Chereads / Suami Autis Kesayanganku / Chapter 9 - Umar yang Gagap

Chapter 9 - Umar yang Gagap

Setelah mengobati tangan Halima yang lukanya, kemudian Umar mengajak Halima untuk pergi dari dapur dan tentunya perkerjaan dapur dilakukan oleh pelayan.

"Kakak...., aku.....," ucap Halima dengan ragu untuk meminta ingin melanjutkan memang kue karena melihat tatapan tajam Umar yang sepertinya telah mengetahui niatnya.

"Hemmmmm... ayo ikut aku kekamar." ucap Umar mengajak Halima dengan lembut.

"Tapi.... aku.....," ucap Halima yang terpotong.

"Biarkan para pelayan yang melanjutkan memanggang kue...., kamu temani aku di perpustakaan saja." ucap Umar.

Sebelumnya tangan Halima yang saat ini di berikan obat salep agar tidak melepuh yang sebelumnya odol yang telah di bersihkan. Karena kulit Halima yang putih, tentu otomatis tangan Halimah yang loyang panas berubah memerah walaupun tidak melepuh tapi tetap saja masih terasa sedikit panas dan perih. Dan Umar telah membantu membalut tangan Halimah agar cepat sembuh.

"Kamu bisa membaca buku apapun yang kamu sukai di ruangan ini,dengan syarat harus dikembalikan di tempat semula." ucap Umar yang melihat wajah Istri terlihat sangat kagum.

Biasanya Umar membuat karya ilmiah, bukunya, atau riset apa pun dengan tempat yang terpisah sehingga. Tentunya baru kali ini Halima mengetahui adanya perpustakaan yang sangat luas di kamar mereka. Bahkan mungkin ada ribuan buku ditempat ini.

Jika biasanya Halima saat meminjam buku di perpustakaan hanya di perbolehkan 1-2 buku, sepertianya kali ini Halima tida perlu meminjam buku lagi karena buku di perpustakaan milik suaminya ini sangat lengkap.

"Bagaimana bisa dibalik tempat kerja kakak membaca dan mengoreksi buku ada perpustakaan dengan buku sebanyak ini? tanya Halima penasaran.

"Alhamdulilah, ni buku koleksi ku dari sekolah dasar sampai aku mendapat gelar profesor. Tentun semua buku ini kebanyakan aku beli sendiri dan sebagian hadiah dari Ayah bunda serta beberapa lomba yang aku ikuti dulu." ucap Umar.

Bagiamana bisa Umar mengatakan hanya mengikuti beberapa lomba sedangkan ratusan bahkan ribuan piala yang terpajang diatas rak buku teratas itu telah menandakan bahwa sangat banyak sekali perlombaan akademik maupun non akademik yang pernah diikutinya.

"Piala sebanyak itu kakak bilang hanya beberapa?" tanya Hajar yang merasa sangat terkejut.

"Hemmmmm.... iya itu hanya beberapa saja, Karena yang lainnya adalah di rumah yang ada di Jerman." ucap Umar.

"Kakak memiliki rumah sendiri di Jerman?" tanya Halima penasaran.

"Bukan rumah sendiri tapi rumah kita sekarang." ucap Umar dengan gemas mencubit pipi chubby Halima yang tampak sangat penasaran dari tadi.

"Aw..... kakak.....?" ucap Halima yang sedikit kaget.

Tentunya Halimah sangat kaget karena sebelumnya saat Halima sedang asik memandang buku, Umar sedang asik dulu tampak mengoreksi buku dengan jarak 5 meter darinya bagaimana bisa hanya dalam hitungan detik tiba-tiba suaminya itu sudah ada disampingnya dan mencubit sebeleh pipinya.

"Iyaa... mengapa wajah mu terlihat kaget seperti itu?" tanya Umar.

"Bukannya kakak tadi mengoreksi buku di ujung sana, bagaimana kakak bisa dengan cepat tiba-tiba ada disampingku?" tanya Halima penasaran sekaligus takjub.

"Mungkin karena aku....aku... dulu pernah ikut lomba atletik dan kecepatan jalan ku...ku.... jadi bertambah cepat." ucap Umar yang tiba-tiba menjadi sedikit latah, tentunya wajah Umar sedikit memerah karena malu tiba-tiba latahnya muncul disaat yang tidak tepat.

Umar yang terlalu terburu-buru dalam berbicara dan pengucapan memang sering bersikap sedikit patah dan itulah kelemahannya yang merupakan seorang autis.

