Anggi begitu deg degan, menelan ludahnya dengan susah payah, dalam batinnya 'Anjirr ngapa harus ada Revan segala sih? Jangan jangan bener perkiraan gue kalo Revan ketahuan nyulik gue, duh!' Anggi yang panik kini bisa berbuat apa? Dia kan sudah bilang, ah, lagian Revan segala sih pake culik culik kan padahal cuma mau Nostalgia.
" Nak, ibu mau tanya, apa bener kamu berbuat mesum di hotel? " Tanya ibu dengan nada ketus, tatapannya, membuat keringatnya bercucuran, suasana seketika menjadi pengap, dia tak bisa berkata kata, sudah terlanjur meminum pil pahit nya.
" Nggak bu, Anggi mana mungkin melakukan itu! " Menunjuk Revan, dengan nada gugup, lagipula dia memang tidak melakukannya kan? Kenapa harus membawa bawa dirinya?
" Kamu jujur sama ayah sekarang juga, kamu pulang diantar Revan kan?! " Tanya Ayah marah, dia mendekat kearah Anggi, ingin sekali rasanya dia mencekik putrinya itu, yang sudah bertindak kelewat batas, padahal semua itu hanya salah paham, membahas yang begituan saja Anggi malah menjauh, bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal begituan?
" Sungguh ayah, aku nggak melakukan apa apa!! " Bantahnya, dia mana takut kali ini, dia mencoba membantah, dia memang tak melakukan apa apa! Ini semua cuma fitnah dari mata ke mulut.
" Kamu nggak perlu lagi bohong sama ayah, karena ayah sudah punya bukti yang kuat, kalau dia menculik kamu, lalu membawa kamu ke hotel! " Ujar Ayah dengan nada ketus, Anggi menelan ludahnya, dari mana ayahnya mengetahui semua itu?
'Sial, kudu apa gue sekarang? Moga aja ayah nggak ngira kita ngelakuin hiya hiya,' Batinnya yang cuma bisa menelan ludah pahit. Darimana sih ayahnya tahu semua itu kalo dia emang diculik. Apa jangan jangan dua sahabat gue yang laporin gue? Batin Anggi, dia tentu satu satunya tersangka, karena siapa lagi yang mau mengawasinya dua puluh empat jam?
" Yah, kasih Anggi waktu bentar, " ucap Anggi menelan ludahnya, sudah gila apa dia berani beraninya bicara begitu pada macan tidur yang terbangun.
Ayahnya mengangguk, hah? Tumben segampang itu berurusan dengan macan tidur, batin Anggi, tak pakai basa basi lagi, Anggi pergi ke arah Revan dan menarik lengannya. Revan mengerutkan keningnya, kenapa Anggi menariknya ke dapur?
" Van, kok bisa ketahuan kek gini sih? " Bisik Anggi, tapi dengan nada agak keras, sungguh sial banget apa yang dia takutkan malah jadi kenyataan.
" Ya mana gue tau, Nggi. Tadi gue pulang terus mereka marah, gua tanya ada apa, eh mereka malah ngajak gue ke rumah lo, asli Nggi, gue gak tau apa apa, " mendengar alasan itu tentu Anggi percaya, nyatanya baru saja Revan mengantarnya pulang, kan nggak mungkin banget.
" Eh bentar, katanya lo nginep di hotel? " Revan menggeleng, petanda dia tak jadi menginap di hotel, Anggi hanya ooo aja.
" Van, terus siapa dibalik semua ini? " Revan Mengerutkan keningnya begitu mendengar ucapan Anggi itu, ya mana dia tahu, kenapa tanya dia?
" Van, lo udah ceritain yang sebenernya kan? " Revan mengangguk, dia tentu dari tadi sudah ribut ribut menceritakan yang sebenarnya terjadi kalau dia cuma ingin nostalgia, tapi tetap tak ada yang mempercayai nya.
Sebenarnya Revan memang asli kangen dengan Anggi, sudah lama sekali mereka tidak berkomunikasi, hingga membuat Revan terpaksa menculik Anggi, meski ia tahu apa resikonya yaitu yang sedang terjadi saat ini. Namun ntah apanya yang salah, cinta yang sudah lama tumbuh di dalam hatinya sudah terkubur hatinya yang muram, tidak seperti dulu dimana dia begitu bucin—budak cinta— dan perhatian sekali dengan Anggi, tidak seperti saat ini.
Mereka sama sama terdiam, hening yang selalu menghantui kini datang diantara mereka, biarkan mereka berada di dunia mereka masing masing saat ini, di pikiran mereka yang tak ada habisnya.
" Eh, Van. Minum dulu yuk, gue ambil in nih ya? " Revan mengangguk, Anggi kemudian pergi ke lemari es miliknya, mengambil botol minuman dan memberikannya ke Revan tanpa gelas, tapi Revan tetap meminumnya.
" Udah Nggi, yuk, siapa tau mereka tungguin kita, " Anggi mengangguk, dia mengembalikan botol minuman nya ke kulkas, lalu menyusul Revan yang sudah lebih dulu kembali ke ruang tamu.
