Chereads / BUKAN SITI NURBAYA / Chapter 8 - Sentuhan Manis (21+)

Chapter 8 - Sentuhan Manis (21+)

Keysa sengaja melangkah lebih dulu memasuki rumah Dina. Lalu kemudian Monalisa menyusul langkah Keysa dan Yash yang saling bergandengan, baru kemudian aku menyusul mereka dengan Ryan.

"Mau bergandengan tangan?" tanya Ryan padaku.

"Umh, tidak. Aku belum terbiasa," jawabku menolak dengan gugup. Aku terpaksa berbohong, rasanya belum siap menggandeng laki-laki seperti Ryan di tengah keramaian pesta nanti.

"Hem, baiklah. Aku mengerti," jawab Ryan dengan nada lirih. Aku tahu dia kecewa, tapi aku tidak peduli.

Begitu sampai di tengah keramaian yang bertempat di halaman belakang rumah Dina, yang ternyata begitu luas, kami menghampiri Dina dan memberikannya ucapan dengan kado kecil dari kami.

"Selamat hari pernikahan, Din! Bahagia selalu, ya!" ucapku pada Dina sambil menyalaminya dan menciumi pipi kanan dan kirinya.

"Aaaakh, makasih ya, Mel. Makasih juga, Key. Aku senang akhirnya kalian datang dengan pasangan masing-masing, ups... Amelie, dia bukan pacar sewaan kan? Hihihi..." Dina menggodaku begitu melihat Ryan berdiri di dekatku sejak tadi.

"Hem... Dina, kali ini dia benar-benar pacar Amelie. Baru saja jadian kemarin, iya kan, Mel?" sahut Keysa sambil menyenggol lenganku.

Seketika aku menjadi gugup, kikuk, dan salah tingkah. Ryan tersenyum dengan bangga mendapatkan pujian dan godaan nakal dari Keysa dan Dina.

Sementara Yash, lagi-lagi dia acuh tapi diam-diam menatap wajah Monalisa sejak tadi. Apakah kini dia tertarik pada Monalisa? Oh, tidak!

Acara demi acara pun di mulai, banyak pula permainan seru yang sengaja diadakan khusus untuk pasangan. Tapi aku menolak untuk mengikutinya, aku berniat berpindah posisi dengan mencari tempat yang sedikit sepi dari kebisingan pesta malam ini.

Kuraih segelas orange jus yang tertata di atas meja, kuhempaskan napas berat, sungguh suasana membosankan.

Tiba-tiba seseorang memeluk pinggangku dari belakang, sontak saja membuatku menoleh dengan detak jantung yang hampir saja meledak.

"Ryan..." kataku dengan mata melotot.

"Ada apa, Mel? Kau tampak terkejut begitu." Ryan pun turut terkejut.

"Kupikir kau..."

"Siapa?" tanya Ryan begitu ucapanku terjeda.

Kupikir dia Yash. Karena hanya dia saja yang bisa melakukan hal itu padaku, hanya dia yang begitu gila, dengan berani menyentuhku.

"Tidak, aku hanya sangat terkejut."

"Kenapa kau sendirian disini? Aku mencarimu sejak tadi, bagaimana jika ada lelaki yang menggodamu sementara ini cukup sepi," ujar Ryan sambil melihat sekita. Tempat ini memang cukup sepi, itu alasannya aku berdiam diri disini.

"Tsk, lagipula siapa yang akan menggodaku di tempat ini? Semua tampak asyik bermain game dengan pasangan masing-masing," jawabku acuh.

Ryan terdiam sejenak, menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga kembali menatap wajahku.

"Ada apa?" tanyaku mengacaukan tatapannya.

"Kau sangat cantik malam ini, aku hanya khawatir banyak mata lelaki yang mengintaimu tanpa sepengetahuanku."

Itu memang benar, Ryan. Kamu terlambat menyadarinya, setiap kali aku pergi ke tempat seperti ini memang akan selalu ada yang menatap nakal sekujur tubuhku.

