Gadis berambut merah tembaga itu sudah berulang kali menguap. Gerak geriknya sedari tadi sudah mulai menunjukan rasa bosan dengan pelajaran kepribadian menjadi seorang Putri.
Karena terlahir sebagai seorang Putri kerajaan memang anugrah. Namun kewajiban yang harus dilakukan adalah suatu hal yang sulit baginya saat ini. Karena aturan istana adalah mutlak.
Selama satu jam gadis itu hanya menatap jengah Matilda, mentor yang diutus Istana untuk melatih baik putri ataupun pangeran untuk menjadi seorang penerus yang mereka bilang layak lebih tepatnya.
"Putri Indira, kau harus merapatkan ke dua kakimu ketika duduk." Suara tajam Matilda menyadarkan Indira dari lamunan.
Indira hanya mengembuskan napas pelan, demi langit! ini membuatnya merasa tidak nyaman.
Indira bahkan lebih menyukai memanah seharian di hutan daripada harus duduk di sini seperti orang bodoh. "Apa ini masih lama miss?" akhirnya Indira bertanya dengan nada tidak sabar. Matilda menatapnya berkilat kilat, Indira bisa melihat mata abu abunya di balik kacamata yang ia pakai, yang sedikit menurun.
Matilda berusia 45 tahun, bertubuh pendek dan memiliki rambut ikal. Matilda sudah menjadi kepercayaan kerajaan Varka untuk melatih kepribadian dan manner calon pemimpin. Wajahnya yang ramah sangat berkebalikan dengan sifatnya yang kaku. Saat ini Matilda hanya mengajari putri Indira dan sepupunya Elsie.
"Aku bertaruh kau memilih memanah di hutan daripada terjebak disini," bisik Elsie lembut. Indira menyerigai karena tebakan Elsie benar, Indira akui bahwa Elsie gadis yang begitu lembut; memiliki wajah cantik dan rambut coklatnya yang panjang bagai sungai mengalir, kulit putih sepucat susu yang bersinar jika di bawah cahaya.
Elsie gadis yang cukup feminim dan memiliki kesopanan yang tinggi, dan menurut Indira lebih pantas Elsie yang menjadi putri kerajaan daripada dirinya sendiri. Dan Elsie juga memilki, mata semanis madunya bisa menghipnotis lelaki manapun.
Indira medekat dan berbisik "Kau selalu mengerti tentangku."Sedangkan Elsie hanya terkekeh melihat tingkah sepupunya itu.
"Baiklah nona dan Putri, untuk pelajaran sampai disini saja. Minggu depan kalian akan praktek bagaimana cara minum teh khas kerajaan Varka," jelas Matilda sambil melirik Indira dan Elsie.
Setelah pelajaran selesai Matilda segera keluar dari ruangan sambil berjalan anggun, tentu saja Matilda harus menjaga citra keanggunan dan kesopanan karena citranya sebagai mentor kerajaan.
Akhirnya untuk saat ini Indira bisa bernapas lega, karena materi ini sudah selesai. Dengan cepat Indira beranjak dari duduknya, sejenak ia melirik Elsie yang masih menulis catatan tentang materi tadi.
"Sampai jumpa Elsie." Indira menepuk bahu Elsie pelan kemudian meninggalkan ruangan.
Istana Varka tidak seperti Istana pada umumnya. Namun istana ini lebih mirip sebuah kastil. Cukup luas dan penataan ruangan yang rapih dinding yang dilapisi warna emas dan karpet merah yang ada di sepanjang marmer Istana, setiap dinding ruang masuk istana dihiasi Lukisan dari Raja pertama Varka sampai dengan Raja Lorcan.
Di belakang istana ada sebuah danau serta kebun bunga sang Ratu terdapat juga peternakan sapi dan kandang kuda. Indira sendiri lebih suka berlatih memanah di danau karena suasananya yang cukup tenang.
"Putri, kau sudah selesai?" suara Liara mengema di lorong istana ia berjalan menghampiri Indira. Liara gadis yang sebaya dengan Indira, ia adalah pengawal pribadi Indira, sekaligus sahabat Indira sejak kecil. Liara sudah tidak memiliki orang tua sejak berumur 3 tahun. Ia diasuh oleh bibinya yang kebetulan pelayan di Istana.
