HAPPY READING
.
Makanya kalau ada orang dengerin dulu sampai bener bener selesai, biar tahu apa yang sebenarnya. Jadinya gak salah tangkep, nggak salah paham. Belajar deh jadi pendengar yang baik.
.
.
.
"Kevin nyebelin, tapi Sasa sayang."
"Rey aneh, tapi Sasa sayang juga."
"Kenan?" Clarissa langsung tersadar dari lamunannya, dia menampar pipinya sendiri, "Ish! Apaan Kenan, gak ada sangkut pautnya sama hidup Sasa dia, mah. Sukanya aja eta eta edung glundang glundung."
"Wiiihh, Sasa standar standar gini, beruntung banget sih. Nana aja yang imutnya unyu unyu cantiknya uwow, balum tentu kayak Sasa. Aaaaa... melting deh, kalau di inget inget terus."
Brak
"Sayang, itu siapa? Ganteng banget?"
Clarissa terlonjak kaget ketika Maya tiba tiba masuk ke kamarnya dan menodongkan pertanyaan seperti itu.
"Ih, Bunda! Rusakin momen aja."
"Itu siapa di bawah? Ganteng banget. Temen kamu? Apa pacar kamu?"
Pacar?
Tiba tiba ingatan Clarissa tentang Bagas yang mengajaknya kembali bersama alias balikan kembali terngiang. Clarissa menatap Maya penuh selidik.
"Bun, orangnya gimana?"
"Ck! Dia ganteng, putih, tinggi, kumisnya tipis, ah pokoknya ganteng deh. Coba aja Bunda masih muda, udah Bunda embat dah tuh orang."
Clarissa mengambil ponselnya yang tergeletak di samping bantalnya. Dia mencari foto Bagas dan menunjukkan pada Bundanya.
"Ini bukan, Bun?"
"Ih bukan, atuh! Jauh. Ini mah burik!"
Seketika tawa Clarissa pecah setelah Maya mengatakan burik. Receh banget memang.
"Terus siapa, Bun? Kan yang sering kesini Kevin doang."
"Nah itu, Bunda sampe lupa nanya namanya siapa. Orang Bunda syock liat anak orang ganteng banget gitu."
"Siapa sih?"
"Samperin aja gih!"
.
.
.
"Heh!? Rey ngapain kesini?"
"Nih, bawain sesuatu buat lo."
"Apa?"
Clarissa duduk di samping Rey, menatap dua kantong keresek berwarna putih yang entah apa isinya.
"Kok jajanan semua, Sasa udah minta tolong dibeliin sama Kevin."
"Nah itu, tadi Kevin ketemu gue di minimarket, dia lagi pilih pilih jajanan. Tapiiii, Dia ketemu gue dan langsung kasih keranjang belanjaannya ke gue."
"Terus?"
"Kevin nganterin Ce____."
"Cewek?"
"Bukan."
"Kevin mah gitu! Di mintain tolong dikit aja, ada cewek cakep langsung nggak jadi nolongin!"
"Cemburu kok sama Cecep." Sindir Rey sengaja mengeraskan nada bicaranya.
"Ce__hah? Cecep? Tadi kan Rey bilang sama Sasa, cewek?"
"Orang gue belum bilang kok."
"Ya, ya, ya tapi kan Rey bilangnya nggak langsung sih!"
"Makanya kalau ada orang dengerin dulu sampai bener bener selesai, biar tahu apa yang sebenarnya. Jadinya gak salah tangkep, nggak salah paham. Belajar deh jadi pendengar yang baik."
"Iya deh."
Rey hanya menghembuskan nafasnya kasar. Padahal Clarissa yang memotong pembicaraannya tadi, tapi yang salah? Tetap cowok juga. Nasib nasib.
"Rey bukain jajannya."
Clarissa menodongkan bungkusan keripik singkong berukuran cukup besar pada Rey untuk membantu membukanya.
Rey menerimanya lalu merobek bagian atasnya, mengasongkannya kembali ke Clarissa dengan mencomot beberapa dari isinya.
