Sampai di kampus, kudengar Keysa berteriak memanggil namaku dari belakang. Sontak saja aku menolehnya dan menghentikan langkahku.
"Mel, maafkan aku. Pagi ini aku tidak memjemputmu, mobilku di bawa papa. Menyebalkan!"
"Huhft... Selalu deh, kamu ini."
"Aku baru saja akan mengajakmu pergi ke toko buku nanti, tapi..."
"Eh, Mel, Keysa. Kebetulan sekali, kalian sudah datang."
Keysa segera menghentikan ucapannya ketika salah satu teman kampus kami menyapa. Dia beda jurusan dengan kami, tapi kami sering sekali bertemu dan berkumpul bersama di kantin.
"Ada apa, Din?" tanyaku menyapa.
"Aku mau mengundang kalian malam nanti di rumahku," jawan Dina sembari memberikan undangan padaku dan Keysa.
"Undangan?" tanya Keysa sambil membuka kartu undangan pernikahan yang begitu indah.
"So what? Anniversary yang ke-1 tahun?" Keysa terbelalak dengan terkejut. Begitupula denganku yang terperangah setelah mengetahui ternyata Dina sudah menikah.
"Hehehe... Kalian terkejut bukan? Maafkan aku, selama ini aku sengaja tidak mengatakan pada kalian juga semuanya bahwa aku sudah menikah."
"Tsk, kau bahkan tidak mengundang kami dalam pernikahanmu," ujarku menatapnya tajam.
"Maaf, Mel. Saat itu sungguh pernikahanku mendadak di adakan dengan keluarga dekat saja, maka itu malam nanti aku mengundang semua teman-temanku, dan kalian wajib datang dengan pasangan kalian, oke!" ujar Dina mengingatkan.
Aku dan Keysa saling melihat satu sama lain. Mengangguk pelan tanpa kata, kulihat senyuman Dina begitu sumringah. Tak kusangka dia sudah menikah selama itu, aku hampir tidak mempercayainya.
Dina, di kampus kami termasuk wanita yang cantik dan seksi. Banyak juga para lelaki yang mendekatinya, entah bagaimana dia menyembunyikan statusnya itu.
"Mel, ajak Ryan. Kau harus membawa pasanganmu kali ini, oke!" ujar Keysa tiba-tiba.
"Hem, tentu. Dia kan pacarku," jawabku dengan nada congkak.
"Dih, sombong, Lu! Hahaha..."
Aku menyumbingkan bibirku mendengar ledekan Keysa. Sambil meraih ponselku untuk menelpon Ryan segera.
Beberapa menitku tunggu respon darinya, hingga terdengar suara yang begitu lembut dari seberang sana.
"Ya, Sayang. Wah, sepagi ini kau menelponku?"
Tsk, aku merasa mual mendengarnya berkata demikian.
"Emh, Ryan. Bisakah malam nanti temani aku?"
"Kemana?"
"Aku ada undangan ke pesta anniversary pernikahan temanku di kampus, aku diminta untuk membawa pasanganku."
"Sungguh? Jadi, kau mau memperkenalkan aku pada teman-teman kampusmu?"
Oh my God. Dia PD sekali, tujuanku bukan itu.
"Ehm, ah... Ya, apa kau bisa?"
"Aku bisa, tentu bisa!"
"Baiklah! Aku tutup teleponnya, bye..."
"Eh, Amelie..."
Klik!
Aku tahu dia masih ingin bicara denganku, tapi aku tak ingin merusak moodku pagi ini.
"Gimana?" tanya Keysa yang sejak tadi mencoba menelpon Yash sedikit jauh dariku.
Langkah kami semakin dekat menuju ke ruang kelas. Keysa tampak sedikit kesal.
"Aku akan datang bersama Ryan," jawabku.
