Tak bisa menolak, mereka akhirnya menyetujui bahwa mereka akan menikah sesegera mungkin, Minggu depan. Namun Anggi dan Revan sama sama berjanji kalau mereka akan menyimpan rahasia ini, karena diberi tahu pun mereka tak akan percaya, ini sebenarnya cuma perjanjian semata mereka, entah kedepannya akan bagaimana.
seminggu berlalu sudah, ijab qobul sudah dilakukan satu jam lalu, kini Anggi merasa sangat lelah, dia berbaring di ranjang nya, ini mungkin terakhir kali ini berada disini, dia pasti akan merindukan tempat ini, Anggi akan pindah sejauh mungkin, di apartemen, dimana mereka bisa hidup mandiri tanpa uang jajan dari orang tua mereka.
" Bang, gue bakal kangen sama tempat ini, " ucap Anggi dengan nada sedih, kamar inilah yang sudah ia tinggali selama lebih dari 16 tahun, bagaimana ia bisa dengan mudahnya melupakan kamar yang penuh kenangan ini?
" Abang juga bakal kangen sama ocehan mu yang kek setan, " mendengar itu Anggi langsung bangkit, seenaknya saja dia dikatai setan, memangnya dia cerewet?
" Idih, adek lo sendiri lo panggil setan, pacar lo yang kek iblis lo bilang manis, " dengan nada mengejek, ya, mengejek siapa lagi kalau bukan kebodohan abangnya?
" Woy, gausah ya lo ejek Diana, tuh kan kek setan mulutnya, " kini giliran mengejek, sesaat mereka saling diam, kemudian sama sama tertawa lebar, humor mereka anjlok ntah karena apa.
" Bang, gimana kalo gue kangen sama ni kamar? Ini kamar kesayangan, " lebay, dia ingin bersenang senang di hari terakhirnya di rumah ini, abangnya mengerti itu, tapi ada rasa senang karena sebentar lagi dia bisa guling guling bebas di ranjangnya ini.
" Alah udahlah, kemas kemas nya udah kan? " Anggi mengangguk dengan senyum tipis, agak gak rela banget sih kalau dia harus meninggalkan kamar kesayangan nya.
" Yaudah kalau gitu, dah sana, " Anggi mengangguk tidak pasti saja, tak mau membuat suaminya menunggu. Eh, dia sebenarnya belum bisa menyebut Revan suaminya, karena mereka hanya dijodohkan di waktu SMA.
" Bye, bang. " Dengan senyum dan membawa backpack nya, Anggi menutup pintu, kenapa dia dipindahkan tiba tiba? Karena orang tuanya yang merancang dunia pernikahannya dimana Revan dan Anggi akan terbiasa hidup mandiri, lantaran mereka sudah menikah.
Anggi menuruni tiga anak tangga di rumahnya, dia kemudian melihat Revan yang tersenyum menghadapnya, tapi dia biasa saja kok. Dia mencoba sementara untuk tidak memikirkan Dira, dia bukan suami sah nya, ah, sebenarnya menganggap Revan adalah suaminya saja masih mustahil bagi Anggi, mengingat mereka hanya sekedar teman tapi mesra.
" Dah siap say? " Tanya Revan dengan nada datar, dia berdiri dari tempat duduknya, Anggi mengangguk, mereka lalu keluar dari rumah ini, menuju ke dunia mereka yang dewasa.
Sebenarnya, mereka belum merasakan cinta mereka telah kembali, mereka merasa benih cinta yang ditanam selama ini kini terkubur rapat rapat di hati mereka, mereka saat ini hanya melakukan sandiwara untuk tidak menyusahkan orang tua mereka, keputusannya begitu singkat dan tak bisa mengelak.
Tiga puluh menit perjalanan, barulah mereka sampai ke sebuah rumah yang besar, yang sudah dibeli orang tuanya Revan.
" Masuk kuy, " ucap Revan kemudian diiyakan Anggi, mereka masuk, isi rumahnya tidak terlalu buruk, menggunakan cat berwarna cerah, sama seperti rumah Anggi sebelumnya.
" Van, sebenernya kalo gue tinggal di rumah lo juga ga papa kan? " Tak dijawab Revan, dia sedang sibuk mengemasi semua barang yang ia bawa, entah kedepannya akan seperti apa pernikahan mereka, namun esok hari pun mungkin akan rapuh.
" Hah? Lo ngomong apa Nggi? Gue gak denger, " ucap Revan terlihat ketar ketir dengan semua barang yang dibawanya, Anggi yang menyadari itupun langsung bergegas membantu suaminya, eh, suami?
" Enggak jadi deh, "
*******
sudah malam sekali, akhirnya mereka selesai memindahkan barang-barang mereka, mereka capek sekali, unik sekali rumah ini, memiliki masing masing lantai, lantai kesatu untuk umum, lantai dua untuk Revan, dan lantai ketiga untuk Anggi? Ya!!
Meraka tidak satu atap, alasannya ya satu, mereka masih muda, menikah saja seharusnya masih lama waktu yang seharusnya.