" Kalian ngomongin apa? " Tanya Mamanya Revan, menatap sinis dan sengit kearah Anggi. Ya wajar sih mamanya menatap Anggi tak suka, Anggi sengaja tidak memandang mata Mamanya Revan itu, biarkan saja, bodoh amat dia akan dibenci seperti apapun.
" Nggak ngomongin apa apa kok ma, kenapa emang? " Tanya Revan, sok polos, padahal pikirannya sudah seperti orang dewasa, meski mereka masih berusia di bawah umur.
" Terus tadi kamu ke dapur ngapain? " memiringkan kepalanya, dia benar benar sudah geram, tapi harus ia tahan sedikit kegeraman itu, tunggu hingga saat yang akan datang.
Mereka duduk berhadapan, memandang kosong, rasanya semuanya sudah tidak sama, Anggi pasti akan dibenci lebih dari perkiraannya. Anggi tak bisa lagi bicara, dia hanya bisa menggenggam kedua tangannya yang dingin dengan wajahnya yang tertunduk saking takutnya menatap mamanya Revan itu.
" Revan, kenapa kamu menculik anak saya ke hotel?! " Tanya Mamanya Anggi dengan nada marah, dengan tatapan tidak suka, begitu juga papanya Anggi.
" Bibi, sudah Revan bilang Revan cuma mau Nostalgia bareng Anggi! " Alasan itu sudah terlontar hingga puluhan kali dari mulut Revan, namun orang tuanya pun bahkan tak percaya pada ucapan anaknya itu.
" Kamu sudah menjelaskan itu berkali kali, tapi saya tidak percaya!! " Dengan nada geram, semakin lama berbicara dengan anak ini——Revan—— Semakin membuatnya kesal saja.
Revan menghela nafas kesal, kenapa Mamanya Anggi tidak percaya saja padanya? Bahkan orang tuanya pun juga, arghh, kenapa juga sih dia harus sebodoh ini menculik Anggi? Apa karena takut ada yang mengganggu?
" Ma, tapi Revan nggak bohong, ma. Revan bener bener cuma ngajak Anggi buat nostalgia, karena kita udah lama gak ketemu, itu aja!! " Anggi menjelaskan, tak terasa buliran air matanya sudah mengucur kemana mana, namun dia tahu, semua orang di dunia tidak ada yang tidak memiliki sifat keras kepala.
" Itu semua bohong!! " Bentak Papanya Revan, dia kini turun tangan karena kupingnya sudah panas, tak tahu harus memilih yang mana lagi.
Semua pandangan termasuk Anggi, Revan, dan Ron tertuju pada Papanya Revan, mereka mengerutkan keningnya, apa maksud perkataannya barusan?
" Apa maksudmu semua itu bohong?! " Tanya Mamanya Revan, sepertinya sebentar lagi bakal ada drama.
" Anda tidak perlu membalikan keadaan, sudah jelas anak anda dengan liarnya menculik anak saya dan membawanya ke hotel, " Ayahnya Anggi ngotot, dia tidak bisa diam saja kali ini, membuat situasi ini semakin kacau saja.
" Kita perlu bicarakan ini baik baik, " mamanya Revan mencoba membuat suaminya itu tenang sejenak, tiba tiba sekali Ayahnya Revan yang sangat marah itu mendobrak meja dengan kuat sehingga membuat orang yang berada di ruangan kaget.
Anggi menjauh dari pertengkaran orang tuanya dengan orang tua Revan, begitupun Revan, dia begitu takut saat ini, padahal sudah jelas kan kalau dia sudah mengatakan yang sebenarnya? Namun mereka saja yang keras kepala.
" Nggi, sebenernya siapa sih yang laporin semua ini? " Tanya Revan lirih, Anggi menggeleng dan seolah menjawab "Mana Gue Tau."
" Bang! Lo harus percaya sama gue bang, " Anggi meminta ke abangnya, abangnya mengangguk, dia dari tadi diam saja karena tak mau ikut campur dan ujung ujungnya dia yang kena marah.
" Bang, bilang sama Anggi, siapa yang laporin Anggi? " Tanya Anggi meminta sebesar-besarnya kepada Abangnya untuk menjawab pertanyaan nya itu. Abangnya memandang kearahnya, dia lalu berbisik-bisik kepada adiknya, mata Anggi membulat, begitu tahu siapa di balik semua ini.
Revan menyadarkan Anggi, dia lalu bertanya siapa? Siapa di balik semu ini? Itu saja yang ingin dia tahu. Anggi menjawab, " Dira dan Sasha, " Revan juga ikut terkejut, what? Dari mana semua ini bermula.
" Kalian dudukk!!!!! " Ucap Mamanya Revan yang saat ini sedang marah marahnya, keringat langsung bercucuran, tidak Revan, tidak Anggi maupun Ron mereka semua mengangguk dan duduk di sofa dengan keadaan diam, tak berani memandang wanita paruh baya di depannya.
" Kami sudah deal, karena kesalahan satu malam kalian, kami sepakat akan menikahkan kalian!! " Jederrrrr, tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba tiba petir menyambar ke hati dua anak remaja yang usianya masih 16 tahun itu, menikah di usia sekarang? Apa mereka masih waras? Sekolah saja belum lulus!! Tapi, bagaimanapun mereka tak bisa membantah.
To Be Continued