Raja Lorcan menawarkan Liara untuk menjadi tameng Indira, kemudian ia mendapat pendidikan khusus untuk menjadi prajurit sekaligus pengawal Putri, maka dari itu ia memiliki sikap yang lumayan kaku atau serius namun jika saat bersama Indira ia bisa menjadi orang yang paling banyak bicara. Liara bertubuh tinggi untuk ukuran seorang gadis sekitar 170cm, rambutnya berwarna coklat tua, matanya hitam selegam arang dan bibir tipisnya begitu manis ketika ia tersenyum walaupun jarang sekali. Kulit coklat madunya membuat Liara terlihat semakin manis. Liara adalah orang pertama yang akan melindungi Indira ketika Indira dalam keadaan berbahaya, karena ibarat nyawa Liara adalah harga yang harus dibayar ketika Indira dalam bahaya.
"Aku ingin memanah, rasanya begitu sesak ketika di ruangan Matilda," ujar Indira datar, kemudian berjalan ke danau belakang diikuti Liara.
Liara tidak menanggapinya, ia sudah tau bahwa Putri Indira akan selalu berkata seperti itu setiap kali mengikuti pelajaran kepribadian. Liara akui, bahwa Indira berbeda dengan kebayakan putri bangsawan lainya sejak dulu. Jika yang lain lebih menyukai gaun gaun cantik , maka Indira lebih suka sweater dan celana panjang yang melekat dengan ukuran tubuhnya serta sepatu Boot warna coklat menjadi andalanya.
Jika para Putri suka membaca buku dan duduk manis menikmati pemandangan, maka tidak untuk Putri Indira. Putri Indira lebih suka belajar hal yang berbahaya, seperti berolahraga ekstrim contohnya Anggar salah satu olahraga yang menggunakan taktik ilmu bela diri, olahraga yang menekankan pada teknik kemampuan, seperti memotong, menusuk atau menangkis lawan menggunakan pedang yang berbentuk langsing dan lentur.
"Liara apa yang kau dapat hari ini?" tanya Indira setelah mereka sampai di danau, Indira mulai menggosok ujung panah dengan cermat sebelum memanah bidikanya.
"Saya mendengar, Yang Mulia Raja sedang mendiskusikan bagaimana menyakinkan Kerajaan Castaro bahwa mereka selama ini salah paham," jelas Liara dengan nada tegas.
"Sebenarnya apa yang mereka incar dari kita? Aku tidak paham. Bertahun tahun mereka berupaya menyerang Varka. Walaupun hanya gertakan seperti itu," gumam Indira setelah membidik sasaran.
"Saya rasa ini tentang batu abadi itu Putri. Sejak 12 tahun yang lalu, batu abadi itu menghilang." Liara berdeham sambil menatap langit yang cerah di Varka.
Indira mengerutkan kening heran, karena alasan mereka yang tidak pernah berubah. Bahkan sudah berlangsung 12 tahun lamanya. Batu abadi yng kononya adalah benda peninggalan Dewa untuk Castaro, batu itu bisa memberikan kekuatan yang tak terkalahkan, dan bisa membuat dunia dibawah kuasa kita.
Sejak 12 tahun yang lalu, Castaro hanya mengirimkan gertakan kecil ke Varka, awalnya Varka tidak ingin membalas. Karena jika melawan, Castaro akan menyimpulkan bahwa selama ini dugaan mereka benar jika Varka yang mengambil batu itu. Namun semakin lama, karena menganggu rakyat Varka akhirnya Raja mengirimkan surat ke Castaro. Menjelaskan bahwa mereka salah paham. Raja Varka tidak ingin melakukan penyerangan atau apapun, karena Raja lebih mementingkan kedamaian rakyatnya.
Indira juga menyimpulkan, sangat mustahil jika Raja Lorcan mencurinya, karena Indira yakin ayahnya tidak mungkin mencuri sesuatu yang sangat terlarang. Apalagi mencuri batu abadi itu, maka batu abadi itu masih menjadi misteri sampai sekarang karena tidak ada yang tahu dimana batu abadi itu berada.
Tetapi ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Indira, tentang bagaimana Kerajaan Castaro menuduh kerjaaan Varka mencuri batu abadi itu dari mereka. Atas dasar apa mereka menuduh kerajaan Varka hingga membuat mereka sampai saat ini, mengencarkan serangan berupa menjatuhkan batu -batu dari langit melalui burung rajawali.
"Aku akan ke perpustakaan, kau boleh melakukan tugasmu selanjutnya Liara," perintah Indira kemudian pergi menuju perpustakaan dan meninggalkan Liara.
