Chapter 3 - 02

"Aahhh.. pelan pelan, Vin."

"Aduuuhhh... Bundaaaa.."

"Aduh, Kevin bego! Sakiiiittt."

"Ini aja udah pelan, Sasaa." Balas Kevin menenangkan.

"Ish! Gak berperi.ke.ma.nu.si.a.an!"

"Aauuuhhh..Keviiinnn."

Tok tok tok

"Gimana?" Tanya Maya, Bunda Clarissa, sembari memasuki kamar putri semata wayangnya. Tangan sebelah kiri membawa kotak P3K dan tangan sebelah kanan membawa satu toples berisi makanan ringan.

"Sakit, Bun."

"Namanya juga kekilir, dipijit pasti sakit."

"Kevinnya aja yang asal mijit! Sok sok-an jadi tukang urut!"

"Kok jadi gue? Sasa, Tante. Dibilangin kakinya jangan banyak gerak, dilurusin dulu. Tapi ngeyel Sasanya."

"Iih, bukan Sasa yang salah, tapi Kevin yang salah." Kekeh Clarissa membela dirinya.

"Apa apaan gue yang salah, udah ditolongin bukannya makasih juga." Sinis Kevin, dia melirik Clarissa dengan ujung matanya.

"Udah deh, Bunda yang salah." Sontak Clarissa dan Kevin langsung menatap Maya yang tiba tiba angkat bicara.

"Lah kok Bunda?" Tanya Clarissa dan Kevin bersamaan.

"Lah wong kalian aja gak ada yang mau ngalah. Yaudah Bunda aja yang ngalah."

Perdebatan itu tidak berlangsung lama, karena setelah itu Clarissa dan Kevin langsung menyumpal mulut keduanya dengan keripik singkong.

Malam ini Kevin dipaksa menginap dirumah Clarissa setelah makan makan tadi, karena memang tujuan awal Clarissa itu adalah untuk nebeng sekolahnya. Tapi karena Vina, Mama Kevin, yang selalu saja menelfonnya dan memeksa dirinya untuk pulang. Alasannya seperti biasa, karena Clarissa adalah seorang anak perempuan, tidak baik jika laki-laki menginap di rumah seorang perempuan. Padahal, jika saja Kevin diizinkan menginap, dia akan tidur dikamar tamu. Tidak mungkin juga Maya mengizinkan anaknya tidur sekamar dengan Kevin, walaupun dia sudah mengenalnya sejak mereka masih kecil.

.

.

.

.

"Berangkatnya Sasa gimana, Bun? Emang beneran Kevin udah berangkat?"

"Tadi sih katanya udah, anterin Mamanya."

"BUN, DASI HITAM AYAH DIMANA, BUN?" Teriak Samuel, Ayah Clarissa, dari dalam kamarnya.

"ADA KOK, DI DEKET LEMARI."

"GAK ADA, BUN. COBA SINI BANTUIN DULU."

"Bentar ya, Sayang. Ayah kamu itu emang gak mau diajak kompromi."

"Iya, Bun."

Clarissa menghentakkan kakinya, tidak sesakit hari kemarin. Setelah dipijat Kevin dan Bundanya semalam, rasa nyerinya sedikit hilang. Clarissa mengeluarkan benda pipih berlogo buah apel yang ujungnya keropos itu, lalu dengan lincah jarinya mengetikkan sesuatu.

Beberapa menitenunggu balasan, akhirnya dia mendapat persetujuan. Clarissa mengambil tas yang sempat dilempar ke sebelahnya, lalu memakai sepatunya.

"BUNDA, AYAH, SASA MAU BERANGKAT YA?"

"BUUN.. YAAAHH?"

"IYAAA.." Jawab kedua orang tuanya sama teriak

"SASA BERANGKAT YAAA.."

"ASSALAMU'ALAIKUM.."

"WA'ALIKUMSALAM. HATI HATI YA, SAYANG."