Yang paling tidak Umar sukai adalah latahnya tersebuat jika sudah muncul tidak akan hilang dalam waktu hitungan jam bahkan bisa beberapa hari baru kembali normal.

Hal ini yang membuat Umar suka berada dirumahnya, selain sikap latahnya yang kadang-kadang kambuh Umar juga akan merasa orang-orang bisa saja mengejeknya nanti dan tentunya untuk mengantisipasi sikap latah dadakannya itu.

Umar tidak boleh terlalu dekat dengan seseorang karena memang akan mudah terkejut dan akan bersikap latah mengulangi setiap ucapan yang orang sebelumnya pernah katakan didekat nya. Hal ini yang membuat Umar selalu membuat orang disekitarnya selalu menjaga jarak padanya bahkan tak jarang kadang orang tuanya juga harus menjaga jarak.

"Kakak terlihat sangat lucu dan imut seperti itu... tapi apakah kakak mengidolakan Aziz gagap sejak lama?" tanya Halima dengan polos dan menggenggam tangan Umar yang tadi mencubit pipinya.

"Ti...tidak." ucap Umar yang sengaja bicara singkat agar gagapnya itu hilang tapi ternyata Umar masih saja gagap.

Sebenarnya Halima sangat ingin tertawa keras saat ini karena melihat tingkah lucu dari suaminya, tapi melihat wajah dari suaminya yang sepertinya terlihat sangat serius walaupun sedikit gagap membuat Halima menahan tawanya.

"Apa... kamu.....kamu, kamu, kamu.. ingin menertawakan ku.....?, astagfirullah halazimmm." ucap Umar saat melihat beberapa buku jatuh tiba-tiba.

"Ada hantu..." ucap Halima dengan kaget dan takut dengan reflek langsung memeluk Umar. Bahkan Halima lupa dengan pertanyaan yang lontarkan oleh suaminya itu karena terlalu takut.

Umar sangatlah senang ternyata Halima tidak mempermasalahkan cara bicaranya yang gagap, malah istri mungilnya itu terlihat sangat mengemaskan karena beberapa buku yang jauh tiba-tiba.

"Itu... tu..tu... bukan.. Han..hantu...," ucap Umar sambil mengusap pelan pucuk kepala istrinya yang sepertinya sangat ketakutan sehingga memeluknya dengan sangat erat.

"Ayo.... kita keluar dari sini kakak... hiks...hiks.... hiks...., baca bukunya dikamar aja..." ucap Halima yang tiba-tiba menangis sambil memeluk sebuah buku yang tadi telah dipilihnya.

Umar yang melihat istrinya menangis karena ketakutan langsung saja mengendong Halima ala pengantin baru keluar dari perpustakaan rahasia dan masuk kekamar Mereka. Sedangkan Halimah hanya menangis memeluk erat leher Umar karena takut.

"Sekarang kita... su..sudah ada..ada..dikamar kamu su...su..sudah aman Istriku...., Ada aku kamu tidak perlu....terlalu cemas." ucap Umar.

Saat ini Umar sedang duduk di atas ranjang mereka dengan posisi Hajar tentunya duduk diatas pangkuannya sambil masih memeluk erat leher Umar sambil terisak.

Tentunya Hajar memang selain sangatlah seorang penakut Hajar juga sangat cengeng, jika biasanya Hajar yang ketakutan akan meringkuk dilantai sambil menangis sendirian menunggu kakak atau ayah nya datang, namun kali ini ada Umar yang selalu menjaga dan memeluk Halima disaat Halima merasa takut.

"Terimakasih kakak maafkan aku... yang telah membuat baju kakak basah...?" ucap Halima yang kemudian berusaha untuk turun dari pangkuan suaminya.

Ranjang mereka yang sempit saat ini telah berubah menjadi ranjang yang besar dan luas tapi walaupun begitu Umar selalu tidur dengan memeluk erat Halima.

Bahkan tidak jarang Umar dan Halima menyisihkan sebagian besar tempat tidur mereka yang kosong disaat mereka terbangun di pagi hari. Karena Umar sudah tidur di bantal Halima dan Halima tidur dangan pelukan hangat umar dengan berbantal lengan kokoh Umar.

"Tetap...lah sep...seperti ini... se..se..bentar saja." ucap Umar yang mencegah Halimah turun dari pangkuan nya. Halima hanya diam saja walaupun sedikit bingung tapi tetap membiarkan Umar memeluknya erat.