Setelah mendapatkan nafas buatan dari Abah Rene, akhirnya Didi Blue pun tersadar. Namun Kong Oesman masih terkapar, karna Jeng Oktaf tidak jadi memberinya nafas buatan.
Sebenarnya Rene memberi nafas buatan untuk Didi Blue itu bukan karna keliru tapi memang sengaja, dia tidak mau Kong Oesman selamat, karna dengan begitu Kong Oesman tidak bisa menggoda istri tercintanya yaitu Jeng Oktaf.
"Ah, yang tadi itu apaan ya kok rasanya sepet banget, kayak buah jamblang?" tanya Didi Blue sambil mengusap-usap mulutnya.
Sedangkan Abah Rene hanya terdiam sambil bersiul seolah-olah tidak terjadi apa pun.
"Eh, Didi Blue! Harusnya kamu itu bersyukur karna sudah di beri nafas buatan sama suami saya yang ganteng ini," ujar Jeng Oktaf seraya merangkul Abah Rene dengan bangga.
Seketika Didi Blue pun segera mencabut tusuk konde yang menancap di ubun-ubunya, dan setelah itu Didi Blue langsung salto dua kali dan muntah sejadi-jadinya.
"Demi apa bibirnya, Abah Rene, rasa jamblang! Sepet banget huek huek!"
"Eh, kurang ajar! Gini-gini, mantan gue demplon semua tahu!" ujar Abah Rene yang tak terima.
"Maksud, Papi, apaan?!" tanya Jeng Oktaf yang tiba-tiba sudah nangkring di atas punggung abah Rene sambil jewer kedua telinga.
"Ampun, Mi! Ampun! Lepasin kuping, Papi! Nanti kalau copot gimana?" keluh Abah Rene memohon ampun.
"Bodo amat! Pokoknya, Mami, mau nekat! Mami bakalan kasih nafas buatan sama, Oesman!" ancam Oktaf.
"Jangan, Mi!" teriak Rene.
Tapi Oktaf tidak peduli dan dia langsung lompat dari punggung Rene dan memberi nafas buatan untuk Kong Oesman, yang kebetulan dulunya adalah mantan gebetannya.
Setelah di beri nafas buatan oleh Jeng Oktaf, akhirnya Kong Oesman pun tersadar.
"Hmmm ... yang tadi itu apa ya, kok rasanya kayak stroberi?" ujar Kong Oesman sambil tersenyum-senyum tidak jelas.
"Oesman kamu gak apa-apa?" tanya Oktaf dengan wajah paniknya.
"Oktaf, aku, udah di surga ya?" tanya balik Kong Oesman.
"Belum, Oesman, kamu, masih di Rawa Ceban!" jawab Oktaf jujur.
"Eh, kirain lagi di surga, soalnya udah ada bidadari surga di hadapan Aa, Oesman," gombal si Oesman.
Melihat Oesman, yang tampaknya sedang memanfaatkan kesempatan, membuat Rene menjadi geram.
Dia segera mencopot sepatu boots miliknya, yang kebetulan sudah 6 bulan ini belum di cuci.
Dengan nafas tersengal-sengal, Abah Rene berjalan mendekati Kong Oesman.
"Oesman! Lu udah ngebet banget pengen ke surga ya?!" tanya Rene penuh emosi.
Jeduak!
Jeduak!
Jeduak!
Sepatu boots milik Rene mendarat di kening Oesman sebanyak Tiga kali dan berakhir masuk ke dalam mulut.
Oesman kembali kejang-kejang dan berujung pingsan.
"Papi! Papi, jahat banget! Kalau Oesman mati bagaimana?!" teriak Jeng Oktaf.
"Tenang aja, Oesman punya Sembilan nyawa, jadi gak bakalan mati," jawab Rene santai.
Mereka masih tampak ribut di trotoar jalan itu.
Lalu muncullah si bidadari kampung Rawa Ceban yaitu Marpuah.
Marpuah sedang berjalan santai sembari membawa payung motif polkadot, dengan daster kesayangan, motif buaya, dan kemarin sempat di gondol anjing ketika di jemur.
"Eh, ada, Didi Blue! Ada Mami, Papi, juga tuh!" ujar Marpuah sambil menebarkan senyuman yang luar biasa bikin mual.
Lalu Marpuah pun berlari zig-zag menghampiri yang lainnya.
"Hai everybody! Kalian lagi ningguin akuh ya?" tanya Marpuah.
"Ih, najis banget!" umpat Didi Blue.
Seketika Didi Blue merasa seperti ada yang menjewer kedua telinganya.
"Ngomong apa barusan?" tanya Jeng Oktaf dengan wajah menantang dan sudah nangkring di pundak Didi Blue.
"Ampun, Tante Oktaf, tadi lidahnya lagi keseleo!" teriak Didi Blue ketakutan.
"Awas ya, sampek ngatain yang engak-enggak sama anak gue yang imut ini!" ancam Jeng Oktaf.
"Iya, Tante Oktaf," jawab Didi Blue.
"Bagus!" ucap Jeng Oktaf.
Bluk!
Glundung
Glundung....
