Cuaca di Kerajaan Castaro hari ini begitu cerah dan hangat, burung-burung gereja berkicau dan bertengger di ranting pohon seperti menyanyikan lagu selamat pagi.
Sehingga Kicauan burung mulai mengusik pageran yang sedang terhanyut dalam mimpinya, "Ehmm,"erang Asta yang berusaha bangun dari rasa kantuknya. Hingga tidak lama kemudian suara ketukan dari kamarnya dan setelah itu terdengar pintu terbuka. "Hoii, bangun As. Kau telat karena sang fajar sudah bangun terlenbih dahulu!" seru Rafe yang sudah siap dengan baju seragamnya yang tampak gagah di badanya.
"Ck, bisa tidak kau jangan banyak bicara!" decak Asta kemudian ia turun dari tempat tidur. Masih dengan rambut berantakan, dan bertelanjang dada serta memakai celana katun putih tulang, bagaimanapun penampilan Asta, ia selalu terlihat menawan.
Kamar pangeran ke dua Castaro cukup unik karena bergaya klasik, karena Asta cukup dikenal pria yang dingin dan misterius. Namun siapa sangka selera sang Pangeran jauh dari sifatnya, kamar Asta terkesan hangat,dominasi dinding warna coklat muda, lampu kristal menggantung indah menghiasi kamarnya. Karpet bludru abu-abu menyelimuti lantai kamar pangeran.
"Rafe, sepertinya malam ini aku akan bertanding lagi," celetuk Asta sambil menyesap teh chamomile khas Castaro. Selain menjadi pangeran, Asta diam-diam mengikuti kegiatan bertarung di salah satu rumah bordil yang berada di dekat desa Suri daerah kerajaan Castaro, awalnya ia hanya main-main namun lama kelamaan ia menjadi tertantang dan ketagihan.
"Jangan gila As, kau tau Raja tidak akan tinggal diam jika kau ketahuan!"sergah Rafe memperingatkan Asta yang begitu keras kepala.
"Makanya jangan sampai ketauan, dan itu tugasmu untuk tutup mulut. Dan kenapa kau seperti seorang istri yang sedang mencemaskan suaminya saja," jawab Asta enteng namun terselip nada risih.
"Sialan, aku tidak ingin kau terlibat masalah saja!!" bantah Rafe karena kesal dengan Asta. Sedangkan Asta mengedikan bahu kemudian ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Rafe menghela napas kasar, melihat kelakuan Asta.
Setelah selesai membersihkan badan, Asta segera bersiap dengan menggunakan seragam Castaro berbalut warna perak. Asta terlihat sangat gagah dan rupawan jika sudah memakai seragam khas kerajaan miliknya. Dingin, berbahaya dan tak tersentuh, itulah julukan Rafe untuk Asta. Kemudian mereka berdua meninggalkan kamar Asta dan langsung menuju ruang makan.
Sudah ada Raja Gennady dan Pangeran Nash yang menunggu kedatangan Asta di meja makan. Raja Gennady menatap tajam Asta, Raja tahu bahwa putranya sengaja datang terlambat saat sarapan pagi. "Kau terlambat!" hardik sang Raja. Asta memutar bola matanya, selalu aja seperti ini. Padahal ia hanya ingin sarapan dengan tenang. "Astaga ayah, kenapa harus dipermaslahkan?"
Nash hanya menggelengkan kepala, tidak mengerti kenapa sikap adiknya yang semakin seenaknya sendiri dan keras kepala. Raja mendesis sambil mengenggam erat gelasnya, "Bisakah kau mengurangi sifat keras kepalamu itu? Astaga Demi Dewa! Asta, aku tidak pernah mengajarimu seperti ini."
"Ayah, lebih baik kita makan dengan tenang ya." Asta tidak menanggapi protes dari ayahnya, malah melebarkan senyum menawan. Nash langsung mengenggam tangan adiknya, agar tidak membantah lagi perkataan sang Ayah. Sedangkan Raja Gennedy hanya bisa menghela napas panjang.
"Hari ini kau dan Nash akan ke Istana Diskusi," ujar sang Raja tanpa basa basi.
Asta menghentikan aksi sarapanya, lalu menatap ayahnya tidak suka. Ia selalu berusaha menghindari hal-hal yang berhubunga dengan pertemuan antar anggota Kerajaan. Apalagi menyangkut kerjasama suatu kerajaaan atau politik dan entahlah apalagi namanya.
