue ilang, bangke! Cepet bantu cariin!" Kevin melempar bantal dan guling kearah Kenan dan Rey, membuat mereka langsung tersadar.
"Hah? Duit berapa yang ilang?"
"Limapuluh."
"Terakhir lo taruh dimana?" Kenan.
"Kalau gue tahu, gue gak perlu nyari!"
Kenan bungkam, dia melirik Rey yang masih berdiri disampingnya sambil menggaruk belakang telinganya.
"Gimana?" Kenan menyenggol lengan Rey, dan balasannya menggeleng.
"BANG! DUITNYA TADI KURANG! POKOKNYA LO HARUS KASIH GUE SEPULUH RIBU LAGI! TITIK!"
Kevin terdiam, dia berhenti mengobrak-abrik kamarnya. Dia melihat kearah Kenan dan Rey yang masih berdiri di depan pintu. Dia menepuk keningnya lalu mengacak rambutnya. Kevin lupa kalau uang lima puluh ribunya sudah dia kasih ke adiknya. Dan bodohnya dia malah sibuk mencari tanpa bertanya terlebih dahulu.
"Rey, duit!" Kevin menodongkan tangannya di depan Rey. Dan dengan mudahnya Rey langsung memberikan selembar uang berwarna merah kepada Kevin.
"Beresin kamar gue! Gue mau pergi!"
"HAH?!"
"JANGAN LUPA SEMPAK GUE TARO BAK DI KAMAR MANDI!"
"Ngeselin lo, Bangsat!" Teriak Rey sampil menendang sempak Kevin asal.
"Namanya sahabat, sejelek jeleknya dia pasti lo terima Rey." Ucap Kenan dengan bangganya.
"Tau lah!"
.
.
.
Clarissa mondar mandir sambil memandangi ponselnya. Tidak ada satupun chat yang masuk, padahal sekarang sedang gabut-gabutnya.
"Apa chat Kevin aja ya?"
Clarissa langsung membuka aplikasi WhatsApp lalu mencari nama Kevinjelek🐒 lalu ibu jarinya mengetikkan sesuatu disana.
Vin! Gak kangen gitu?
(Delete)
Vin, gue masih marah sama lo!
(Delete)
Vin, main gih sini. Gue gabut nih
(Delete)
P
(Delete)
Kevin, pengen martabak
(Delete)
Vin, gue minta mangap ya?
(Delete)
Sini dong Vin! Gak peka!
(Delete)
Kevin
(Delete)
Nyetttt
(Delete)
Main dong. Sama martabak!
(Delete)
Sumpah gue pengen banget martabak. Gue kek orang ngidam. Beliin ya?
(Delete)
P
(Delete)
Clarissa duduk ditepi ranjang, dia melempar asal ponselnya. Menghela nafas panjang, lalu menjatuhkan tubuhnya dengan kaki yang dibiarkan menggantung kebawah.
"Ck! Mau chat, tapi males. Sebel deh!"
Clarissa bangkit, dia berjalan kearah meja belajarnya, menarik kursi dan duduk disana. Dia menyobek selembar kertas dan sebuah bolpoint, bukan untuk menulis tapi untuk ditusuk-tusuk lalu dirobek. Entah apa gunanya tapi selalu saja hal itu berulang dilakukan oleh Clarissa.
"Ih! Kevin! Gue sebel! Kevin gak peka! Nana gak peka! Rey gak peka! Kenan apalagi! Hih!"
"Maunya apa coba? Gue yang chat duluan? Iihhh! Ya gue gengsi kali! Sebel deh! Gak ada yang ngertiin gue sama sekali!"
Clarissa meremas kertas itu lalu membuangnya ketempat sampah. Dia berjalan kearah kasurnya dengan kaki yang dihentak hentakkan.
"Pokoknya gue mau martabak, titik! Siapapun yang udah beliin martabak buat gue! Bakal gue... bakal gue... gue apain ya? Ah iya! Gue peluk sampe sesek nafas.... tapi?..... siapa yang bakal beliin, orang gue diem diem bae. Huft! Tidur aja deh!"
Baru saja Clarissa ingin merebahkan tubuhnya, pintu kamarnya diketuk seseorang. Mungkin Bundanya.
Tok tok tok
"Bentar Bunda, lagi jalan nih."
Tok tok tok
"Ish! Sabar dong, Bun."
Ceklek
"Kenap______Kevin? Ngapain?"
Clarissa melihat Kevin dari ujung rambutnya sampai ujung kakinya. Baju yang sedikit basah, sepertinya terkena hujan diluar. Clarissa melihat kearah tangan kanan Kevin, ada 2 kantong keresek yang entah apa isinya.
"Martabak."
"Hah? Yang bener? Perasaan tadi gak jadi chat."
