Sejak malam itu, hubunganku dan Ryan terus berlanjut. Begitupun dengan Yash dan Keysa, tapi sejak itu pula aku selalu menolak setiap kali Keysa mengajakku pergi bersama dimana dalam kebersamaan kami akan ada Yash.
Aku selalu berusaha menghindarinya, karena perlahan aku merasa ada sesuatu yang beda yang kurasa setiap kali bersama Ryan. Entah ini perasaan suka atau bukan, kuharap ini hanya perasaan semata karena terlalu sering bersama.
"Amelie, apa kau punya pacar sekarang?" tanya si Black kakak sepupuku.
"Apaan sih, Kak? Jangan ngawur deh," balasku berkelit.
"Aku cuma tanya saja, kenapa kau terlihat kesal?"
"Terserah!" aku segera beranjak pergi dari ruang tengah yang sejak tadi duduk santai dengan satu toples cemilan kesukaanku.
Sedikitpun aku tidak berniat marah pada Black, tapi sikap kakek yang diam-diam menguping pembicaraan kami barusan tanpa sengaja aku melihatnya di balik dinding pojok rumah ini.
Kakek pikir aku tidak akan mengenalinya saat bersembunyi disana. Saat ini aku tidak ingin di ketahui oleh siapapun bahwa aku tengah berpacaran dengan Ryan. Laki-laki yang penuh percaya diri sepertinya tidak pantas aku ajak datang ke rumah ini bertemu dengan kakek dan nenek.
Secara bersamaan, Ryan menelponku ketika aku sudah di kamar.
"Ya, Yan?"
"Amelie, bisakah malam nanti kita bertemu?"
"Dimana?" tanyaku segera meresponnya.
"Di Cafe xxx, ada yang ingin aku bicarakan."
"Hem, baiklah!" jawabku mengiyakan, kebetulan aku ada jadwal kuliah sore hari ini.
"Baiklah, kita bertemu langsung di Cafe."
"Ya!" jawabku singkat lalu panggilan berakhir.
Hubunganku dan Ryan sudah satu bulan berjalan, tapi entah kenapa dia tidak pernah berniat datang ke rumah atau memintaku mengizinkannya datang ke rumah. Itu sebabnya, aku selalu berusaha menyembunyikan hubungan ini dari kakek dan nenekku.
Tiba sore hari, seperti biasa. Aku bersiap-siap segera menuju kampus, dengan penampilanku yang selalu santai dan energik. Sore ini kukenakan celana jins panjang berwarna navi, kupadukan dengan kaos polos lengan pendek yang begitu pas membalut tubuhku.
Hight heels berwarna kulit dari salah satu produk ternama sengaja kupilih untuk mendukung penampilanku lebih terlihat tinggi dan ramping ini, cukup membuat aku merasa tampil penuh percaya diri.
Drrrrttt... Drrttt...
Getar ponsel di atas meja riasku segera kuraih, panggilan dari Keysa mendarat di ponselku.
"Aku sudah di depan, cepat keluar!" cakap Keysa yang sudah sampai di depan pintu pagar rumah untuk menjemputku menuju kampus bersama.
Aku segera mematikan panggilan telepon dari Keysa, lalu beranjak pergi dengan langkah sedikit cepat menuju ke luar rumah. Kulambaikan tangan ketika melihat Keysa di dalam mobilnya.
"Ada apa dengan penampilanmu sore ini?" tanya Keysa menegurku kemudian. Dia memang paling peka tentang penampilanku ini.
"Aku ada janji dengan Ryan di Cafe nanti."
Sambil memutar setir mobilnya dan perlahan melaju pergi, Keysa tampak membuang napas panjang.
"Ada apa? Bukankah ini keinginanmu, aku dan Ryan berpacaran sampai detik ini."
"Aku iri, kenapa di saat kau sudah mendapatkan pacar, hubunganku dan Yash justru terancam bubar."
"Apa?" tanyaku seketika.
