Chereads / ETERNAL STONE / Chapter 6 - ES 6

Chapter 6 - ES 6

Malam semakin larut dan pekat, angin berhembus membawa dingin yang membuat kulit meremang, sehingga sudah waktunya para manusia terlelap dalam mimpi. Namun itu tidak berlaku untuk orang-orang yang sedang mencari hiburan di rumah bordil, yang letaknya agak jauh dekat desa Suri namun. Banyak pendatang dan rakyat di Castaro yang mendatangi rumah bordil itu atau mereka biasa menyebutnya dengan Alta.

Alta menjadi tempat wajib, bagi mereka yang penyuka minuman seperti tuak, dan biasanya mereka minum sampai mabuk, hingga menyewa wanita penghibur atau sebagai tempat minum dan berkumpul saja. Di Alta mereka juga bisa menikmati pertandingan para petarung yang ingin saling adu kekuatan, dan biasanya para pelanggan dan pendatang melakukan taruhan siapa yang menjadi pemenangnya. Semakin larut malam, semakin banyak pengunjung yang datang ke Alta.

"Apa kau yakin mereka tidak akan mengenalmu?" tanya Rafe ragu, dan saat ini mereka yang sedang mengikat kuda mereka di pohon besar yang dekat dengan Desa Suri.

"Tentu saja, maka dari itu aku memakai tudung hitam dan kain ini," jawab Asta santai, sambil menunjuk kostum khas pencuri misterius yang ia kenakan. Baju hitam yang dilapisi jaket kulit tebal yang pas dengan badan kekar dan bahu lebarnya, dengan tudung yang menutupi kepala Asta dan kain cadar yang menutupi sebagian wajahnya hingga menyisakan manik mata hijaunya. Tidak lupa juga beberapa buah anak panah yang ia selipkan di balik punggungnya. Dengan kostum yang Asta pakai malam ini, ia terlihat lebih gagah dan misterius.

Rafe hanya mengusap wajahnya kesal melihat Asta, malam ini ia juga tidak memakai seragam Castaro, hanya memakai jaket hitam dan celana kain coklat tua biasa. Namun ia tetap memakai kain tudung untuk menutupi sebagian dirinya, walaupun mustahil beberapa orang yang mengenalnya disana.

----

Suasana di Alta nyaris penuh karena banyak pengunjung malam ini, aroma tuak dan asap rokok yang menyeruak seisi Alta mampu menembus cadar Asta. Suara tawa wanita penghibur yang menggoda para lelaki hidung belang, kekehan para lelaki yang sedang mabuk ataupun sedang berjudi mendominasi. Namun seketika, beberapa dari mereka melihat ke arah Asta yang sedang berdiri di pintu masuk Alta. Tatapan panas dari para wanita seakan Asta adalah mangsa yang empuk. Asta tetap melangkah dengan percaya diri, tanpa memperdulikan mereka semua yang menatapnya.

"Demi Dewa, aku ingin berada dalam dekapanya,"goda wanita berambut hitam yang berdiri di dekat meja minuman.

"Sangat sexy dan berbahaya, tapi aku suka."

Bisikan para wanita masih mengusik pendengaran Asta, manik hijaunya tidak berhenti mengamati suasana sekitar dengan tajam.

"Demi langit! Black Knight. Kau datang juga akhirnya!"seru pria bertubuh gemuk, berambut tipis dengan tinggi sekitar 150cm.

"Dante, siapa lawanku malam ini?" tanya Asta dengan nada tenang. Dante adalah pemilik Alta, pria berusia 39 tahun ini, sudah lama mendirikan tempat hiburan. Dante sengaja membangun Alta jauh dari keramaian penduduk, karena ia tidak ingin bisnisnya menganggu atau merugikan penduduk sekitar. Dan mengenai persetujuan dengan Kerajaan Castaro, Dante sepakat u ntuk tidak melakukan perbudakan wanita, dan mengenai wanita penghibur, mereka semua adalah wanita-wanita yang tidak memiliki pekerjaan. Namun mereka datang sendiri, dan dengan sukarela mau menjadi wanita penghibur Alta tanpa ada pemaksaan. Kemudian Untuk pajak, Dante juga tidak pernah absen membayar pajak hasil ia berbisnis.

"Oh itu masih rahasia Knight, ayo kita langsung saja ke arena pertandingan." Ajak Dante yang sudah antusias menunggu kedatangan Asta.

Black Knight adalah julukan Asta di Alta. Karena semua orang memang tidak tahu, jika identitas Asta adalah seorang pangeran ke dua Castaro. Terlebih lagi, Asta selalu memakai cadar untuk menutupi sebagian wajahnya. Sejak ia menemukan Alta, dan suka bertanding melawan petarung lainya, Asta tidak pernah kalah sehingga musuh-musuhnya tidak pernah berhasil merobek kain cadar yang dipakai Asta. Sampai saat ini Asta berhasil menyamar, dan semuanya masih aman, kecuali Rafe yang sejak dulu memang tahu bahwa Asta adalah seorang petarung.

