Chereads / ETERNAL STONE / Chapter 7 - ES 7

Chapter 7 - ES 7

----

"Putri, sebentar lagi anda ada kelas," ucap Liara yang sudah datang membawa sarapan di kamar Indira. Sedangkan Indira tidak menjawab, karena memikirkan sesuatu sambil menyisir rambut tembaganya di depan cermin.

"Putri? Anda baik-baik saja?" tanya Liara yang seraya mendekati Indira. Sontak saja membuat Indira mengerjab, lalu iris birunya memandang Liara. "Ah kau sudah datang," gumam Indira dan ia bangun dari tempat duduknya.

Liara mengerutkan kedua alisnya, ia berfirasat jika Indira sedang menyembunyikan sesuatu. "Ada sesuatu yang tidak beres Putri?" Salah satu sifat Liara yang selalu tidak bisa berbasa-basi.

Indira hanya tersenyum misterius, sambil mengangkat kedua bahunya. "Tidak, aku hanya sedikit lelah saja," jawab Indira seadanya. Pagi ini Indira menggunakan seragam khas Varka kemeja bercorak garis yang dimasukkan ke dalam celana bahan hitam dan memakai sepatu boots selutut. Rambut tembaganya ia kuncir kuda karena ia tidak terlalu suka mengurai rambut.

Lalu Indira duduk di meja belajarnya untuk sarapan. Untuk pagi ini sarapan susu hangat dan roti tawar yang dilapisi telur setengah matang. "Hmm, ini enak sekali Liara." Indira begitu menikmatinya sampai ia tidak sadar jika Liara tersenyum melihat sang Putri yang tampak begitu bersemangat.

"Sepertinya ada berita baik ya Putri, sehingga membuat nafsu makan anda meningkat," ungkap Liara sambil merapikan tempat tidur Indira.

Indira lalu membersihkan bibirnya dengan serbet. "Tidak juga, aku hanya suka menu pagi ini. Semuanya mengandung protein dan jelas itu membuatku selalu sehat. Jadi ada berita tentang apalagi pagi ini?" Iris biru Indira menatap penasaran Liara. Biasanya Liara yang paling cepat mendapatkan berita apapun mengenai Varka dan kerajaan lainnya.

"Ah, saya hampir lupa. Besok malam akan ada pesta topeng di Istana Diskusi." Dengan cekatan Liara kini membersihkan sisa sarapan Indira.

"Pesta topeng ya? kenapa harus ada pesta topeng," desah Indira yang sejujurnya kurang menyukai pesta, apalagi ia pasti dituntut untuk memakai gaun. Pesta Topeng sendiri memang sering diadakan setiap tahunnya, salah satunya sebagai bentuk untuk saling mengenal Kerajaan satu sama lain.

"Anda mulai sekarang harus terbiasa menyukainya Putri." Liara mencoba memberi nasihat pelan. Meskipun ia tahu jika Indira tidak akan mendengarnya.

"Hmm, aku tahu kau mengatakan seperti itu. Aku harus ke kelas sekarang. Jika tidak Matilda akan mengomel." Indira akhirnya pergi meninggalkan Liara di dalam kamarnya.

---

"Selamat pagi Putri," sapa Matilda yang sudah terlihat sangat siap mengajar kelas. Dan sudah ada Elsie yang duduk dengan anggun, mengulum senyum. "Pagi putri, bagaimana keadaanmu hari ini?" sapa Elsie lembut. Pagi ini Elsie terlihat cantik dengan gaun sederhana yang sopan, biru langit melekat pas pada tubuhnya yang langsing. Rambut cokelatnya sengaja terurai dan terlihat bersinar ketika cahaya sinar matahari mengenainya.

"Aku baik-baik saja, dan sangat sehat," jawab Indira lugas, kemudian ia duduk di sebelah Elsie.

"Syukurlah, kuharap kau selalu sehat dan bahagia." Elsie berkata sangat tulus, dan memang tidak dipungkiri ia sangat menyanyangi sepupunya ini, meskipun bukan sepupu kandung.

Indira menatap Elsie lalu tersenyum kecil. "Terima kasih atas perhatianmu Elsie," jawab Indira pelan, ia tahu jika sepupunya begitu tulus memberikan perhatian untuknya. Dan tanpa mereka sadari, Matilda sudah menatap mereka sedari tadi sambil melipat kedua tangannya ke dada. "Nona dan Putri apa kita bisa mulai pelajaran hari ini?" tanya Matilda sedikit tegas.

"Oh, tentu saja Matilda. Silahkan." Indira menatap jenaka sang guru.

