Jauh dari kata menyenangkan, saat tahu ternyata ekspektasi dan realita sangat berbeda.
"Kamu nyakin itu perhiasan cocok untuk Riu? bagaimana kalau aku lihat dulu?" tanya Ayun mengalihkan percakapan mereka berdua. Jero menarik nafas dengan berat, "Tidak perlu!".
Ayun terkejut mendengar itu tapi ditekan kuat perasaan tidak senangnya. "Jero, aku wanita. Aku ahli dengan segala jenis perhiasan. Kamu tahu itu" kata Ayun.
"Sebaiknya kamu turun, lain kali saja bicara tentang ini" pinta Jero tanpa basa basi lagi. Ayun kebingungan melihat arah luar, ia baru tahu telah sampai di depan rumahnya.
Mata Ayun meredup dari semangat juangnya. "Eh, terimakasih tumpangannya. Hati-hati Jero di jalan" ucapnya seraya menyodorkan bagian tubuhnya, Jero menanggapi seperti biasa tapi ayun mengerakan wajahnya dengan cepat, tak pelak menempel di tempat yang tidak boleh. Sigap situasi, Ayun berusaha keras membuat Jero mengikuti tetapi Jero melepaskan pada detik pertama.
"Jangan konyol, Ayun" tegur Jero tidak senang. Ada perasaan bersalah timbul di hati ingat Riu di rumah.
"Kenapa? dulu, kita sering lakukan" jelas tidak senang dari nada suara Ayun.
"Riu" kata Jero tidak mau bersusah payah menjelaskan lebih jauh.
"Jero, bisakah kita tidak bicarakan wanita itu" ucapnya kesal, tangannya memegang tas kencang.
"Wanita itu ada namanya" tegur Jero tidak suka. Mengapa sulit sekali ayun memanggil nama istrinya pikir Jero padahal nama ini jelas tidak ada duanya di dunia.
"Aku tidak mau. Aku ingin Jero aku kembali" tolak Ayun cemberut.
"Berfikir pintar Ayun" teguran kali ini lebih keras. Ayun tidak bodoh, ia tahu dengan sedikit trik maka Jero akan membiarkan keinginan pribadinya.
"Jero. Aku sangat mencintaimu" kata Ayun tidak mau kalah.
"Aku tidak" tolak Jero cepat. Ia terlalu mencintai Riu, mana bisa di gantikan.
"Kamu kejam" kata ayun dengan mata mulai merah.
"Aku pernah menikah dengan kamu, katakan aku kejam pada bagian hidup mana" ujar Jero seperti menyalahkan kebodohan ayun saat itu, di sentil lembut dahi Ayun. Tahu diperlakukan seperti dulu, Ayun tersenyum senang.
"Selama kita menikah kamu tidak melakukan hal yang sama seperti Riu" protes Ayun yang memang dibenarkan diam-diam oleh Jero.
"Kamu tahu perkataan kamu ini akan berakibat tidak menyenangkan pada persahabatan kita" bujuk Jero dengan membuat perasaan bersalah ayun, biasanya ayun berhasil tergugah.
"Tidak peduli. Aku butuh kamu" kilahnya dengan nada sumbang.
Kalimat terakhir membuat Jero terdiam. Ayun meraih satu tangan Jero dengan hati-hati untuk menariknya keluar dari mobil. Mau tak mau diikuti.
"Ayun". Teguran kali ini dipengaruhi suara yang tidak nyaman dari Jero.
"Beri aku kesempatan" kata Ayun mendesak Jero yang kaku.
"Tidak" ucap Jero tegas. Riu adalah wanitanya, tidak ada yang lain.
"Aku ingin kita mulai dari awal. Aku tidak masalah mengenai status asalkan kita bersama lagi seperti dulu"katanya tanpa keraguan bahkan terasa benar untuk dibuat.
Jero terdiam mendengar penjelasan Ayun. Ia bukan tak mengerti tetapi ada bagian dari masa lalu juga yang terusik. Lengan ayun melingkar kuat di pinggang bahkan kepala menempel erat di depan.
"Aku minta maaf telah membuat kita kesulitan tetapi aku benar-benar mencintaimu" katanya lagi berusaha menyakinkan dengan segala kemungkinan.
Ayun tenggadah menatap Jero dengan wajah memelas. Jero menarik nafas dan membalas perlakuan Ayun terhadap dirinya. Hal ini tentu membuat senang, kebutuhan sederhana seorang wanita yang di perlakukan bak kekasih.