Kevin menatap Clarissa bingung, alisnya terangkat sebelah dan menatapnya penuh selidik. Kevin mengikuti arah pandang Clarissa, tepat pada kantong keresek yang dibawanya.
"Kenapa beli martabak? Emang lo baca chat gue?"
"Chat?"
"Iy___eh? Bukan. Gak kok, sini masuk!"
Perlahan Clarissa membuka kantong itu, aroma martabak yang gurih langsung menggugah selera. Perutnya mendadak lapar, cacingnya langsung dangdutan dengan orkesta yang mendayu-dayu.
Plak!
Alay!
Clarissa menatap ada 2 bungkus disetiap kantong itu. Dia membuka salah satu kantong itu dan ternyata isinya martabak kacang dan martabak coklat.
Wajahnya berbinar, dia memasukkan lagi martabak itu kedalam kantong keresek lalu dengan cepat dia menubruk Kevin dan memeluknya erat. Beruntung Kevin langsung tersadar sehingga dirinya tidak terjatuh. Kevin membalasnya dengan mengusap pelan rambut panjang Clarissa.
"Eng__ngap."
Clarissa merenggangkan pelukannya lalu menatap Kevin sambil menunjukkan deretan gigi rapinya.
"Makasih, Kevin. Sayang deh." Setelah mengatakan itu dia kembali memeluk Kevin, namun tidak seerat yang pertama, kemudian mencium kedua pipi Kevin bergantian.
"Iya dong. Gue gitu loh! Peka kan?" Clarissa tidak menjawab tapi Kevin tersenyum karena merasakan Clarissa yang mengangguk dalam pelukannya.
Kevin mengusap pelan rambut Clarissa lalu mencium ujung kepalanya.
"Buat gue semua ya?"
"Oke."
Clarissa tersenyum lebar, sebenarnya dia tidak tahu bakal habis atau tidak martabak sebanyak ini.
Kevin mengacak rambut Clarissa membuat sang empu tersadar. Clarissa langsung berlari dan duduk dikursi belajarnya.
Kevin menyusul Clarissa dan duduk di pinggir kasur dekat dengan Clarissa.
"Sa? Enak gak?"
"Enak"
Selama martabak itu masih didalam mulut Clarissa, dia terus berceloteh dan mengarang dan menceritakan berbagai cerita. Hal ini membuat Kevin geram karena sudah beberapa kalinya Clarissa hampir tersedak.
"Ditelen dulu, baru ngomong."
"Uhukk.." Clarissa meraih gelas yang berisi air putih dinakas. Air itu selalu disediakan. Jadi jika haus tidak perlu lari ke dapur untuk mengambilnya.
Belum juga Kevin memeberi Clarissa ultimatum, dia sudah tersedak duluan. Kevin membaringkan tubuhnya di kasur empuk milik Clarissa. Dengan kedua tangannya yang ia gunakan untuk bantalan.
Tatapannya lurus menatap langit-langit kamar yang kosong, entah apa yang membuatnya menarik, tapi dia tidak menoleh sedikitpun.
Kevin bangkit, dia duduk bersila dan bertopang dagu. Tatapannya terkunci pada gadis didepannya yang mendadak menarik perhatian Kevin.
Clarissa melihat kearah Kevin risih karena dia memandangnya tanpa berkedip. Clarissa menawarkan sepotong martabak kearah Kevin. Kevin menggeleng, artinya dia tidak mau.
"Sa."
"Apa?"
Clarissa memundurkan wajahnya karena terlalu dekat dengan Kevin, bahkan dia saja tidak tahu sejak kapan Kevin sudah berdiri disampingnya.
Kevin mengambil tisu lalu membersihkan sekitar bibir Clarissa yang cemong karena coklat di martabaknya.
Plak
"Aduuhh.. udah dibantu bersihin juga!"
"Ya mana ada bersihin tapi malah ngolesin lagi dihidung??"
"Ada kok, nah ini?"
Kevin kembali duduk ditepian kasur, kali ini tidak bertopang dagu. Dia hanya duduk bersandar sambil melipat tangannya didepan dada.
"Kurang, Vin."
"Kurang apa?"
"Kurang? Mmm?"
"Ayo masih kurang apa?"
"Kurang.... kurang... kurang..... KURANGkai cerita menjadi cinta.. eaaakkk"
Kevin menunjukkan wajah datarnya. Lucu? Tidak. Baper? Jelas tidak. Garing? Iyalah masa enggak.
"Kurang apa?" Ulangnya sekali lagi.
"Kurang.... kurang.... kurang..... nungguin ya?" Melihat wajah Kevin yang datar datar saja, membuat senyum diwajah Clarissa memudar. Dia kembali menunjukkan wajah kesalnya.
"Kurang banyak!"
"Dasar!"
.
.
.
.
TBC