Di tengah perjalanan, hujan turun, membuat Anggi tak ragu mengeluarkan air matanya, kenangan indah itu masih terasa manis di benaknya, namun semua telah berubah dengan begitu cepatnya, kenapa? Kenapa!!?
" Van, "
" Hmm, " jawab Revan.
" Nanti gue harus bilang apa kalau ketahuan ke hotel bareng lo? " Tanya Anggi cemas, tersenyum getir, satu satunya caranya untuk membuat dirinya goyah akan hatinya sendiri.
" Gak akan, kan gue juga gak ngelakuin apa apa ke lo, " ujar Revan dengan nada datar, dia cuma ingin kembali baik pada Anggi, gadis yang dicintainya sejak kecil, meski mereka sendiri pun masih belum yakin akan hubungan mereka.
" Tapi sahabat gue tuh suka banget ngelaporin orang, " Revan tetap menggeleng, dia percaya akan dirinya sendiri bahwa mereka tidak akan dicurigai. Kecuali kalau memang satu malam penuh Anggi tidak pulang, itu baru pantas!!
" Ah, lo terlalu cemas aja, santai aja, kok lo udah kaya dikejar psikopat aja, " ujar Revan, entah kenapa kali ini dengan nada bercanda, ah, ini bukan rasa cintanya! Bukankah ini terlalu cepat memaafkan kesalahan Anggi?
" Van, lo tau sendiri kan bokap gue kek gimana? " dengan nada sesak, takut dia kena marah lagi, karena dikira melakukan hal yang tidak tidak, padahal ya gak papa sih.
" Lo itu terlalu cemas, lo tenang aja, " ditengah terjangan hujan Anggi tak tahu lagi harus berkata apa, bagaimana juga kalau sahabatnya itu mencarinya? Atau bahkan melaporkan nya? Anggi melihat kearah hape nya.
" Yah mana hape gue batere habis lagi, " ucapnya kini hampir——hampir doang—— putus asa, ya, dia tak bisa menghubungi Vania dan Sisca yang mungkin kini sedang mencari-cari dirinya.
" Arghhh!!! (Mengacak acak Rambutnya sebal), lo sih, Van! Ngapa juga sih lo harus bawa gue ke hotel segala? " Tanya Anggi dengan nada marah, emosinya sedang Teraduk, tak bisa dijelaskan lagi, mukanya merah padam, saking marahnya. Tak terasa kini air matanya ikut jatuh, dia akan kena marah selama lebih dari seminggu.
" Kalau gak salah gue pernah lihat berkali kali lo di culik Dira, berkali kali!! Terus kenapa lo gak belajar dari kesalahan lo? Apa lo nyaman nyaman aja sama Dira? Sementara sama gue udah kek musuh bebuyutan? " Tanya Revan dengan nada datar, menurunkan kecepatan mobilnya, Anggi jadi deg degan, dia ingat persis kapan dia di motor yang sama dengan Dira, tak ia sangka Revan mengawasinya? Menelan ludah, situasi ini makin menjadi saja.
Kini situasi mengubah mereka berdua menjadi senyap, tak ada lagi yang berbicara, Anggi takut kalau Revan masih marah dengan dirinya karena kesalahannya dulu, mungkin dia menganggapnya sepele, namun dia benar benar tak tahu beda point of view dengan Revan.
" Van, "
Revan tak menjawab, bahkan tak berdehem, dia tak mendengar perkataan Anggi, dunianya masih penuh dengan masa lalu.
Anggi tertunduk, sudahlah, ikuti kata takdir, entah itu baik atau buruk, bukannya setiap manusia pernah mengalami hal yang tak diinginkan nya?
" Gue mulai yakin kalau seharusnya gue gak terlibat ini semua, " Revan berpikir sejenak, maksud Anggi apaan lagi? Batinnya.
" Maksud lo apaan, Nggi? " Tanya Revan mengerutkan keningnya, masih fokus mengemudi, sudah sampai di komplek perumahan Anggi, tinggal sebentar lagi sampai.
" Gue takut asli, kalau emang kita ketahuan gimana? " menghela nafas, tertunduk degan wajah sedihnya.
'Elah, lo sendiri yang nyuruh takut, kan gue udah bilang dari tadi, gak usah takut,' gumam Revan, huft... Tak ia sangka sudah sampai di rumah Anggi saja.
" Dah sampe, turun sono, Nggi. " Revan berucap, dia menyuruh Anggi pergi, namun Anggi terdiam menatap Revan, Revan pun mengerutkan keningnya, lagi lagi dia harus mencerna pikirannya untuk menentukan ekspresi Anggi saat ini.
" Lo turun cepetan Nggi, sebelum lo ketahuan bokap lo, " Anggi menatap Revan dengan nafas lemahnya, dia ingin mengatakan.
" Nggak ada payung!! " ucapnya lengah, cuma gara gara begitu doang? Anggi nyengir, malu juga rasanya ngomong gitu sama Revan.
" Yaelah, lo mau bokap lo curiga sama lo gara gara lo minta payung? " Anggi menggeleng, dia nggak mau sekali kalau harus berurusan dengan orang tuanya.
" Ya terus gue harus gimana dong nih? " Tanya Anggi, dia tidak mau kehujanan, padahal sih sudah di depan rumah.