"Aku tidak mau ikut Ayah, kita sudah sepakat kan?" jawab Asta cepat, dan ia sangat muak dengan Raja, karena masih saja suka membahas hal ini dan seketika nafsu makanya menghilang. "Asta, sebaiknya kau turuti ayah kali ini,"timpal Nash masih dengan nada tenang dan bijak.
Berbeda dengan Asta, pangeran pertama adalah pria yang bijaksana, hangat dan ramah . Nash memiliki postur yang, sama gagahnya dengan Asta. Dengan wajah tampan dan rahang tegas, iris mata yang sama dengan Asta, sehijau permata Zambrut yang sangat indah dan damai. Namun Nash memiliki wajah yang lebih ramah dan hangat, dibandingkan Asta. Karena itu rakyat Castaro sangat menyukai pangeran pertama ini karena disisi lain Asta tidak pernah mau menampakan dirinya sebagai pangeran di mata rakyat Castaro; dan lagi Nash juga sangat populer di kalangan putri Kerajaan serta kaum hawa lainya karena sikapnya yang ramah dan hangat.
Di sisi lain Nash memiliki kemampuan bernegosiasi dan berkomunikasi yang baik, jika sedang melakukan rapat. Berbeda dengan Asta yang hanya memiliki kemampuan secara fisik yang memiliki, jiwa petarung layaknya ksatria.
"Aku tidak peduli. Aku sudah selesai dengan sarapanku," ketus Asta kemudian ia meninggalkan ruang makan dengan sedikit amarah.
"Asta, kau mau kemana?" hardik Nash berusaha mencegah Asta untuk tetap tenang. Namun Asta terus melangkah dan mengabaikan panggilan kakaknya.
"Cukup Nash, biarakan si keras kepala itu merenung. Dasar emosional !" sarkas Raja dengan nada tenang sambil menghela napas panjang.
"Rafe, tetap awasi dia!" titah Raja kepada Rafe, setelah itu ia menenguk air madu yang sudah disiapkan oleh pelayan istana.
"Baik Yang Mulia, saya akan menyusul pangeran." Raffe menunduk dan meninggalkan ruang makan. Raja Gennandy melemaskan kedua bahunya. "Nash, kau saja yang pergi hari ini. Aku sangat yakin Asta tidak mau pergi lagi, dan percuma saja mengharapkan anak keras kepala seperti dia," ujar sang Raja kepada pangeran Nash.
"Baik Ayah, tak perlu khawatir, karena semua akan kuselesaikan," balas Nash dengan sikap sopan dan lembut.
----
Asta mencoba menetralkan rasa marahnya, tidak seharusnya ia bersifat seprti ini demi Dewa. Dari kecil Asta tidak ada keinginan untuk menjadi Raja, ia hanya ingin bebas berkelana mencari sesuatu yang menantang. Belum lagi misinya terhadap Varka, dan sedikit rencana untuk si putri kecil Varka.
"Rupanya kau disini," seru Rafe menghampiri Asta yang sedang berdiri di taman belakang istana Castaro. Asta tidak menghiraukan Rafe, ia hanya sedang sibuk dengan rencananya sambil menerawang langit biru Castaro yang dihiasi burung-burung gereja. Rafe medengus karena tahu diacuhkan oleh Asta, "Kenapa kau selalu menolaknya?bukankah ini kesempatan emasmu untuk menjadi Raja?" Rafe berkata seraya memandang taman yang bunganya sudah bersemi dengan indah.
"Sudah kubilang aku tidak pernah tertarik dengan tahta!. Lagipula sudah ada Nash." Tukas Asta kesal.
"Nash memang yang pantas menjadi Raja, lagipula banyak hal yang ingin aku lakukan salah satunya mengincar putri Varka" lanjutnya dengan nada dingin kemudian sudut bibirnya tersenyum misteri.
Rafe sudah menduga, pangeran keras kepala ini akan menjawab seperti itu. Rafe menaikan sebelah alisnya"Jika kau ingin melanjutkan misimu, apa rencanamu?" Asta masih menatap taman tanpa memandang Rafe, "Aku akan terus menyusup ke Varka untuk mencari informasi, setelah itu aku akan mende kati putri Lorcan untuk memudahkan misiku." Jelas Asta dengan nada dingin namun terselip tekad yang tidak bisa dibantahkan.