Oktaf lompat dari pundak Didi Blue lalu dia menggelindingkan tubuhnya dan menghampiri Rene sang suami.
"Mami! Papi! Kalian lagi ngapain kumpul di sini?" tanya Marpuah.
"Kita lagi ini ...."
"Lagi apa, Mi? Pasti lagi ngomongin perjodohan Marpuah sama Didi Blue ya?"
Seketika kedua bola mata Didi Blue melotot tajam dan nayaris copot, karna mendengar pembicaraan Marpuah dengan kedua orang tuanya itu.
"Papi! Marpuah, mau kok di jodohin sama Didi Blue, dari pada jomblo begini," ujar Marpuah.
"Tapi, Didi Blue, kan, makanya banyak?" ujar Abah Rene.
"Gak apa-apa banyak, nanti kita beliin bekatul aja biar irit," jawab Marpuah.
Guk guk guk!
Dubrak!
Dubrak!
Guk guk guk!
"AWAS ADA ANJING GILA!" teriak Abah Rene mengomando yang lainnya.
Semua orang seketika berlarian menyelamatkan diri.
Sedangkan Marpuah masih asyik berdiri sambil memegang payungnya.
Ternyata anjing gila itu adalah Pitbull milik Kong Oesman yang tadi lepas, masih lengkap membawa papan reklame milik pihak mini market.
"Duh anjing siapa kok imut banget sih!" Gemas Marpuah menghampiri si anjing.
Lalu dengan pelan Marpuah melepaskan papan reklame itu dari rantai yang mengikat leher si anjing.
"Nama kamu siapa?" tanya Marpuah masih, dengan ekspresi gemasnya.
Tapi meskipun Marpuah tampak menyukai anjing itu.
Tapi si anjing jenis Pitbull, yang terkenal sangat kuat dan ganas itu tampak kesal melihat wajah Marpuah.
Akhirnya dia menggigit bagian jempol Marpuah, tapi baru sedetik dia mengunyah jempol kaki Marpuah, mendadak anjing itu kejang-kejang dan sekarat.
Dan tepat saat itu sang pemilik Pitbull, terbangun dari selokan got.
Masih dengan sepatu boots yang ada di mulutnya, Kong Oesman pun melempar sepatu itu tepat ke wajah Marpuah.
"Ah, wajah cantik aku!" teriak Marpuah.
"Loh, Rocky?! Kamu kenapa?!" teriak Kong Oesman.
Melihat kehadiran Kong Oesman yang secara tiba-tiba, membuat Marpuah terkejut.
"Moneter Selokan?!" Marpuah menunjuk ke arah Kong Oesman.
Lalu Kong Oesman membersihkan wajahnya dari sisa lumpur got pinggir jalan yang luar biasa aromanya sangat menyengat.
"Eh baunya enak!" kata Marpuah.
Tapi ketika wajah Kong Oesman mulai terpancar ketampanannya, Marpuah langsung syok dan segera mengambil ancang-ancang untuk berlari.
"Hah?! Ternyata si Aki-aki cabul!" Marpuah langsung koprol melewati bahu jalan.
"KABUUURRR!" teriak Marpuah.
Kong Oesman tampak keheranan melihat tingkah Marpuah yang selalu takut melihatnya.
"Sialan! Itu, kan anak si Rene! Gak bapak gak anak, tingkahnya sama-sama ngeselin!" gerutu Kong Oesman.
"Ya ampun Rocky kamu gak apa-apa, kan?" Kong Oesman berusaha membangunkan hewan peliharaannya yang pingsan itu.
"Jangan mati, Rocky, please! Gue beli elu ampek jual warisan, eh malah elu mau mati! Jangan mati Rocky! Jangan mati!"
Kemudian muncul dua orang wanita cantik menghampiri Kong Oesman.
"Loh! Ini nih, papan reklame kita! Main colong aja!"
"Wah, iya dasar anjing sialan!"
"Eh, siapa kalian!?" tanya Kong Oesman yang keheranan.
"Hey! Kita orang-orang dari Undomaret! Gak liat seragam kita biru-biru begini?!" ucap salah seorang pekerja mini market itu.
"Terus kalian mau ngapain?" tanya Kong Oesman lagi.
"Ya kita mau ambil papan reklame kita lah! Masa ambil elu!" ujar Mbak-mbak Undomaret yang mukanya barbar itu.
"Alhamdulillah! Akhirnya ni anjing mati juga!" ujar Mbak-mbak yang satunya lagi seraya sujud syukur.
"Eh, Rocky! Gak mati!" teriak Kong Osman.
"Mati itu, Kong!"
"Enggak! Cuman pingsan!"
"Mati! Ayo taruan?!" tantang Embak-embak bermuka barbar.
"Kurang ajar lu!" Kong Oesman pun tak terima anjing miliknya di bilang mati.
Akhirnya dia mengamuk dan mengejar dua wanita pegawai mini market itu.
Masih dengan wajah dan pakaian yang penuh lumpur dari selokkan.
"TOLONG ADA ORANG GILA NGAMUK!" teriak kompak dua wanita pegawai mini market itu sambil berlari.
To be continued