"Ish! Jangan diambil!"
"Telat, udah kena mulut gue."
"Lagian nggak nanya dulu! Salah siapa?"
"Emang kalau gue nanya dulu, nggak boleh diambil gitu?"
"Ya boleh. Tapi kan____"
"Banyak tapi tapinya lo, Sa."
Saking gregetnya dengan Clarissa, Rey mencubit dan menarik hidung Clarissa sampai tersedak. Rey tertawa, melihat wajah Clarissa yang memerah.
"Kenapa semua cowok suka MENGANIAYA?!"
"Dih, siapa bilang?" Rey meraih sebotol minuman. Setelah membuka tutupnya dia mengasongkannya pada Clarissa, "minum dulu."
"Huft! Kek sesak nafas!"
"Jelek banget lo, tau gak?"
"Kata siapa Sasa jelek?"
"Kata gue lah!"
"Ck! Nggak menghargai ciptaan Tuhan, ih. Tuhan aja yang nyiptain kita bangga karena menjadi ciptaan yang sempurna, malah Rey bilang Sasa jelek. Harusnya Rey bersyukur punya badan yang bagus, nggak cacat, terus ganteng. Ah! Pokoknya perfect deh!"
"Iya bu nyaii!"
"Bukan nyai!"
"Iya ibu queen."
"Jangan queen, entar takutnya missqueen!"
"Iya cantuiq!"
"Jangan ada qolqolahnya kalo ngomong. Lebay tau!"
"Halah, bodo amat!"
Kedua tertawa, setelah asyik berbincang dan menghabiskan hampir satu keresek jajanan itu, Rey memutuskan untuk pulang karena Mamanya sudah menelfon untuk mengantarkannya ke tempat arisan.
Biasalah, ibuq ibuq.
"Assalamu'alaikum tante, saya pulang dulu. Maaf berantakin rumahnya."
"Wa'alaikumsalam, gapapa. Sering sering ya, main kesini."
"Iya tante. Om, saya pulang dulu ya?"
"Iya, hati hati, Nak."
"Duluan, Sa."
"Iya."
"Hati hati ya ganteng, jangan ngebut ngebut bawa motornya!" Teriak Maya ketika Rey telah melewati gerbang rumahnya.
"Siapa, Kak?" Tanya Ayahnya sembari menepuk pundak Clarissa.
"Astaghfirullah. Ayah ngagetin aja!"
"Pacar?"
"Bukan ih, itu temen sekolah."
"Bagas kemarin juga temen sekolah, tapi jadi pacar." Ucap Maya dengan nada tak suka dari belakangnya.
"Bunda ih, Sasa beneran."
"Siapa, Kak?" Tanya Ayahnya, lagi.
"Rey."
"Bukan pacar, kakak?"
"Bukan, Yah."
"Tapi Kakak suka? Sampai gitu liatinnya."
"Enggak, Yah. Emang harus gimana liatinnya? Dipelototin? Yakali."
"Yaudah yuk masuk dulu."
.
.
.
.
"NANA?! INI BENERAN? DEMI APA?!"
"Demi kentutmu yang baunya naudzubillah!"
"Ih, Nana serius? Ini nilai Sasa seratus? Sasa takut ih!"
Nana memutar bola matanya malas, heran dengan temannya yang satu ini. Dapat nilai jelek nangis nyalahin diri sendiri, giliran dapat nilai bagus takut gurunya salah koreksi.
"Beneran Sasa! Perlu gue koreksi ulang?"
"Ya jangan lah, nanti kalau ada yang keliru nilai Sasa nggak jadi seratus dong."
"Ya udah, gitu aja ribet lo, Sa."
"Bukan ribet, Nana. Tapi Sasa itu waspada."
"Halah, waspada kentutmu!"
"Nana ngomongnya kentut mulu, pengen berak ya?"
"Kalau iya kenapa?"
"Ya ke kamar mandi."
"Sasaaaa..."