Rafe hanya bisa menghela napas panjang, Asta terkadang sulit ditebak "Kapan kau akan melatih kekuatanmu lagi?" Rafe berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Asta berjalan pelan sambil menyilangkan kedua tanganya ke belakang. Sedangkan Rafe mengikuti Asta di belakang.
"Tentu saja, petir yang kuasah akan sangat berguna ketika kita memiliki musuh kuat." Asta mengamati sekeliling istananya, saat ini mereka berdua sudah, berada di kandang kuda Castaro. "Rafe jangan lupa nanti malam aku akan ke rumah bordil" ujarnya seraya memasuki kandang kuda. Rafe bersungut kesal "Kau tau kan jika situasi pagi tadi, Kau membuat kesal Raja. Dan sekarang masih mau pergi lagi?" Rafe tidak habis pikir, Asta sepertinya suka sekali membuatnya sakit jantung.
Asta mengelus kuda jantan berwarna putih, yang ia ambil dari Putri Indira kemarin. "Jika kau tutup mulut semuanya beres Rafe." Ujarnya dengan santai. Sedangkan Rafe sudah tidak mau lagi menanggapi dan hanya menatap jengah.
"Aku akan ikut denganmu!. Itu syaratnya take or leave?" akhirnya hanya itu yang bisa ditawarkan Rafe, supaya semua aman.
"Baiklah, tapi kau jangan dekat dekat aku!" ketus Asta menatap datar Rafe. Asta sebenarnya menyesal mengatakan bahwa ia akan pergi ke rumah bordir untuk melakukan pertandingan bertarung. Karena Ia sudah menduga bahwa Rafe akan mengikutinya. "Aku ingin berkuda ke hutan." hanya itu balasan Asta kepada Rafe kemudian ia mengeluarkan kuda putih tersebut.
----
Istana Diskusi terletak di dekat desa Suri kerajaan Castaro. Istana Diskusi sengaja dibangun oleh raja-raja terdahulu untuk digunakan, sebagai pertemuan pejabat kerajaan. Biasanya anggota kerajaan atau pejabat mereka yang menghadiri rapat tersebut, membahas hasil kerjasama mereka seperti barter sandang pangan; saling meningkatkan perekonomian antar Kerajaan. Selain untuk rapat, Istana Diskusi juga digunakan tempat pesta perayaan yang biasanya dihadiri Putri dan Pangeran dari kerajaan.
Seperti sekarang. Nash sudah berada di Istana Diskusi dengan salah satu juru bicara Kerajaannya yang bernama Caleb dan pengawalnnya Pen. Caleb pria paruh baya berusia lima puluhan, sudah menjadi juru bicara sekaligus pengurus Istana Castaro sejak kakek Nash menjadi raja. Sehingga Caleb memang pantas menjadi orang kepercayaan Castaro.
Caleb memiliki wajah yang lembut dengan rambut yang sudah mulai memutih. "Sepertinya sebentar lagi akan dimulai pangeran," ujar Caleb berjalan di belakang Nash.
"Hmm, lebih baik kita masuk sekarang Caleb" jawab Nash singkat. Mereka berdua memasuki Istana dan sudah disambut pengawal Istana Diskusi yang berjaga di depan gerbang. Istana Diskusi memiliki bangunan yang cukup luas, di dalamya dihiasi lampu gantung di beberapa sudut, dinding istana didominasi warna putih dan emas dan ada sebuah tangga di tengah dilapisi karpet merah.
Rapat Diskusi sudah dimulai, baik Raja maupun utusan mereka duduk di kursi dengan posisi melingkar. Terdiri dari lima puluh kursi, biasanya rapat dimulai setelah juru bicara Istana Diskusi memberikan tanda untuk memulai diskusi mereka.
Rapat Diskusi menghabiskan waktu selama satu jam, semua Pejabat Kerajaan berkumpul di lantai satu, untuk menikmati hidangan yang telah dibuat oleh pelayan istana. Seperti biasanya, jika pejabat Kerajaan sudah selesai mereka akan disajikan hidangan makan siang.
"Pangeran Nash," panggil pelan pria berambut merah dengan sikap siaganya.
"Ada apa Pen?" tanya Nash ketika hendak mengambil minuman dengan Caleb.