Anggi yang saat ini masih mencoba untuk tidur, matanya tidak bisa tertutup, dia sangat takut untuk tidur sendiri, tapi dia malah merasa tidak enak jika seranjang dengan Revan.
" Alah, sialan gue gak bisa tidur. " Anggi beberapa kali mengucek matanya, rasa kantuk nya sudah sangat berat, namun menutup matanya hingga ke alam mimpi sangat susah rasanya.
Anggi menarik selimutnya, semakin lama hawa seramnya makin bertambah saja, tiba tiba ada setan yang menarik kakinya membuat dia berteriak kencang. " Aaaaaaa tolong!!!! " Pintanya dengan kencang membuat Revan yang masih terjaga bangun dan langsung menuju ke lantai atas, cemas, itu yang dirasakannya saat ini.
(buat yg takut horor, wkwkwk. )
Revan mendobrak pintu, dia lalu menoleh kearah Anggi yang terlihat sedang ketakutan begitu, " Ada apa Nggi? " tanya Revan terbata bata, ya mau bagaimana lagi, capek dia lari dari lantai dua.
Anggi masih ketakutan, ya mungkin karena tadi malam dia diajak abangnya untuk nonton film horor, jadi buat penakut film horor langsung terbayang dong.
" Ngapa sih lo Nggi, nggak jelas banget, " mendengus kesal, malam malam ngagetin saja, mungkin jika Revan adalah karakter kartun, dia sudah mengeluarkan asap dari telinganya.
" Van, jujur gue takut tidur sendiri, " tanpa sadar memeluk Revan, gemas, itu yang dirasakan Revan saat ini, eh tunggu, benih cintanya balik lagi?
" Etdah, begitu doang, " mencoba sabar, ini hari pertamanya, mungkin kini dia akan tidur seranjang dengan Anggi, mau bagaimana lagi? Anggi saja tidak bisa tidur sendiri. " Ya udah gue temenin. " Anggi mengangguk, entahlah, dia tidak terbiasa bahkan tidak pernah yang namanya tidur sendiri.
Anggi kembali membaringkan dirinya, kenapa ya halusinasi nya begitu tinggi sampai sampai dia ditarik halusinasi nya sendiri? Revan juga naik ke ranjang, dia lalu langsung menutup matanya, sudah malam dan besok dia harus pergi ke sekolah.
Namun berbeda dengan Anggi, dia masih belum bisa tertidur, ah, kuncinya satu satunya untuk tertidur adalah kamarnya yang dulu dan abangnya yang selalu menemaninya.
" Van, gue gak bisa tidur, " keluh Anggi, namun tak di dengar Revan, gimana mau denger, kalo Revan aja udah pulas?
Anggi mencoba tidur hingga akhirnya dia benar benar terlelap, rumah ini agak tidak cocok untuknya, atau memang dia belum terbiasa saja dengan ini semua.
******
pagi hari sekali, Anggi terlihat sedang terburu buru untuk mandi, dia telat!! Alasannya ya satu, dia kelelahan jadi istirahat terlalu lama, selesai mandi, Anggi mengganti pakaiannya dari baju tidur menjadi seragam sekolahnya.
" Duh, makan apa ya? " bingungnya, dia kan sudah menikah, jadi dia harus memasak sama seperti ibunya?
Selesai mengganti pakaiannya, Anggi turun ke lantai bawah, dia seperti bau masakan seperti nasi goreng, ya benar saja, Revan yang memasak nasi gorengnya. Anggi diam diam tersenyum, ternyata benar apa yang dikatakan Revan dulu bahwa cita citanya menjadi seorang koki.
" mewujudkan cita cita, Van? " Tanya Anggi dengan menekuk kedua tangannya, dengan tersenyum, Revan menoleh, dia lalu tertawa kecil.
" Nggak kok, itu mah cuma impian kecil kecilan dulu, gue udah ogah bercita-cita jadi koki, " ucap Revan malu malu, dia kembali fokus memasak, dasar, belum apa apa sudah bucin——budak cinta—— bagaimana jadinya nanti?
" Cepet Van, ntar telat mampus kita, " Revan mengangguk. Dia kemudian mengambil semua nasi goreng yang sudah dimasaknya dan langsung dimakan karena mereka sudah terlambat.
di gerbang sekolah, Anggi terlihat turun dari mobil terlebih dulu, dia harus tetap menyembunyikan identitas nya saat ini, maka dari itu tidak boleh ada temannya yang melihatnya semobil dengan Revan.
" Masuk dulu Nggi, ngapa kudu nunggu gue? " Tanya Revan yang ternyata sudah disampingnya saja, Anggi tersenyum malu, dia lalu mengurai rambutnya, mereka berjalan bersama dengan pakaian SMA itu, lihatlah keromantisan dua anak remaja yang sudah menikah, dari kecil sudah memendam rasa cinta, hingga tibalah hari ini, mereka beda usia setahun, namun tak menjadikan mereka penghalang dari kecil hingga remaja mereka.
to be continued