"Iya kenapa?"
"Enggak."
"Ya udah sebagai rasa bersyukur nanti Nana bakal Sasa kasih hadiah, mau gak?"
"Seriusan?"
"Enggak, kita cuma temenan Nana."
"Sasaaaaa..."
"Iya serius."
Sesuai yang telah dijanjikan Clarissa pada Nana, Clarissa akan menraktirnya. Nana terlalu bersemangat hingga dia harus menunggu Clarissa yang tak kunjung datang.
Bosan.
Satu kata yang sangat mewakili dirinya saat ini, dia sudah memesan makanannya sejak tadi, bahkan hampir habis dimakan. Sedangkan yang akan membayar belum juga datang.
Nana tersentak kaget saat tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dengan kasar. Bahkan cilok terakhir yang hampir masuk ke mulutnya itu terjatuh. Nana menarik napas panjang lalu menghembuskannya kasar. Giginya menggertak, lalu dia berbalik badan dan mendapati seorang lelaki memakai hoodi merah dengan tulisan Playboy dibagian tengahnya serta celana seragam SMP yang kekecilan.
Nana menatap lelaki itu bingung, 'siapa sih nih anak? Songong banget!' Pikirnya.
Nana menatap tajam lelaki itu sambil menaikkan sebelah alisnya, tangannya masih bersidekap.
"Beli ciloknya mbak, 10 ribu aja!" Katanya sambil memberikan selembar uang lima puluh ribuan.
Nana mencebik kesal. Dia kembali duduk tanpa menanggapi ucapan lelaki itu.
"Mbak! Niat jualan gak? Gue mau beli nih!" Lelaki itu langsung melempar uang berwarna biru itu kearah Nana.
Sontak Nana bangkit, bahkan bangku yang tadi diduduki sampai jatuh karena terlalu kasar.
"Gak ada sopan santunnya ya lo jadi anak!" Katanya sedikit membentak, namun dia tahan karena masih banyak pelanggan disini.
"Ya lo juga mbak! Niat jualan gak? Gue mau beli juga! Cepet!"
Nana tentu tidak terima, dia bukan yang berjualan disini sekarang, hanya saja Pak Jaya, penjual cilok, sedang ke WC Umum dan dia menitipkannya pada Nana. Kebetulan karena Nana pelanggan yang terakhir dilayaninya.
"Mbak woy! Lo budek apa gimana?! Gue mau beli!"
"Heh! Bocah SMP! Bukan gue yang jualan!"
"Oh," dengan santainya lelaki itu langsung mengambil uang yang tadi dilemparnya.
"Kirain anaknya Pak Botak." Sambungnya.
Pak Botak adalah sebutan lain dari Pak Jaya yang tidak memiliki rambut sama sekali dikepalanya.
"Lagian jadi anak gak punya sopan santun. Kirain udah diajarin sama orang tua, tapi kayaknya gak deh. Oh jangan jangan lo gak sekolah ya?" Cerocos Nana asal, terlalu malas menanggapi anak seperti lelaki di depannya ini.
"Gue sekolah! Gue punya orang tua! Gue orang kaya! Dan yang penting gue ganteng! Oiya! Jangan lupa...." lelaki itu mengambil tisu dan menyeka pipinya, lalu tisu bekas itu dia lempar kearah wajah Nana. "Air luir lo najis mbak! Mana bau jigong lagi!"
Dan bodohnya, Nana malah mencium tisu bekas yang dilempar kearahnya tadi.
"Bodoh banget jadi cewek! Gitu aj___"
"NANAAAAA!!!" Panggil seseorang dari arah belakang yang menenteng 2 paper bag disetiap tangannya.
"Clarissa."
"Kak Sasa."
Kata mereka berdua kompak, membuatnya saling pandang. Namun tak lama, mereka kembali membuang muka.
"Eh? Surya? Lo ngapain disini?"
Lelaki itu Surya, Surya Adib Abraham, adik dari Kevin Ailen Abraham.