Pen mengedarkan pandangan dengan waspada, kemudian ia mendekati Nash "Anda sepertinya harus mendengar rumor terbaru Pangeran," bisiknya dengan nada pelan namun Nash masih bisa mendengarnya dengan jelas. Sedangkan Nash memandang Pen bingung "Rumor apa ? Aku dari tadi hanya disini saja dengan Caleb." ujarnya seraya menyesap kopinya.
"Aku mendengar dari Pangeran Edgar bahwa, di salah satu desanya tertimpa kejadian buruk." Jelas Pen, karena ia tadi tidak sengaja mendengar percakapan Pangeran Edgar dari kerajaan Barat dengan salah satu perdana mentrinya.
Nash menaikan salah satu alisnya seakan tertarik dengan ucapan pengawalnya "Kerajaan Barat? Kenapa dengan mereka?".
"Rumor bahwa, setiap gerhana datang besoknya, ditemukan ada mayat yang hanya tersisa tulang tengkoraknya di desa itu" Pen bergidik menceritakan apa yang ia dengar tadi.
"Tidak jelas siapa yang melakukan pembunuhan. Mereka menduga ini adalah kutukan dari sang iblis," celetuk Caleb seakan mengerti yang dikatakan Pen.
"Jika memang rumor itu benar. Castaro harus diperketat lagi. Sepertinya ini ada hubunganya dengan sosok kegelapan." Nash mencoba menyimpulkannya. Pen dan Caleb mengangguk seakan paham dengan kesimpulan Pangeran.
Seakan larut dalam pembicaraan, tak sengaja pandangan Nash menangkap juru bicara kerajaan Varka. Perdana Mentri Ehren? Guman Nash. Seketika pandangan mereka bertemu, Nash merasakan jika Ehren memandangnya dengan sorotan penuh kebencian. Seakan ingin membunuhnya di tempat ini juga.
"Oh ternyata pangeran Castaro yang datang ya?Bukan Raja Genanddy,"sinis Ehren memandang Nash seraya berjalan menghampiri pangeran.
"Salam Perdana Mentri Ehren," sapa Nash lembut, ia ingin bersikap sewajrnya saja meskipun kerajaan mereka saling bermusuhan. Pen sudah bermaksud akan berdiri di depan Nash untuk melindungi, namun Alstair memberikan isyarat agar tidak melakukanya.
"Tidak usah memasang topeng seperti itu pangeran. Setelah membuat sedikit kekacauan di kerajaan Castaro." Sarkas Ehren namun ia masih bisa mengendalikan amara hnya.
Nash memandang bingung Ehren, serangan diam-diam terkahir yang direncanakan Castaro sewaktu menyerang desa Astor. Namun ada penyerangan lagi? Mana mungkin?.
"Sepertinya anda salah paham, Tuan Ehren. Dan sepertinya, kami harus pergi dari sini." Caleb memotong pembicaraan Ehren dan Nash seraya menggiring sang pangeran keluar dari Istana Diskusi.
Mereka bertiga akhrinya berjalan menuju luar istana. "Caleb apa maksud Ehren tadi?" tanya Nash menaruh curiga. Caleb menatap Nash "Kita diskusikan di Istana saja pangeran" ujar Caleb kemudian mereka menaiki kereta kuda Istana.
*****
Kereta kuda Castaro telah sampai di istana menjelang senja, Nash memasuki istana diikuti Caleb dan Pen dibelakangnya. Dan para Pelayan istana sudah menyambut mereka dengan menundukan kepala dengan hormat serta membawakan beberapa barang Nash.
"Aku ingin membersihkan badan dulu. Jika Raja bertanya keberadaanku, bilang saja aku di kamar," perintah Nash kepada Pen, seraya melepaskan mantelnya dan memberikanya pada Pen.
"Baik Pangeran, saya laksanakan," jawab Pen menundukan kepala. Nash mengangguk kemudian berjalan menuju kamar pribadinya.
Setelah sampai di kamar, Nash berusaha merebahkan tubuhnya di atas kasur sebentar saja memanjakan tubuhnya yang lelah. Sejenak ia memejamkan kedua matanya, melihat Ehren di Istana Diskusi ia teringat seseorang yang menarik di hatinya. Nash ingin sekali menemui gadis itu, namun sangat mustahil jika keadaan seperti ini.
Tok..Tokkk
Suara ketukan pintu membuyarkan pejaman mata Nash namun ia masih terlalu lelah untuk bangun.
"Pangeran, anda ditunggu Yang Mulia di ruang perpustakaan"ujar seseorang di balik pintu dengan nada sopan.