Mungkinkah Yash sungguh-sungguh akan memutuskan hubungannya dengan Keysa hanya karenaku?
"Apa kau tau, Amelie. Dia selalu menanyakan tentang Monalisa setiap kali kami bertemu, mengobrol di telepon, atau saling bertukar pesan singkat. Aku sungguh tidak percaya itu, mungkinkah dia tertarik pada Monalisa?"
Aku terperangah, antara terkejut dan tidak percaya.
"Mmona-lisa?" tanyaku lagi.
"Hem, sepupu kita. Si wanita gila itu, apa kau percaya itu? Oh, kenapa harus Monalisa? Aku merasa kecantikanku ini sangat dijatuhkan."
"Pfffttt... Kau gila, Key!" ujarku terkekeh-kekeh.
"Kau percaya itu, Mel. Seorang Monalisa? Ingin menyaingiku?"
"Ehm, kau tenanglah dulu. Mungkin saja Yash hanya termakan tipu daya Monalisa. Karena malam di pesta itu dia terus menatap wajah Yash, kau tau bagaimana Mona."
"Huh, aku tidak akan membiarkan Yash di rebut nenek lampir itu." Keysa berbicara dengan tatapan tajam dan berapi-api. Genggamannya pada setir mobilnya begitu kuat.
Aku tercengang, sepertinya Keysa sangat mencintai Yash yang tidak punya hati ini. Bagaimana aku akan menjauhkan Yash darinya?
Malam pun datang, Ryan sudah memberitahuku melalui pesan singkat bahwa dia sudah menungguku di depan kampus. Tiba-tiba saja dia datang menjemputku, bukankah tadi dia bilang akan menungguku di Cafe saja?
"Key, Ryan sudah menungguku di depan. Kau yakin tidak ingin bergabung dengan kami?"
"Ayolah, Mel. Ini malam mu, kau nikmati saja waktu berdua dengan Ryan. Jangan lupa, berikan sensasi seksi untuk mengikat hatinya. Hihihi..." Keysa menggodaku nakal.
"Key!" aku memelototinya seketika.
"Hahaha... Selamat menikmati waktu pacaran, Mel! Aku ikut senang jika kau bahagia."
Tapi bukan itu yang aku rasakan, Key!
Gumamku dalam hati.
Aku melangkah kemudian menuju depan kampus, benar saja kulihat Ryan sudah berdiri dengan bersandar di mobilnya.
Dia melambaikan tangannya ketika tatapannya menemukanku, dia mengulas senyuman manis dari gigi gingsulnya. Sangat manis dan menggemaskan saat tersenyum begitu.
Ryan membukakan pintu mobilnya untukku, aku tersenyum seraya memasukinya. Lalu kemudian dia menyusul masuk dan duduk di sebelahku.
"Umh... Mel, kita jadi ke Cafe atau..."
Aku mengernyit.
"Aku ingin menikmati waktu berdua denganmu, Mel. Kita sudah berpacaran selama satu bulan, bagaimana perasaanmu padaku? Apakah kau sudah benar-benar menyukai dan mencintaiku?"
Pertanyaan apa ini? Aku tersentak mendengarnya.
"E-eh... Aku..." belum sempat aku lanjutkan ucapanku, Ryan mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Detak jantungku mulai meningkat. Oh tidak! Jangan sekarang, apakah dia berniat menciumku?
"Ry-yan... Stop! Eng, apa yang akan kau lakukan?" tanyaku kikuk dan gemetaran. Rasanya detak jantungku kian akan membludak meledak melalui ubun-ubun.
Aku akui, aku belum pernah bersentuhan dengan laki-laki meski banyak yang mengejarku, banyak yang ingin memilikiku, tapi untuk bersentuhan lebih dari sekedar pegangan tangan, aku...
"Mari kita berciuman," ujar Ryan dengan suara parau.
Glek!
Aku menelan ludah paksa, untuk membasahi tenggorokanku yang seketika mengering dan dadaku mengembang oleh pertahanan napasku.