Malam minggu terasa panjang dan suram. Patria baru saja keluar dari balik almari di kamarnya.
"Dasar, adik kurang ajar, udah di pinjemin helm malah main ngibrit aja!" gerutu Patria sambil mengusap-usap keningnya yang benjol.
Patria berjalan sempoyongan dan menghampiri sebuah cermin berbentuk jajaran genjang di kamarnya.
"Astaghfirullah! Ketamvanan ini?!" Patria tampak sangat syok karna melihat keningnya yang benjol.
"Kenapa wajah gue jadi ancur begini?!" teriak Patria dengan mata melotot ala-ala sinetron.
(Note : padahal udah ancur sejak lahir)
"Awas ya, Jamillah! Kalau pulang nanti bakalan gue cincang, dasar Adik Durhaka!"
Patria tampak tak terima melihat keningnya yang benjol, dia merasa ketampanannya sudah terenggut.
"Ah, kalau begini, gue harus segera mencari penawarnya, kalau gak segera hilang ni benjol. Nanti kejombloan gue bisa di perpanjang sampai akhir zaman!" gerutu Patria sambil hidungnya kembang kempis mirip domoet akhir bulan.
Setelah itu Patria pun berlari dan menghampiri rumah Prof. Wans sahabatnya.
Kedatangannya tak lain dan tak bukan adalah untuk mencari obat yang bisa menyembuhkan luka benjol di kepalnya ini.
Satu jam kemudian.
"Yah, Salam! Kenapa cape juga ya habis lari dari rumah, terus naik ke atas gunung begini," gerutu Patria sambil menghela nafasnya yang engos-engosan hampir putus.
Tok tok tok!
Ceklek!
"AKHHHH SETAN!" teriak Prof. Wans yang terkejut. Dan dengan segera Prof. Wans hendak menutup pintunya, tapi pintu belum di tutup, Patria malah sudah menarik kerah baju Wans, dari belakang.
"Heh, mau kemana lo, Bambang!?" tanya Patria.
Dan dari rumah sebelah ada yang menyahutinya.
"WOY SIAPA YANG MANGGIL-MANGGIL NAMA, GUE!?"
"Hah! Serius gue lupa kalau di sebelah benaran ada, Bambang!" ujar Patria dan Patria pun segera masuk ke dalam. Rumah Prof. Wans.
"Eh, Patria, lu ngapain dateng kemari malam-malem begini? Bikin orang iseng aja!" oceh Prof. Wans kepada Patria.
"Gini, Wans, gue butuh ramuan kimia yang bisa ngobatin benjol secara instan, kira-kira ada enggak?" tanya Patria.
"Ya adalah, masa enggak!" jawab Wans.
Lalu dia langsung meracikkan ramuan untuk Patria, dia mencampur beberapa bahan kimia seperti, stearic acid, placenta, gliceryn, Etanol hingga soda api, dan tak lupa sedikit air seni Unta yang di impor langsung dari Arab.
Dan setelah mencampurkannya Wans, langsung menyuruh Patria untuk meminumnya.
"Yakin nih, kalau abis minum benjol gue langsung sembuh?" tanya Patria.
"Lu gak percaya ama gue?" tanya Wans dengan wajah menantang.
"Astagfirullahalazim! Ya gak dong, Wans! Kalau gue percaya sama elu, namanya musrik!" jawab Patria.
"Sialan, emangnya gue demit! Sampai bikin musrik segala?!" cantas Wans yang tak terima.
Dan Prof. Wans pun langsung menoyor kepala Patria hingga Patria terjatuh di meja eksperimen.
Meja itu ambruk dan seluruh ramuan kimia tercampur lalu terbakar, mereka berdua pun segera melarikan diri.
Mereka berhenti di bawah pohon beringin, dan menyaksikan rumah Wans yang terus mengeluarkan asap dan kemungkinan besar akan meledak.
"Ya, Gusti! Harus berapa kali hamba renovasi rumah, ya Gusti!" keluh Prof. Wans dengan mata berkaca-kaca menangis bombai
"Sabar ya, Wans," ucap Patria dengan pandangan datar mengarah ke arah rumah Prof. Wans yang terbakar itu.
"Kayaknya kamu gak renovasi rumah lagi deh, tapi bikin rumah baru," ujar Patria lagi.
Pletak!
Pletak!
Pletak!
Wans menjitak kepala Patria hingga beberapa kali.
"Semua ini gara-gara lu, Kampret! Rumah gue jadi kebakar nih!" ujar Wans penuh emosi.