"Istirahatlah. Besok aku hubungi". Jero berusaha melepaskan tangan Ayun yang bertengger di pinggang.
"Besok kita berangkat bersama ke pesta Carlo seperti dulu, bagaimana?" tanya Ayun memberikan ide seperti dulu dimana ada kata kita untuk mereka berdua.
"Aku belum mengecek undangan, besok aku kabari" tolak Jero masuk akal. Bagaimana juga ia tidak bisa membiarkan Ayun mengendalikan dirinya lagi.
"Janji ya" kata Ayun manja. Tangannya memegang tangan Jero, ada enggan dilepaskan.
"Tidurlah. Kamu tahu aku tidak suka kamu memiliki mata panda" pinta Jero lembut. Sekeras apapun ia pada ayun, tetap saja bagian kecil untuk memperhatikan tidak bisa lepas.
"Ya" kata Ayun ikut lembut. Jero melakukan hal biasa yang dilakukan suami istri depan pintu untuk berpamitan. Sebuah kebiasaan memang sulit dihilangkan jika dilakukan bertahun-tahun. Iapun masuk kedalam mobil setelah mengetahui Ayun bergegas masuk rumah. Mobil berjalan cepat menuju rumah Riu yang tak lain rumahnya.
Ayun tersenyum-senyum seperti orang gila. Ditangan ada tas tapi ia mengambil tas yang salah. Ia berfikir untuk mandi lebih dulu sebelum melihat isi tas. Seandainya Jero menyadari kesalahannya mengambil tas maka ia bisa saja mengembalikan tetapi biasanya Jero tipe tidak mau repot jadi bisa dipastikan isi tas untuknya.
Kunci diputar dengan hati-hati lalu masuk ke dalam. Ayun memperhatikan saat melihat isi rumah, tidak ada satu perabot apapun di sini. Ia bangkrut. Kaki melangkah ke kamar, di lantai ada karpet, tempat tidur dan lemari. Perlahan-lahan ia membuka baju, tampak memar bekas ikat pinggang di punggung. Rasa sakit terkena air hujan menyebar, selama perjalanan pulang berusaha keras untuk tidak kesakitan. Tangannya gemetar mengobati dengan obat luka yang ada di dekat tempat tidur.
"Jero, aku pasti akan mendapatkan kamu lagi!"
Setelah selesai, Ayun tidur tengkurap. Terlalu lelah hingga dalam hitungan detik, ia sudah jatuh dalam mimpi.
Sementara itu diluar rumah Ayun, Carlo merokok dengan kesal. Kejadian di toko, ia tahu semua karena ia ada di sana. Tak mengira Ayun akan melupakannya begitu bertemu Jero di dalam toko.
"Aduh, jangan cemburu teman" ejek Caoli menghembuskan asap ke udara bebas yang masih dipenuhi hujan melalui jendela mobil yang terbuka.
Mata Carlo melotot, "Diam!". Caoli mengangkat bahunya untuk membuang puntung rokok kemudian menyalakan mesin mobil meninggalkan rumah Ayun.
"Pesta ini dibuat untuk kejutan Ayun tapi berantakan. Kamu pikir Ayun bisa mudah melupakan Jero! pikir lagi". Caoli sengaja bikin panas hati Carlo. Beberapa pepatah lama ada disebutkan, ia hanya menambah saja pada hati yang terluka.
"Wanita itu!" teriak kencang Carlo, kemarahannya tidak dapat ditutup. Caoli menyeringai total, kali ini akan membuat drama heboh tanpa disadari.
"Sudahlah, kita bersenang-senang saja di diskotik. Ada banyak wanita untuk kita berdua, apa perlu kita panggil Jero bergabung?" tanyanya seakan berfikir.
"Tidak perlu kita saja!" jawab Carlo marah. Kalau memanggil Jero pasti Ayun akan ikut juga pada akhirnya, emosinya terlalu tinggi, ia takut akan memukul Ayun lebih brutal. Luka di punggung saja belum sembuh dan semalam telah ditambah lagi, ia khawatir Ayun bisa berakhir di rumah sakit pikir Carlo.
Caoli tersenyum sinis dalam hati, satu terjebak tinggal beberapa lagi. Ia harus sangat sabar demi mendapatkan wanita pujaannya, Riu.