Arena pertandingan letaknya di belakang rumah bordil ini. Dante sudah memang menambahkan tempat khusus, untuk para petarung yang ingin menguji kehebatan. Namun pertandingan ini tidak setiap hari ada. Malam ini suasana arena pertandingan sudah bergemuruh beberapa pria dan wanita yang melingkari arena tersebut, namun arena itu dibatasi oleh papan kayu yang tingginya, mencapai pinggang manusia yang membentuk lingkaran hingga menyisakan space di tengah.

Dengan penerangan cahaya yang berasal dari beberapa lilin yang tergantung di atas arena, membuat suasana arena semakin temaram. Dante dan Asta berjalan memasuki arena, "Selamat malam tuan dan nona." Seru Dante membuka pembicaraan dengan berdiri di tengah arena. Sedangkan Asta berdiri di pinggir pintu arena, mengamati penonton dengan tajam, dan sedikit penasaran siapa yang akan menjadi lawan bertarungnya malam ini.

"Untuk hari ini, kita kedatangan petarung yang tidak biasa. Karena aku sudah menantinya. Mari kita sambut Black Knight," lanjut Dante, berteriak antusias menyebut nama Black Knight.

Merasa namanya di panggil, Asta memasuki arena diiringi teriakan wanita-wanita cantik yang memuja jiwa misterius Asta.

Di sisi lain, Rafe sudah menyusup di sela-sela penonton. Rafe mendengkus, karena melihat Asta yang semakin sulit di atur dan sangat keras kepala. Namun karena adanya persahabatan mereka sedari kecil, yang membuat Rafe tetap bertahan di sisi Asta. "Hmm dasar kepala batu."Rafe berguman namun, suaranya tidak akan terdengar karena kalah dengan suara berisik para penonton.

"Baiklah, sekarang aku akan memanggil siapa yang akan menjadi lawan Black Knight malam ini. Dan ini dia..... Lycus si otot besar!!"seru Dante sambil mempersilahkan Lycus yang akan menjadi lawan Asta malam ini.

Asta mengamati lawannya, Lycus memiliki tinggi sekitar dua meter, badan yang hanya dipenuh oleh otot –otot coklat. Wajahnya yang terlihat tua, namun memiliki rahang yang tegas dengan dihiasi kumis tebal berwarna kuning emas. Lycus hanya memiliki sejumput rambut emas yang dikuncir kecil ke depan.

Asta mengamati lawannya dengan tatapan menyelidik. Sedangkan Lycus menatap remeh sang Black Knight, "Wah, lawanku rupanya hanya seekor tikus parit yang sedang kelaparan."Lycus tersenyum mengejek melihat lawannya malam ini.

"Jangan meremehkan dia Lycus." Dante seakan memberi peringatan penuh pada Lycus.

Lycus hanya memberikan cengiran mengejek ke Dante. Kemudian melirik ke arah Black Knight.

"Malam ini aku ingin melihat tikus parit ini terkapar." Lycus tertawa licik.

Namun sedari tadi Asta menatap datar lawanya itu. "Kita lihat siapa yang akan menjadi tikus parit malam ini." Suara Asta terdengar lebih buas dan kejam.

Lycus...Lycus

Black Knight....Black Knight

Sorak -sorai suara penonton semakin menggaung memanggil nama mereka, di ruang arena. Mereka seakan tidak sabar untuk menyaksikan pertandingan."Baiklah, kita bisa mulai pertandinganya.!!!" Seru Dante, setelah itu ia keluar dari arena. Dan sekarang tingal Lycus dan Black Knight yang berada di tengah arena.

Setelah aba-aba dimulai, baik Lycus dan Asta saling menatap tajam. Mereka pelan-pelan mengitari arena, sembari memasang kuda-kuda dan bersiap menyerang. Namun tiba-tiba saja Lycus menerjang bagai banteng yang mengamuk, seakan Asta adalah bendera merah. Asta dengan gesit menghindar. Lycus menggeram kemudian ia berbalik, menarik salah satu tangan Asta kemudian langsung mengangkat tubuh Asta dan membantingnya ke bawah.

Asta meringis, dan Lycus tersenyum mengejek. "Tikus parit sepertimu, tidak akan bisa melawanku!"hardik Lycus dengan bangga, setelah melihat Asta tersungkur ke bawah seakan tidak berdaya. Asta mendongkak, melihat Lycus yang sedang berbangga diri karena berhasil membuat dirinya jatuh.