"Terima kasih sudah memujiku, Ryan." Aku terpaksa mengulas senyuman pada Ryan untuk menanggapi pujiannya padaku.

"Hanya itu?" tanya Ryan dengan melangkah lebih dekat padaku.

Kembali detak jantungku berguncang tak menentu, apa yang akan dia lakukan? Mungkinkah dia akan menciumku? Oh tidak! Tatapannya memang sedang tertuju pada bibirku saat ini.

Tuhan, tolong aku!

"Amelie, aku sungguh sangat menyukaimu," ucap Ryan seraya meraih satu tanganku yang kosong, sedang tangaku yang lain memegang segelas orange jus.

Lalu kemudian Ryan menggenggam tanganku. Mengecup punggung tanganku dengan lembut, membuatku merasa bergidik dan terpaku.

"Eng, emh... Ry,ryan..." ujarku dengan spontan menarik tanganku dari genggamannya.

Ryan tersenyum lembut menatapku yang gusar di depannya, meski aku sedikit lega akhirnya dia melakukan sebuah kecupan di punggung tanganku saja.

"Maaf, jika kau tidak menyukai sikapku ini, Mel."

"Bukan, bukan begitu. Tapi, ini di tempat umum. Aku malu, aku juga tidak ingin Keysa melihat lalu kemudian terus menggodaku hingga aku jengah."

"Hahaha... Ternyata kau gadis yang lugu, aku yakin kau benar-benar wanita yang baik atau mungkin ini pertama kalinya kau jalan dengan seorang laki-laki yang sudah menjadi pacarmu."

Heh, dia pikir aku selugu itu? Baguslah jika kau berpikir seperti itu. Karena akan lebih memudahkanku memanfaatkanmu, Ryan. Aku bukan lugu, bukan juga malu. Tapi entah kenapa aku tidak bisa menemukan kenyamanan setelah dekat denganmu.

"Aku memang belum terbiasa mendapatkan perlakuan begitu dari pacarku, maka itu rasanya aku masih malu. Maafkan aku, Ryan."

"Tidak apa, Sayang. Lagipula kita memang masih baru mengenal satu sama lain," balas Ryan dengan lembut lalu mengusap kepalaku.

Degh!

Mendadak jantungku terasa terhenti. Perlakuannya barusan terasa bagaikan sengatan listrik yang menjalar di sekujur tubuhku.

"Aku ke toilet dulu ya, akh... Sial. Mengganggu saja si Jony."

Aku menaikkan satu alisku, mendengarnya menggerutu menyebut nama Jony. Aku masih belum memahaminya dan hanya mengangguk dengan lugu seperti yang di pikirkannya tentangku.

Begitu Ryan pergi menuju ruang toilet. Aku kembali mengingat ucapannya, si Jony? Toilet? Apakah yang di maksud itu...

Oh tidak! Dasar gila, pikiranku... Kenapa kau begitu kotor? Dia pasti salah sebut barusan. Ada apa dengan juniornya itu?

Lantas aku tertawa sendiri, ini sangat lucu bagiku. Dia bukan hanya konyol, tapi juga polos dan lugu, bisa-bisa dia menyebut alat kelaminnya di depanku tanpa rasa malu.

Aku kembali menyeruput sisa orange jus di gelas yang sejak tadi aku genggam. Semenit berlalu, kembali aku di hentakkan dengan seseorang yang memeluk pinggangku dari belakang.

"Ryan, jangan begitu! Aku sudah katakan tadi," ujarku tanpa menoleh ke belakang.

"Oh? Jadi, Ryan sudah menyentuh bagian ini lebih dulu?"

Sontak aku menoleh ke belakang dan mengenali siapa pemilik suara itu, lalu spontan mendorongnya menjauh dariku.

"Yash? Kau? Brengsek, apa yang kau lakukan barusan sangat menjijikkan."

Yash menyeringai, lalu merapikan baju kemeja yang dia kenakan malam ini setelah sedikit berantakan karena aku mendorongnya cukup keras.