Liara membungkukan badan kemudian pergi setelah Indira meninggalkan tempat latihan memanahnya. Selain menjadi pengawal Indira, tugas Liara adalah menjadi mentor kedisiplinan bagi anak -anak yang mengikuti pendidikan di sekolah Federick. Penduduk Varka di wajibkan belajar dari usia 15 tahun dan akan berakhir ketika 17 tahun. Hal yang diajarkan;mulai dari belajar baca tulis,wajib militer bagi kaum lelaki dan yang terpenting mengasah kemampuan berperang. Salah satu visi Kerajaan Varka membuat rakyat mereka menjadi lebih maju.
----
Indira begitu penasaran tentang batu abadi itu, batu yang menyebabkan permusuhan antara Varka dan Castaro. Untuk saat ini ia akan berusaha mencari tahu tentang asal usul batu abadi tersebut. Hal yang akan dilakukan Indira adalah pergi menuju Perpustakaan, karena disana banyak buku kuno yang disimpan oleh leluhur Indira dulu. Siapa tahu Indira bisa menemukan sedikit petunjuk tentang batu abadi itu.
Perpustakaan Varka sangat rapi dan luas, lantai yang terbuat dari kayu jati coklat tua terdapat tiga lorong di perpustakaan itu setiap lorong terdapat lemari kaca untuk menyimpan semua buku, dan setiap lemari diberi tema sesuai buku yang di dalam lemari kaca tersebut. Dari politik, kesehatan, sejarah kerajaan, mitos dan kepribadian. Terdapat meja panjang yang terbuat dari kayu dan beberapa kursi, yang digunakan untuk membaca.
Maka dari itu ada ratusan buku tersedia di perpustakaan ini. Indira menuju lorong perpustakaan ke tiga mencari buku tentang mitos yang ada di dunia ini. Jemari lentik Indira menyusuri kaca lemari, kemudian berhenti melihat buku berwara bersmpul merah karena buku itu terlihat mencolok , seketika Indira membuka kaca lemari tersebut dan mengambil buku itu. "Cloch Shoirai"(batu abadi) judul buku tersebut, dengan pelan Indira membuka buku itu dan terlihat sudah menguning dan sedikit berdebu. Halaman awal hanya lembar kosong, halaman selanjutnya ada sebuah gambar kristal berbentuk seperti telur terdapat tiga sisi yang berwarna yaitu merah, biru dan putih. Indira yakin ini adalah gambar batu abadi.
"Putri Indira, maaf mengganggu aktivitas anda. Karena anda sudah ditunggu Yang Mulia Raja dan Ratu di ruang makan," ujar pelayan pria berpakaian seragam istana yang ciri khasnya biru dan hitam.
"Ah, Theron baiklah aku segera kesana." Kemudian Indira meletakan kembali buku itu di lemari kaca. Theron membungkukan badan kemudian keluar dari perpustakaan.
Ruang makan istana dihiasi lampu kristal yang begitu megah dan cantik di atasnya, meja makan yang terbuat dari kayu jati coklat tua terlihat begitu kokoh. Di tengah meja dihiasi dengan buket bunga mawar putih serta gelas kristal tinggi, membuat ruangan itu terlihat cantik.
Sudah ada Raja Lorcan yang duduk di tengah. Raja terlihat begitu tampak gagah dengan mahkota yang bertengger di atas kepalanya. Raja Lorcan memiliki paras yang tampan dengan rahang yang tegas, kulit putih tulang dan mata biru permata safir seperti mata Indira begitu tenang dan damai. Di samping kanan sang Ratu Eira, parasnya yang cantik dan lembut sehingga menjadi Ratu yang disanjung oleh rakyatnya.
Ratu begitu sabar dan bijaksana dalam mendampingi suaminya, sehingga tidak heran jika sang Raja sangat mencintai Ratu Eira. Ada juga Ehren, yang sudah duduk di kiri Raja sang Perdana Mentri sekaligus adik angkat sang Raja yang selalu mendampingi Raja dalam menjalankan tugas. Tak lupa juga Elsie putri semata wayang Ehren, yang sudah duduk anggun di sebelah ayahnya.