Kemudian salah satu kakinya menyapu kaki Lycus dengan keras. Hingga Lycus tersungkur ke bawah. Asta segera bangkit, menatap dingin Lycus. Lycus segera bangun, kepalanya meneleng ke arah Asta kemudian ia menerjang Asta dengan melompat. Dengan cepat Asta menghindar, hingga Lycus menatap pinggiran arena, setelah itu Asta setengah meloncat dan menendang punggung Lycus dengan keras.

"Argghhh.!!" Lycus mengerang marah, kemudian ia berbalik hendak menyerang Asta dengan tangan dan mencekiknya. Asta menghindar lagi, kali ini gerakanya sederhana yang penuh ancaman. Berputar, menghindar, dan menendang guman Asta yang berusaha kosentrasi untuk serangan terakhir. Hingga ketika Lycus ingin menarik wajah Asta lagi,dengan cepat Asta menarik tangan Lycus kemudian mengangkat tubuh besar Lycus dan membantingnya dengan keras, hingga ada gelombang petir seperti listrik yang merambat ke tubuh Lycus. Dan membuat Lycus langsung tidak sadarkan diri. Seketika sorak-sorai penonton berhenti karena melihat Asta mampu merubuhkan tubuh besar Lycus. Suasana menjadi hening dan Asta masih menatap datar sekitar, terlihat Dante memasuki arena dan menatap serius Asta.

"Demi Dewa Black Knight, itu hebat sekali!" seru Dante kemudian ia mengamit lengan Asta setelah itu mengangkat tangan Asta ke atas. "SUDAH TIDAK DIRAGUKAN LAGI, PEMENANG MALAM INI YAITU BLACK KNIGHTTTT..!!!"teriak Dante dengan suara lantangnya, dan diiringi tepuk tangan penonton heboh yang menggema arena malam ini. Setelah dinyatakan menang, Asta mengamati sekitar penonton, mencari keberadaan Rafe. Ketika manik hijaunya menemukan Rafe di antara kerumunan penonton, Asta langsung mengedikan dagunya, pertanda untuk keluar arena dan pergi dari Alta.

Asta menatap datar Dante."Aku harus pergi, bayaranya aku ambil sekarang." Ujar Asta kepada Dante kemudian ia berjalan keluar arena.

"Kau bisa langsung ke Giles!" seru Dante, namun tidak dihiraukan oleh Asta.

"Waw, kau benar-benar petarung sejati," komentar Giles; pria kurus berwajah lonjong, yang memiliki hidung semancung burung gagak. "Ini sepuluh koin emas." Lanjut Giles sambil menyerahkan kantong kecil yang berisi koin emas kepada Asta.

Asta hanya menatap tanpa minat Giles, dan langsung pergi meninggalkan Alta setelah mengambil kantong koin tersebut tanpa mengucapkan terima kasih.

Sudah ada Rafe yang menunggu di luar Alta sambil menatap tajam ke arah Asta. "Kau tidak seharusnya menggunakan petirmu untuk hal yang tak berguna!" sarkas Rafe. Asta melemparkan kantong koin tersebut ke arah Rafe. "Simpan itu, jangan lupa bagikan ke rakyat Castaro." Asta mengedikan bahunya sebagai jawaban atas protes yang dilontarkan Rafe.

"Kita pulang." Ujar Asta santai kemudian ia berjalan meninggalkan Alta. "Tunggu aku," decak Rafe yang mengikuti Asta dari belakang.

-----

Fajar masih berupa guratan biru ketika Indira sudah bangun dari lelapnya. Ia sengaja bangun awal, karena masih ingin membaca lagi surat dalam botol yang tidak sengaja ia temukan kemarin. Dan sepertinya semua anggota Istana belum ada yang tahu tentang surat dalam botol tersebut. Dalam benak Indira, surat yang ditulis kakeknya sengaja disimpan di tempat yang kemungkinan kecil sekali ditemukan oleh orang.

Indira bangun dari tempat tidurnya masih dengan gaun tidur lengan panjang putih tulangnya , lalu ia segera ke pintu kamarnya untuk mengunci pintu karena tidak ingin Liara atau pelayan masuk nantinya, meskipun mereka sudah mengetuk pintu dahulu.

Krekk..

Setelah mengunci pintunya, Indira kembali ke kasurnya dan mengangkat sedikit ujung kasurnya kemudian mengambil kertas yang ia taruh di bawah kasur. Indira duduk di kursi belajarnya, lalu membuka kertas yang sudah sangat menguning.

"Untuk penerus Varka, aku ingin menceritakan sedikit tentang kesalahpahaman antara Varka dengan Castaro. Batu abadi itu memang dicuri oleh seseorang yang mengaku bagian dari Istana Varka. Batu abadi itu ada di Gua

-----

Visual - ig: penikmatkopi_fiksi

Cerita hanya fiktif ya.