"Baiklah, untuk hari ini, kita akan belajar cara berdansa khusus untuk kalangan bangsawan. Karena besok malam Istana Diskusi akan mengadakan pesta topeng," jelas Matilda, menatap Indira dan Elsie di balik kacamatanya yang menggantung di hidungnya yang tidak terlalu mancung.

"Apa perlu kita belajar berdansa? Aku rasa itu tidak diperlukan Matilda," protes Indira yang tidak setuju, menurutnya berdansa adalah hal yang tidak perlu.

Matilda menggerakan jari manisnya. "Tentu saja ini penting Putri. Apa pendapat anggota kerajaan lain jika kalian berdansa saja tidak bisa. Ini salah satu menentukan penilaian, jika kerajaan Varka adalah yang terbaik," lanjut Matilda yang berusaha menjelaskan yang sebenarnya.

Dan pada akhirnya Indira hanya tersenyum kecut mendengar alasan konyol Matilda. "Baiklah, terserah kau saja," ucap Indira yang menandakan tidak ingin berdebat lagi.

"Putri, saya tahu anda tidak menyukainya. Namun, anda tahu ini adalah bagian dari tradisi di semua kalangan kerajaan. Jadi anda mau tidak mau harus mengikuti aturan dan tradisi kerajaan. Apalagi anda adalah satu-satunya pewaris Varka." Matilda berusaha menasihati Indira dengan bijak.

"Ya, aku tahu. Bisa kita mulai sekarang," jawab Indira datar, ia sudah menebak pada jawaban Matilda.

"Baiklah, untuk yang pertama saya akan memulai dari gerakan dasar. Dansa seperti ini tidak butuh waktu yang lama. Kalian tenang saja," kata Matilda sambil memulai gerakan dasar. Kemudian, muncul seorang pria berkumis tipis, yang akan menjadi pasangan latihan dansa Matilda.

Dengan diiringi musik klasik, Matilda tampak terlihat sangat lihai, mempratekkan gerakan dansanya. Semua gerakkannya begitu selaras, baik si Matilda dan pasangannya. Indira dan Elsie begitu terlihat begitu takjub melihat gerakan Matilda.

"Wah, gerakannmu sungguh indah Matilda," puji Elsie dengan mata berbinar.

"Tidak heran, jika kau dipilih oleh ayah untuk mengajari kami berdua," timpal Indira sambil melipat ke dua tangannya ke dada.

Dan tanpa terasa iringan musik terhenti, sehingga membuat gerakan Matilda ikut terhenti. "Nah, sekarang giliran anda yang pertama putri. Saya yakin anda dapat melakukannya," ujar Matilda memandang Indira.

"Baiklah, aku akan mencobanya. Sepertinya ini bukan hal yang menyusahkan." Indira lalu tanpa ragu mencoba beberapa gerakan dansa yang sudah diajarkan oleh Matilda. Dan akhirnya pagi ini para gadis itu belajar berdansa dengan benar.

---

Suasana malam di Istana Castaro begitu tenang dan sunyi, meskipun masih banyak pelayan dan sentinel berjaga. Namun, mereka begitu tertib dan tidak banyak berbicara ketika bekerja. Jika dilihat Castaro tidak memberlakukan peraturan yang begitu ketat.

"Apa kau akan datang ke Istana Diskusi?" pertanyaan itu muncul dari mulut Rafe yang saat ini tengah melihat sang Pangeran menatap langit malam dengan lekat.

Manik hijau itu langsung memandang Rafe datar. "Tentu saja, aku tidak mungkin melewatkannya," balas Asta dengan senyum misteriusnya.

"Apa kau sedang merencanakan sesuatu?Aneh, biasanya kau sangat anti dengan Istana Diskusi." Rafe memincingkan matanya. Rasanya ada sesuatu yang disembunyikan oleh Asta. Sedangkan Asta hanya mengangkat kedua bahunya acuh. "Karena ini pesta, tidak ada salahnya aku datang," jawab Asta santai.

"Hmm, apa karena kau ingin bertemu Putri Varka? Atau jangan-jangan kau sudah mulai menyukainya?" ejek Rafe yang langsung membuat Asta menatapnya tajam.

"Kita lihat saja besok. Sudah kukatakan kalau aku ingin bermain-main sebentar saja."Setelah mengatakan itu pangeran bermanik hijau itu pergi meninggalkan Rafe sendirian.

"Jika kau jatuh cinta padanya, aku yang pertama kali akan tertawa," gumam Rafe pelan.