" Ya lo tinggal lari bentar, atau mau gue pinjemin Jas hujan? " Anggi menggeleng, nanti malah ketahuan gimana? Yang susah kan dirinya.
Anggi sudah bulat tekadnya, untuk keluar dari mobil Revan, segera!! Daripada makin lama ia tidak masuk rumah makin dicurigai ia, ah sialnya dia belum membuat alasan yang bagus.
Anggi keluar dari mobil Revan, buru buru dia menutup pintu mobil Revan dan langsung berlari menuju rumahnya, terpaan hujan yang memang setajam silet, belum pernah hujan turun sampai begini nya.
Masuk dalam rumahnya, Anggi sudah menggigil, hujannya dingin sekali, ditambah cuaca ekstrem yang membuat air hujan yang turun dari langit terasa sakit.
" Anggi, kamu dah pulang sayang? " Deg, Anggi mendongak, mendapati ibunya yang mendekat kearahnya, dalam hati Anggi hanya bisa berdoa, 'Semoga nyokap gue gak nanyain kenapa gue pulang sendiri, amin,' terus berdoa seperti itu, dia belum siap, belum memikirkan alasan bagus yang masuk akal.
" Kamu pulang kesini sama siapa? Setau ibu temen mu itu dari tadi pada nyariin kamu, " Deg, jantung Anggi berdetak dengan kencangnya, apa doanya nggak didengar sama malaikat?
" Anggi jalan kaki, bu, " jawab Anggi, mencoba mencari jawaban logis, jangan sampai nih dia tertangkap basah, untung aja di sekitar sini nggak ada sisitivi.
" Ha? Kok bisa? " cari jawaban logis, langsung lolos dari semua ini, itu yang ada di benak Anggi saat ini, suwer dia saat ini bingung banget harus gimana.
Ah, tiba tiba dia mendapat lampunya.
" Tadi pas Anggi sampe di komplek— "
" Sana mandi cepat, sebelum kamu sakit, " ucap ibu kelihatan panik, padahal sih Anggi hanya melangkah beberapa langkah kaki saja, dia tidak kehujanan, sekarang pas dingin dinginnya disuruh mandi? Harus cari jawaban logis apalagi sih ini????
" Tadi pas Anggi sampe di komplek baru turun hujan bu, terus Anggi berlindung sebent— "
" Cepat mandi, jangan kebanyakan alasan, nanti kalau kamu sakit bagaimana, hah? " lagi lagi ibu memotong ucapannya, sudahlah, Anggi nurut saja sebenarnya, toh dengan begini kan dia bakal selamat, but, dingin banget gak sih mandi malem malem pas hujan, pula?
Mau tidak mau Anggi kini masuk ke dalam kamar mandi, dia menghela nafas, mandi gak ya? Itu jawaban yang sulit, mungkin dia di kamar mandi lima menit saja, dan mengganti pakaiannya.
" Woy, lagi apa lo?!! " Tanya Ron mengetuk pintu dengan kasar, alasannya ya karena dia belum mandi, tubuhnya sudah lengket, dari tadi dia keringetan terus gara gara berhadapan sama Diana.
" Mandi bang, " ucap Anggi panik, dia lalu menyalakan kran nya segera, takut jika ketahuan semuanya.
" Cepet, gue juga mau mandi, " teriak abangnya, diiyakan dengan anggukan kepala, tapi apa kedengeran?
lima menit kemudian, Anggi mengganti pakaiannya, selesai, dia segera keluar dari kamar mandi, dia menoleh kesemua arah, kemana abangnya? Apa dia tidak menunggunya?
" Ah udahlah, jangan pikir yang bukan bukan dulu, " Anggi membaringkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk, dia kini sedang menggunakan baju piyama nya yang berwarna pink.
Anggi menutup matanya, memulai traveling dalam mimpinya, namun tak berselang lama, dia mendengar samar samar seperti ada pertengkaran, tak mau ambil pusing Anggi diam, dia sih orangnya bodo amat, Memang nya ada apa dengan pertengkaran? Ikut campur? Seperti itulah batin Anggi kala ia mendengar ada orang yang bertengkar.
Tiba tiba pintu kamarnya terbuka lebar, Anggi membuka matanya, dia lalu menoleh, terlihat abangnya berjalan menuju ke arahnya dengan perasaan yang marah, kenapa? Kenapa dengan abangnya? Anggi menjadi takut, tapi dia tidak boleh bersangka buruk terlebih dulu, jangan membuat Ron curiga!
" Bang, lo ngapa kesini? Mau mandi yak? " mengalihkan perhatian, jangan sampai apa yang ia pikirkan saat ini benar benar terjadi.
" Ikut Abang, " singkat, padat, jelas, dingin, tak seperti sifat Ron biasanya yang manja selalu pada adiknya tercinta. Anggi mengangguk, menelan ludahnya, ada sesuatu apa? Tumben tumbennya abangnya dingin seperti ini padanya.
Anggi menuruni tangga rumahnya, cuma berupa tiga buah anak tangga, matanya membulat dengan sempurna, betapa terkejutnya dia melihat Revan disana bersama kedua orang tuanya, orang tua Revan juga, Revan saat ini terlihat menunduk. Anggi menatap Abangnya, kini dia tahu persis kenapa abangnya seperti ingin menerkamnya hidup hidup, dia sudah ketahuan!! Ah sial, padahal dia tak melakukan apapun, tapi mana percaya mereka.
to be continued