"Baiklah, tolong katakan pada Raja setengah jam lagi aku kesana" seru Nash kemudian ia segera ke kamar mandi.
---
Perpustakaan Castaro merupakan salah satu tempat favorit Nash, karena sedari kecil ia sangat gemar membaca semua buku. Terutama buku yang ada di perpustakaan. Jika ia merasa jenuh dengan tugas istana, selain kamar pribadinya, ruang perpustakaan menjadi tempatnya untuk mengubur kepenatan. Desain yang didominasi warna coklat tua, sehingga memberikan kesan yang sangat kuno namun sangat nyaman. Lemari buku yang terbuat dari kayu jati, berjejer rapi dengan buku yang disusun rapi sesuai dengan warna buku dan isi buku. Setiap hari para pelayan istana ditugaskan untuk membersihkan perpustakaan selama satu jam, karena Nash tidak suka jika perpustakaanya tidak rapi dan kurang bersih.
"Selamat malam ayah," sapa Nash dengan nada kelewat sopan dan lembut. Tampak Raja Gennady sudah menunggu dengan duduk di kursi belajar milik Nash, sambil membaca sebuah buku yang ia ambil dari salah satu lemari perpustakaan.
Manik Hijau sang Raja terlihat lelah."Duduklah. Ceritakan padaku tentang bagaimana tadi di Istana Diskusi." Raja Gennady menutup bukunya seraya menatap lembut Nash layaknya ayah yang berbicara intim dengan anaknya bukan seorang Raja lagi.
Nash berdeham, kemudian ia duduk di kursi sofa kecil yang tidak jauh dari ayahnya.
"Seperti biasa, kerjasama kita berjalan lancar. Hasil teh di Castaro begitu banyak diminati oleh rakyat dari Kerajaan Timur. Dan ayah?" jelas Nash dan menyisipkan kata yang menggantung.
Nash memandang Raja Gennady lekat, "Aku mendengar kabar tadi,dari Kerajaan Barat. Setiap gerhana bulan di desa mereka ditemukan mayat yang hanya tinggal tulang saja." lanjut Nash.
Raja Gennady mengangguk bijak, sembari mengusap dagunya yang sudah ditumbuhi oleh jengot putih. "Sepertinya ini ada hubunganya dengan sosok gelap."Raja menyimpulkan kejadian yang diceritakan.
"Jika seperti itu, kita harus perketat penjagaan Castaro untuk berjaga-jaga. Setiap tengah malam pintu gerbang Castaro harus segera ditutup. Tidak ada tamu siapapun yang boleh masuk. "Jelas Raja Gennady kemudian ia berdiri dari tempat duduk perpustakaan.
"Aku juga berencana akan melakukan hal itu ayah," sahut Nash yang ikut berdiri dengan berjalan di belakang Raja menuju pintu keluar perpustakaan. Raja berbalik lalu menepuk pelan bahu anaknya. "Sekarang Istirahatlah. Kau sudah bekerja keras hari ini," kata Raja dengan nada lembut kemudian berjalan meninggalkan Nash didepan pintu perpustakaan.
Nash menundukan kepala menunjukan rasa hormat. "Terima kasih ayah. Selamat malam dan selamat istirahat Ayah,"jawab Nash tersenyum membalas ucapan Raja Gennady. Kemudian ia kembali ke kamarnya. Nash membuka pintu kamar dan langsung menguncinya, setelah itu ia berganti baju tidur. Setelah selesai Nash merebahkan tubuhnya di atas kasur, sejenak ia memejamkan kedua matanya.
Pikiranya melayang ke arah Istana Diskusi tadi pagi, disaat Perdana Mentri Ehren mengatakan bahwa Castaro menyerang Varka secara tiba-tiba. Namun Nash ingat bahwa tidak ada rencana penyerangan diwaktu itu, seakan ada yang aneh dalam kasus ini namu tiba-tiba Nash membuka matanya seraya memiji pelipisnya. Ia sudah tau siapa dalang dibalik penyerangan itu. "Demi Dewa. Asta!" desis Nash menghela napas panjang.
----
Cerita murni imajinasi Penulis. Jika ada kesamaan nama dan tempat itu tidak sengaja.
Semoga kalian suka cerita ini. Kalau ada yang kurang pas mohon maklum, karena mimin masih belajar juga.
Visual bisa kunjungi ig: penikmatkopi_fiksi