"Akh! Sakit, Wans! Sialan lu yak!"
Akhirnya Patria mengeluarkan beberapa jurus kickboxing nya untuk menyerang Wans.
Wans pun terus berusaha untuk melawannya.
Mereka saling kejar-kejaran, hingga pada akhirnya mereka kelelahan sendiri dan beristirahat di bawah pohon beringin.
"Udah ah cape, Wans, malam-malam begini ngajakin jogging!" keluh Patria.
"Ah, bacot! Gara-gara lu rumah gue kebakaran!"
"Kalau elu gak dorong gue, gue gak bakalan jatuh, terus bikin rumah kebakar, Bambang!" jawab Patria.
Lalu kembali terdengar suara menggelegar dari samping rumah Prof. Wans.
"WOY! SIAPA YANG PANGGIL-PANGGIL NAMA GUE!"
Patria pun sampai kaget, "Astagfirullah! Gue lupa lagi nyebut nama, Bam ... eh!" Patria langsung menutup mulutnya.
"Aduh, ambulans lama banget lagi datangnya!" keluh Prof. Wans.
"Emang lu panggil ambulans buat apa?" tanya Patria.
"Ya buat memadamkan rumah gue lah, Katembat!" ketus Prof. Wans.
"Kalau mau memadamkan api itu telepon mobil pemadam, bukannya ambulans, BAM ... eh," Kembali Patria segera menutup mulutnya yang hampir keceplosan itu.
"Oh iya, lupa gue hehe," Prof. Wans pun nyengir kuda sambil garuk-garuk pantat.
"Huh dasar, IQ lu ada 160 isinya apa aja sih, heran gue!" gerutu Patria.
"Kok lama ya datangnya, tu mobil pemadam?"
"La emang udah lu telepon, Wans?"
"Belum, emang harus kudu di telepon gitu?"
Si Patria sampek garuk-garuk rambut dengan wajah frustasi.
"Ya iyalah, BAMBANG!" Patria pun keceplosan karna saking geramnya dan kembali terdengar suara menggelegar dari samping rumah Prof. Wans,
"SIAPA MANGGIL-MANGGIL NAMA GUE?!" teriak Bambang dan dia pun keluar dari dalam rumahnya.
"Astagfirullah! Dia nongol beneran!" tukas Patria yang bersembunyi di balik pundak Prof. Wans.
"Ngapain takut elu kan ahli, kickboxing?" tanya Prof. Wans.
"Ya, gue ngeri aja, kayaknya dia cowok berotot yang berpotensi ngondek!" jawab Patria.
"Loh, kok lu bisa tahu?"
"Feeling!" singkat Patria.
"Yaudah berapa nomor telepon mobil pemadam ...?" lirih Wans di telinga Patria.
"0000," jawab Patria asal-asalan.
"Itu nomor pemadam kebakaran?"
"Nomor togel!"
"Hah?! Astagfirullah! Haram tahu!"
"Lebih haram lagi peluk-pekukan sama elu begini. Please deh bisa enggak jangan peluk-peluk gue begini?" keluh Patria.
"Kan elu yang meluk gue, BAMBANG!" teriak Prof. Wans.
"Oh, iya hehe!" Patria langsung melepaskan pelukannya.
Dan tepat saat itu Bambang langsung mendekat ke arah Patria, sekarang jarak mereka semakin dekat, ternyata benar dugaan Patria, jari si Bambang berubah jadi ngetril.
"Kamu tadi panggil-panggil akuh yah?" tanya si Bamabang dengan suara sok imutnya.
"ALAMAK!" Patria pun langsung memeluk Wans sahabatnya.
Dan tepat saat itu dari pucuk pohon beringin terdengar suara tertawaan yang super cempreng tapi membuat buku kuduk menjadi merinding.
"Hihi hihi hihi hihihi ...."
Seketika Patria dan Prof. Wans yang alergi setan pun langsung berlari dan lompat, meminta gendong kepada Bambang. Kebetulan tubuh Bambang sangat besar dan kekar.
"Kiki ...," tukas Bambang.
"Elu kenal dia?" tanya Prof. Wans kepada Bambang,
"Ya kenal lah dia kan temen gue." Jawab Bambang dengan santai.
"Gila temen lu begituan?! Emangnya dia siapa?!" tanya Patria.
Hufft ....
Bambang mengela nafas panjang.
"Dia itu, Kiki si Kunti, penunghuni pohon beringin!" jawab Bambang.
"Wanjayyy!" Patria dan Wans langsung lari ngibrit pakai jurus Super Dede.
To be continued