"IYA BUN."

"BERANGKAT SAMA SIAPA, KAK?"

"SAMA NANA, YAH."

"YA UDAH, HATI HATI. MAAFIN AYAH GAK BISA NGANTERIN."

"IYA YAH."

Akhirnya pagi ini Clarissa berangkat bersama Nana. Bukan karena alasan Ayahnya tidak bisa mengantar dirinya ke sekolah tapi karena memang mobilnya sedang berada di bengkel, dan dia dijemput oleh karyawannya hari ini.

.

.

.

.

"Duit gue ilang, Babi!"

"Ya bukan salah gue, Monyet!"

"Kampret banget lo!"

"Loh kok gue? Jelas jelas dari tadi gue bareng Kevin. Lo aja diajak ke kantin bareng gak mau!"

"Sialan! Jangan ngeprank deh. Gue gak ulang tahun."

"Lah, kata siapa lo ultah?" Kevin mengasongkan jus jambu kesukaan Rey dan mengaduk jus jeruk miliknya.

"Ya duit gue ilang, Kevin. Astaga! Otak Lo pinter jangan kepinteran sampe sampe kaya gini aja lo gak paham."

"Ken, lo bego jangan bego bego amat deh. Itu ditangan lo apa kalo bukan duit, hah?"

Mendengar Kevin, Kenan langsung menatap tangannya yang menggenggam sesuatu. Dua lembar uang dua puluh ribuan di tangannya.

"GOBLOK SIA!"

"Lo aja yang bego, Ken!" Maki Rey sambil tertawa puas.

"Mang, jus kangkungnya satu ya."

"Siyap, Mas."

Mang Rojak, petugas kantin yang biasanya mengantarkan minuman itu sudah paham dengan kata kata aneh yang keluar dari mulutnya Kenan. Misalnya saja sekarang, Kenan pesan jus kangkung, padahal yang dimaksud jus wortel, memang sih tidak ada yang mirip dari kangkung dan wortel, tapi kata Kenan, 'kan sama sama sayur, jadi ya gapapa'.

Ya, dulu sudah pernah terjadi Kenan yang meminta Jus kentang, padahal yang dimaksud jus tomat. Bisa dibayangkan jika Mang Rojak pensiun? Bisa bisa petugas baru kantin benar benar akan membuatkan Kenan jus kangkung beneran.

"Tapi ini jelas jelas gurunya yang curang!"

"Bukan gurunya, Sasa. Tapi lo aja yang gak teliti."

"Gue udah teliti, Nana. Tinggal kasih tanda strip aja susah amat."

"Lo kira masih SD bisa dibetulin gitu aja?"

"Ya itukan dikit, Nana. Nanggung banget, padahal udah hampir 80 nilainya."

"Ya udah syukurin aja, yang penting gak remidial."

"Tetep aja, Na. Masa Sasa salahnya cuma gak dikasih min, nilainya jadi 76. 4 point sendiri, Na. Emang dasarnya aja curang."

"Lo yang gak teliti, Sasa. Astaga!"

"Kan namanya juga lupa."

"Yah oke."

"Ck! Mana minum Sasa?!" Todongnya pada Kevin setelah sampai di kantin, tepatnya di meja yang biasa mereka berlima pakai.

"Jus alpukat?"

"Yaiyalah! Mana?"

"I-itu lagi di pesenin. Bentar, gue ambil dulu."

Kevin berlari menghampiri Mang Rojak, menerobos antrian kantin begitu saja. Kevin langsung menodongkan uang sepuluh ribuan dan meminta jus alpukat dibuat lebih dulu, sebelum Clarissa badmood dan marah marah padanya.

"Makasih, Mang."

Kevin berlari dan langsung duduk disamping Clarissa dia mengasongkan jus alpukat itu dan langsung di serupus hingga tersisa setengahnya.