"Maaf Yang Mulia, saya terlambat." Indira memberi hormat dengan membungkukan setengah badan sambil memegang dada kirinya. "Duduklah! dan jangan ulangi lagi!" perintah Raja dengan nada datar. Indira segera duduk di samping Ratu. Tak lama kemudian, para pelayan menyiapkan makanan. Untuk menu yang dihidangkan cukup lezat ada daging domba dengan saus tiram, kacang polong, sup asparagus yang menjadi ciri khas Varka. Indira makan dengan lahap, ia tidak menyadari bahwa Raja mengamati cara makan Putrinya, serampangan dan sama sekali tidak mencerminkan seorang putri.
"Makanlah dengan anggun. Kau ini seorang putri." Raja menatap Indira kemudian menggelengkan kepala, karena heran melihat putrinya bertingkah seperti pria.
Indira tersenyum "Maaf Yang Mulia, saya kelaparan karena jadwal hari ini begitu menguras energi."Ratu Eira mengelus lengan putrinya dengan lembut yang menandakan untuk tidak membantah perkataan Raja.
"Kau harus belajar lagi dalam bersikap layaknya Putri!" sarkas Raja kemudian menyuapkan daging domba ke dalam mulutnya. Indira hanya mengagguk dan melanjutkan makan lagi.
"Yang Mulia, tidak perlu terlalu keras dengan Putri Indira," ucap Ehren mencoba mencairkan suasana.
"Paman bisa saja, kau selalu mengerti apa yang kumau," komentar Indira dengan senyuman jahil. Sehingga membuat mata biru Raja memelotot ke arah Indira, menegaskan agar bersikap sopan saat makan.
Raja berdeham."Ehren jangan lupa besok akan ada Parade Kerajaan. Apakah sudah siap semua?" tanya Raja dan tidak menanggapi tanggapan Ehren. Parade Kerajaan adalah kegiatan yang dilakukan keluarga kerajaan yang dilakukan satu tahun sekali, kegiatan ini adalah mendatangi atau menyapa rakyatnya. Melihat seberapa jauh Rakyat Varka berkembang dan makmur.
"Jangan khawatir Yang Mulia, semua persiapan sudah selesai, termasuk kereta kuda dan beberapa prajurit yang akan menjaga keamanan," jawab Ehren dengan tenang.
Raja Lorcan hanya mengganguk kemudian melirik Indira. "Persiapkan dirimu besok Indira. Pakailah seragam kerajaan dengan rapi. Dan bersikaplah seperti seorang Putri !" tukas sang Raja memberi sebuah ultimatum.
"Baik Yang Mulia," jawab Indira sambil menundukan kepala. Raja melirik Ehren. "Ehren selesai makan ke ruanganku kita harus diskusi lagi mengenai acara besok." ujar Raja kemudian ia bangkit dari tempat duduk dan meninggalkan meja makan.
----
Langit biru sudah dihiasi senja sore matahari sudah mulai mengilang dibalik awan, seperti biasa ,saat ini Indira bersiap untuk membersihkan diri setelah melakukan berbagai aktivitas, terdengar suara ketukan di pintu kamar. "Masuklah!" seru Indira dari dalam kamar setelah kembali memakai jubah mandinya.
Liara masuk, dan segera menghampiri Indira. "Putri aku mendengar kabar bahwa prajurit Castaro memberikan surat ancaman dengan memanah desa Astor," jelas Liara dengan wajah cemas Desa Astor letaknya berada di gunung Heaven yaitu perbatasan antara Varka dan Castaro.
Indira yang mendengar penjelasan Liara langsung, merasakan perutnya melilit, Castaro memang keras kepala karena sudah ratusan kali Raja terdahulu mengatakan bahwa Kerajaan Varka tidak pernah mencuri batu abadi itu.
"Sekarang dimana surat itu?" Tangan Indira mengepal hingga buku buku putihnya memucat.
"Panglima Hunter sedang menuju desa tersebut, karena ada beberapa korban yang terkena anak panah," jawab Liara sedikit muram dan gelisah.
"Siapkan kuda sekarang Liara, kita akan segera menyusul!" cetus Indira cepat, ia harus melihat keadaan para korban. Indira tidak ingin berdiam diri saja di istana
"Tapi put-"
"Tidak Liara, cepat siapkan kuda. aku harus tahu keadaan rakyatku. Aku akan meminta izin Raja." Setelah mengatakan itu Indira bersiap diri. Sedangkan Liara undur diri meningalkan kamar Indira.
----
Hallo readers salam kenal dari penikmatkopi. Ini cerita fantasi kopi pertama kali. Murni imajinasi Kopi. Semoga kalian suka ya.
Visual bisa lihat di instagram : penikmatkopi_fiksi