"Mau beli cilok lah! Masa mau boker!"
"Eh iya! Santuy elah, Sur!"
"Dia siapa lo?" Tanya Nana sinis sambil melirik Surya dengan ujung matanya.
"Adeknya Kevin,"
"HAH?! MANA ADA KEVIN PUNYA ADEK BENTUKANNYA GINI?!" Pekik Nana karena terkejut.
"GAK USAH NGEGAS MBAK!" Seru Surya yang tak terima.
"Lo ngapain baru dateng, Sa. Keburu jamuran gue disini! Ini juga," tunjuknya pada Surya yang masih melipat kedua tangannya menantang.
"Ini baru beli sesuatu," Clarissa mengasongkan sebuah paperbag pada Nana, "hadiah buat lo."
"Terus ciloknya gimana? Gue udah makan belum dibayar."
"GAK PUNYA UANG AJA BELAGU!"
"HEH MULUT LO MINTA DI CEBOKIN PAKE AIR SELOKAN?!"
"Perasaan dulu di rumah Kevin gue nggak nemu makhluk kek gini."
"Lo kek makhluk astral, pantes gak keliatan dan lo gak bisa liat gue."
Nana tersenyum kecut, dia membuang muka. Muak sepertinya melihat wajah adik dari Kevin ini.
"Gue balik ya, Sa. Enek gue liat muka dia, ngeselin parah!"
"Gii bilik yi, Si. Inik gii liit miki dii, ngisilin pirih!"
Nana menggertakkan giginya, dia menatap tajam Surya. Dua jarinya dia arahkan dari kedua matanya dan mata Surya bergantian. Lalu Nana bergegas pergi dengan kaki yang dihentak hentakkan. Tak lupa mata pengunjung yang masih fokus pada mereka.
"APA LO LIAT-LIAT? GANTENG KAN GUE? AWAAASSS... NANTI JATUH CINTA.."
Pengunjung yang awalnya menatap mereka langsung kembali keaktifitasnya.
"LIATIN AJA GAPAPA DEH! GUE NGERASA JADI SELEB!"
"Dasar! Udah songong! Narsis lagi! Hih!" Gumam Clarissa pelan, sehingga Surya tidak akan mendengarnya.
"Kak Sasa ngapain kesini?"
"Gapapa sih, mau beli cilok doang."
"Sama Bang Alien gak?"
"Hah?!" Beo Clarissa bingung dengan penuturan Surya.
"Sama Bang Kevin Alien gak?"
"Sendirian, niatnya mau traktir Nana, tapi malah udah pulang, lo sih Sur! Tapi bentar deh! Kok? Alien?" Clarissa menggaruk telinga sambil berpikir. "Kevin Ailen Abraham." Gumamnya.
"ASTAGA! SURYA! ABANG LO AILEN BUKAN ALIEN!!"
Surya hanya menunjukkan cengiran kudanya sambil menggaruk belakang telinganya.
"Gapapa lah, gak tahu juga tuh orang. Oiya nih Pak Botak kemana coba? Gak balik-balik!"
"Lah iya, kok dari tadi lo diem aja?"
"Katanya mbak tadi lagi ke WC sih, tap_____Nah itu! PAK BOTAK CEPET DONG! LAPER PAK!"
Clarissa langsung menutup kedua telinganya cepat sebelum gendang telinganya rusak karena suara jember milik bocah SMP ini.
"Oiya, abis boker, Sur. Hehee.."
"Udah cuci tangan belum, Pak? Bau tai 'ntar ciloknya!"
"Udah, santai aja. Oiya Neng Masako mau beli sabaraha?"
Clarissa mendengus sebal, pasalnya selalu saja Pak Jaya memanggilnya dengan merk penyedap rasa. Mentang-mentang dipanggilnya Sasa. Ngubah nama sembarangan.
"15 ribu aja pak, ini yang 15 buat bayar yang tadi udah beli temen saya."
"Surya 10 ribu, Pak."
"Siyap, tuan dan nyonya.."