"Vin, masa___"

"Nanti jalan jalan ya." Ajak Kevin, karena dia tahu arah pembicaraan Clarissa yang akan mengadu nilai padanya.

"Beneran?"

"Iya."

"Oke, beli boneka beruang buat, Sasa."

"Iya."

"Lima."

"Iy___hah? 5? 2 aja."

"Empat."

"Satu."

"Yaudah tiga."

"Dua, Kevin."

"Oke."

"Beneran?"

"Iya."

"Yey.. sayang Kevin."

Cup

Lagi dan lagi, Clarissa langsung mencium sebelah pipi Kevin di depan orang banyak. Oke, Kevin kali ini sudah kebal. Pagi tadi dia sudah minum obat diare yang dibeli bareng Mamanya.

"Uhuuooeeekkk.."

"Lo ngapain, Ken?"

"Gue hamil, Rey."

"Bego!" Maki Nana. Dia berdiri dan bergegas memesan minuman untuknya sendiri.

"Yah, Nana pujaan hatiku. Tega sekali lo nyebut gue bego ya ampun."

"GUE GAK DENGER!"

"IYA LOVE YOU TOO."

"Btw, kenapa Kevin berangkat duluan tadi?"

"Beli obat diare."

"Buat siapa?"

"Buat semut yang mati dibakar Kenan semalem." Ledeknya membuat Clarissa mengerucutkan bibirnya

"Ya buat gue lah." Kevin merangkul pundak Clarissa dan menarik kepalanya untuk bersandar di bahunya.

"Oohh.."

"Rey." Panggil Clarissa, Rey mengangkat sebelah alisnya.

"Diem aja."

"Oh, lagi males aja."

"Kenapa males?"

"Ya.. ya.. ya gapapa. Emang kenapa?"

"Gapapa sih, cuma mau bilang. Kok Rey ganteng?"

Rey melebarkan matanya, lalu menatap Kevin sekilas. Dia menggaruk tengkuknya memalingkan wajahnya.

"Ya karena gue cowok. Kalo gue cewek gue cantik dong."

"Hahaa.. jawaban yang diplomatis."

"Jawaban diplomatis itu apa ya, Vin? Sasa lupa."

"Jawaban diplomatis itu jaw______"

"Hai, Vin. Lo udah makan? Makan bareng gue yuk."

Clarissa memutar bola matanya malas, nafasnya berhambus kasar. Dia bangkit lalu beralih duduk disebelah Kenan, membiarkan Kevin yang tangannya di gelayuti Mela.

Mela, namanya Qamela Okalina. Dia menyukai Kevin sejak MPLS dulu, tanpa malunya dia pernah menembak Kevin dilapangan basket dengan balon berbentuk Love berwarna merah dipelukannya pecah tepat saat Kevin terang terangan menolak perasaan Mela untuknya.

"Eh, masa_____MELA LO NGAPAIN KESINII?" Teriak Nana histeris, dia sangat gedeg dengan Mela yang capernya Naudzubillah.

"Ya gue mau samperin Kevin aja sih."

"Oiya tadi Bu Reta manggil Gue, Sasa, sama Nana buat keruangannya."

"Yuk, Sa. Yuk, Na."

Kevin langsung menyingkirkan tangan Mela yang memeluk erat lengannya. Kevin menatap Sasa dan Nana dengan mengedipkan sebelah matanya. Mereka langsung paham, dan setuju untuk meninggalkan kantin saat itu juga.

"Kevin Kevin. Gue jangan ditinggalin. Aduh!" Mela yang berniat mengejar Kevin, malah tersandung kakinya sendiri, sampai akhirnya dia jatuh tersungkur ke lantai.

"PANIK GAK? PANIK GAK?" Teriak Kenan.

"PANIKLAH MASA ENGGAK!" Jawab Rey dan beberapa siswa yang memang sedang memperhatikan mereka.

.

.

.

.

TBC