"Ugh... Yash menyebalkan! Padahal Ryan akan datang, tapi entah kenapa dia menolak dengan alasan sibuk. Aku tau dia bohong, apakah dia punya simpanan di belakangku?" Keysa tampak kesal dan cemberut.
Kami pun tiba di kelas dan langsung menghempaskan tubuhku kami duduk di kursi kami.
"Jadi, pacarmu itu menolak untuk datang menemanimu nanti?" tanyaku lagi sekali.
"Hem..." Keysa mengangguk dengan bibir manyun.
"Mengapa kau tidak bilang aku akan hadir dengan Ryan, jadi kita bisa double date bukan?" ujarku sekenanya memberikan ide. Sejujurnya aku ingin melihat reaksi Yash saat mengetahui aku akan datang dengan Ryan.
"Oh Tuhan! Kenapa aku tidak kepikiran hal itu?" Keysa terperanjat lantas menepuk keningnya sendiri.
Sontak dia kembali mengutak-atik ponselnya untuk menelpon Yash dan mengikuti ide yang kuberikan padanya barusan.
Aku sengaja berpura-pura acuh meski kedua telingaku fokus mendengar obrolan Keysa dan Yash.
Memang ajaib. Terlebih lagi, sepertinya Yash memang laki-laki yang tidak baik. Begitu mendengarku akan ikut serta hadir bersama Ryan, dia pun mengiyakan ajakan Keysa.
Tampak terlihat Keysa begitu sumringah dan mulai centil berkata-kata mesra pada Yash di telepon.
Maafkan aku, Key! Tunggu lah sebentar lagi, meski ini sedikit menyakitkan bagimu, aku tidak berniat menyakiti atau mengkhianatimu. Akan tetapi, aku sedang menunggu waktu yang tepat untuk menjebak Yash.
"Yeay... Amelie, idemu sangat jenius. Akhirnya Yash mau datang bersamaku ke pesta nanti." Keysa berteriak di kelas lalu kemudian memelukku.
Aku tersenyum selebar mungkin memaksa kedua ujung bibirku untuk tertawa kemudian.
Malam pun tiba, aku sudah siap dengan gaun yang sengaja kupilih untuk tampil cantik dan seksi malam ini. Gaun berwarna hitam, warna favoritku selama ini, menjuntai panjang menutupi hingga mata kaki.
Rambut panjangku sanggul bak artis-artis korea papan atas, kulit kuning langsat yang selalu kubanggakan seolah begitu kontras di balut gaun hitamku.
Sepasang hight heel yang kukenakan malam ini, adalah pilihan yang selalu aku percaya memberikanku kepercayaan diri lebih meningkat dengan tinggi badanku yang terbilang mini.
Akh, walau begitu aku tetap merasa paling cantik. Konon, wanita yang terlahir dengan tubuh tinggi minimalis akan selalu terlihat awet muda. Dan aku selalu percaya itu, yah... Harus percaya.
Namun, bukan itu yang aku khawatirkan saat ini. Aku memikirkan bagaimana aku akan meminta izin pada nenek dan kakek untuk pergi ke luar. Tentu nenek dan kakek akan menginterogasiku dahulu sampai aku jengah.
"Key... Aku sudah siap, tapi..." ucapanku terhenti ketika menelpon Keysa lebih dulu.
"Ah... Aku mengerti, aku mengerti. Aku sedang menuju ke rumahmu, buka pintu."
"Hei, apa kau gila? Jika aku yang membuka pintu pasti nenek dan kakek akan mengomeliku lebih dulu."
"Ya ya ya... Sungguh malang nasibmu itu, hahaha..." Keysa tertawa meledekku seraya kemudian mematikan panggilan teleponku.
Detak jantungku masih terasa tidak karuan setelah lebih dulu aku bisa mengendalikan Ryan yang tidakku perbolehkan datang menjemputku ke rumah, kini giliran Keysa yang entah bagaimana dia akan mengambil hati nenek dan kakek agar mengizinkan kami pergi ke pesta bersama.