Happy Reading
---
Awan hitam menyelubungi bumi hingga warna terlihat gelap, angin bertiup pelan dan udara semakin dingin sehingga menjalar ke saraf tubuh. Seorang pria setengah baya berjalan menuju tempat gelap dan sangat sunyi. Sebuah Kastil yang begitu senyap, dan sunyi karena sangat jauh dari keramaian manusia. Kastil ini diliputi hawa gelap, bangunan kastil itu didominasi warna hitam dan dinding-dinding yang sudah terlihat usang. Banyak burung gagak yang terbang dan bertengger di sekitar kastil tua tersebut. Karena di tempat ini tidak pernah ada sebuah cahaya terang dari sang surya, melainkan kegelapan yang menyelebungi.
Seorang Pria paruh baya itu memasuki pintu gerbang kastil dengan kudanya setelah melewati jalanan yang curam dan berliku, mereka disambut sosok berjubah hitam yang memiliki wajah pucat "Tuan, anda sudah ditunggu Raja" ujar salah satu sosok tersebut ketika pintu gerbang terbuka.
"My Lord, terima kasih sudah mengundangku," ucap pria itu sambil berlutut.
Terlihat sosok tampan dan gagah duduk di singasanya. Sosok itu memiliki wajah yang indah, namun terlihat pucat dipadu mata semerah batu rubi yang tajam. "Aku harap kau membawa berita bagus tentang batu itu!" tukasnya dengan suara dingin namun berbahaya.
"My Lord, maafkan hamba. Keberadaan batu itu sangat sulit ditemukan" jawabnya sambil menelan ludah.
Pria pucat itu memincingkan mata gelapnya. "Bukan urusanku, itu tanggung jawabmu. Begitu batu itu kau temukan ada di mana. Aku akan memberikan segalanya untukmu!" sarkasnya dengan nada tajam.
"Ampuni hamba My Lord, beri sedikit waktu. Karena hamba berencana ingin menguasai Varka." Ucap pria itu tanpa keraguan.
Pria pucat itu menatap dengan tatapan mengejek. "Hee?memang apa rencanamu?. Jangan sampai aku menjadikan dirimu sebagai korbanku selanjutnya!" ancamnya masih dengan nada tenang.
Pria paruh baya itu masih berlutut kemudian mengakat wajahnya"Baiklah, selagi hamba memikirkan bagaimana menyingkirkan putri dan pangeran kita tersayang." Pria pucat itu menyerigai penuh misterius.
----
Pagi ini setelah kegiatan belajar dengan Matilda, Indira berencana akan menyelidiki pria misterius yang membuatnya tidak bisa tidur, Ia berencana akan ke hutan diam diam bahkan tanpa Liara.
"Kau terlihat lelah, apa semua baik baik saja?" tanya Elsie yang saat ini sedang berjalan bersama Indira setelah keluar dari ruangan.
"Ehmm, terima kasih perhatianmu. Di mana paman Ehren, aku tidak melihatnya sehari ini."timpal Indira mengusap hidungnya yang berbintik.
"Oh, ayah pergi karena ada urusan, Entahlah." jawab Elsie mengangkat kedua bahu. Mereka berdua menyusuri koridor Istana.
"Elsie, Aku penasaran dengamu. Apa kau pernah menyukai seorang pria?" tanya Indira tersenyum jahil memandang sepupunya itu.
Sontak Elsie membulatkan matanya menatap Indira "Ke-napa kau tiba-tiba tanya seperti itu" Elsie menjawab terbata, ia bisa merasakan pipinya menghangat.
"Pasti kau sedang menyukai seseorang kan?" Indira menyikut Elsie pelan karena menyadari wajah Elsie yang seperti tomat.
"Ehmm, mungkin. Tapi itu hal yang mustahil" Elsie menatap sendu Indira kemudian langsung mengalihkan pandanganya.
Indira sejenak mengerutkan kening "Bagaimana bisa? Kenapa mustahil?" ia merasa ambigu dengan jawaban Elsie.
"Yah, kau tau-" suara Elsie tiba-tiba saja tersekat.
"Lupakan! Oh ya aku harus melukis lagi. Sampai jumpa makan malam Indira," sambung Elsie kemudian ia berlari kecil meninggalkan Indira. Indira menghela nafas pendek "Aneh sekali dia." gumanya namun tidak mau memikirkan lebih dalam lagi.
Sedangkan Elsie, berlari menuju kamarnya untuk bersembunyi. Ia merasakan sedikit sesak mengingat pertanyaan Indira yang mengingatkan pada pria yang diam diam ia cintai namun mustahil ia miliki. Elsie membuka laci di meja hiasnya, kemudian ia mengambil buku lukisnya dan membuka halaman pertama yang menampilkan lukisan seorang pria berwajah rupawan dan hangat, pria itu memiliki rambut hitam legam dan mata sehijau danau Varka begitu teduh ketika Elsie melihat lukisan itu. Ia merekam setiap keramahan dan kehangatan yang pria itu berikan, di setiap pertemuan mereka. "Apa kita bisa bersatu?dengan keadaan kita yang seperti ini." lirih Elsie mengusap gambar di lukisannya.
----
"Putri Indira!" seru Hunter selagi berjalan menuju Indira. Panglima Hunter berumur 30 tahun-an, ia memiliki wajah tampan namun garang. Perawakan tubuhnya sangat gagah, mengingat ia adalah seorang Panglima di Varka yang sejak kecil sudah mengabdi untuk Kerajaan Varka. Hunter adalah orang yang paling bisa diandalkan ketika di medan perang.
"Hunter? ada apa?" jawab Indira mengerutkan dahinya, karena tidak biasanya Hunter memanggilnya di jam sekarang.
"Putri, ini shamsir anda," ucapnya sambil menyerahkan shamsir milik Indira. Indira merasa terkejut, sekaligus teledor bagaimana bisa ia melupakan pedang kesayanganhya "Astaga, Hunter. Aku hampir lupa. Terima kasih banyak" pekik Indira sambil mengelus pedang tercintanya.
Hunter hanya mengangguk, wajahnya tetap saja datar "Kalau begitu saya undur diri Putri"
"Sekali lagi terima kasih Hunter." Indira tersenyum berbinar. Setelah itu ia menyarungkan shamirnya ke kantong khusus pedang samping celana panjangnya. Hari ini Indira berencana akan mencari tahu lebih dalam lagi tentang batu abadi. Indira langsung pergi ke istana Varka, mencoba menemukan sebuah petunjuk.
Sepanjang deret buku Indira mencoba mencari dengan teliti, ia ingin menjadi Putri yang berguna setidaknya, dengan menemukan petunjuk tentang batu itu sehingga bisa mendamaikan dua kerajaan yang saling salah paham.
Duukkkk..
"Aduhhhhh," desah Indira karena tersandung lantai yang sedikit rusak. Seketika Indira mengerutkan dahi, karena ada yang aneh dengan lantai ini. Kemudian ia berjongkok hendak akan memeriksa, setelah itu meraba lantai tersebut. Dan benar, lantai itu tidak rapat sehingga ada sedikit celah. Kemudian Indira menggali lantai itu, dan yang ia dapatkan adalah sebuah botol kaca yang diisi kertas. Dengan cepat Indira membuka kertas itu, "Demi Dewa... ini.." Indira terkejut melihat sebuah peta yang digambar di kertas tersebut.
---
Cerita murni imajinasi penulis ya.
Visual- ig: @penikmatkopi_fiksi