"Hai, Yash! Maaf aku terlambat," ucap Ryan begitu tiba di depan kami. Tatapan Ryan masih tertuju pada Yash dan Keysa saja.
"Aku sudah hafal betul dengan sifatmu ini," balas Yash menimpali.
"Hai, Ryan. Apa kabar? Oh ya, kenalin ini sahabatku, Amelie." Keysa mulai bicara serta memperkenalkanku pada laki-laki itu.
Dia melirikku, tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya. Aku terkesiap, dia memang sangat sweet.
"Hai, aku Ryan." Dia mengulurkan tangannya padaku tanpa ragu.
"Hai, aku Amelie."
Sepertinya tanganku berkeringat saat bersentuhan dengannya. Dia terus saja tersenyum padaku, tak sedikitpun mengerjapkan matanya menatapku.
"Ehhem..." Keysa dan Yash berdehem bersamaan sehingga membuat kami seketika melepas jabatan tangan kami yang sejak tadi masih saling bersentuhan.
Aku salah tingkah, rasanya sekujur darah di tubuhku mengalir deras. Menahan rasa yang bercampur aduk entah bagaimana itu.
"Ayo, kita nikmati malam ini. Atau, kalian mau ngobrol bersama?" ajak Keysa kemudian.
Aku mengangguk menuruti ucapannya, begitupula dengan Yash dan Ryan yang saling berpandangan sesaat.
Kami duduk bersama di sebuah sofa di tengah keramaian club malam ini, gendang telingaku mulai terasa berkedut-kedut ingin pecah rasanya.
Sesaat kemudian datang seorang pelayan club yang bertubuh seksi membawakan beberapa gelas minuman berwarna merah. Aku terkesiap, berpikir jika itu adalah anggur merah yang memabukkan.
Oh tidak, aku tidak mungkin meminumnya. Atau aku akan mabuk dan sampai di rumah tentu kakek dan nenekku akan benar-benar mengusirku.
"Tenang aja lagi, Mel. Ini bukan anggur atau minuman yang memabukkan, hahaha..."
Sialnya lagi, Keysa bisa membaca pikiranku saat ini. Membuatku malu saja, seketika wajah Yash tampak meremehkanku. Berbeda dengan Ryan yang hanya mengulas senyuman tipis padaku.
"Ini hanya minuman biasa. Lagi pula kita tidak suka meminum minuman yang beralkohol." Ryan menerangkan sembari memberikan segelas minuman itu padaku.
Aku meraihnya dengan ragu-ragu dan kikuk. Itu semua lantaran Ryan menatapku dengan rasa iba, membuatku merasa di remehkan saja.
Kami pun mulai menikmati suasana malam di club, yang semakin lama kian semakin saja ramai. Diam-diam tatapan Yash selalu tertuju padaku, berbeda dengan Ryan yang hanya sesekali saja bertemu pandang denganku.
"Key, aku ke toilet sebentar." Aku beranjak bangun setelah berpamit sebentar menuju kamar kecil.
"Jangan sampai nyasar, Mel!" ledek Keysa padaku.
Aku hanya mendesis kesal padanya. Sembari berjalan menuju ruang toilet yang entah dimana itu tempatnya aku masih asal melangkah untuk mencarinya.
Akh, sial! Kenapa tatapan Yash selalu tertuju padaku begitu nakal? Apakah dia buta siapa aku dan Keysa?
Setelah akhirnya menemukan ruang toilet khusus wanita, aku segera melangkah masuk meski aku tidak membutuhkan ruangan itu saat ini. Hanya saja, aku sengaja menghindari tatapan Yash.
Di dalam ruangan yang hanya sepetak ini, aku berpikir apa yang akan aku katakan serta lakukan untuk menjawab pertanyaan nenek dan kakek yang mengintrogasiku layaknya terdakwa yang penuh dengan dosa.
Aku segera keluar ruangan yang cukup membuatku merasa pengap ini, setelah sebelumnya aku mencuci kedua tanganku saja.
"Mel..." tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilku dari belakang yang spontan saja aku menolehnya ke belakang.
Yash??? Kenapa dia disini?
"Kau, ehm... Ada apa, Yash?" tanyaku kikuk.
"Ada apa? Kenapa kau terlihat kikuk? Aku dari toilet juga," jawab Yash santai dengan senyuman menyeringai padaku.
"Oh, baiklah. Aku duluan ya!" jawabku mendahului melangkah.
"Amelie, tunggu!" Yas memanggil seraya menahan lengan tanganku dan membuatku tersentak menoleh ke belakang.
"Yash! Lepaskan tanganku!" tandasku sambil menepis tangan Yash. Sungguh, aku terkejut akan sikap Yash ini. Entah kenapa aku tidak suka dia menyentuh lengan tanganku begitu.
"Tsk, Amelie. Kau terlalu jual mahal," ujar Yash tiba-tiba sehingga menyentakkan hatiku.
"Hei, apa yang kau maksud itu? Kau menganggapku jual mahal? Bahkan kau baru mengenalku, Yash!"
Dia keterlaluan! Aku memang wanita yang selama ini di kenal banyak berbaur dengan kaum laki-laki. Tapi bukan berarti aku mudah di sentuh sesuka hati.
"Oke, maafkan aku. Aku hanya ingin lebih dekat mengenalmu, itu saja Amelie. Kau sangat cantik, kau juga seksi menantang."
"Kau brengsek, Yash! Aku akan katakan ini pada Keysa. Kau laki-laki tidak baik baginya, kau penggoda!" hardikku pada Yash.
Namun, meski di ruang toilet terlihat beberapa orang berlalu lalang memasuki ruangan, Yash tak gentar dengan kembali menarik lenganku, mencengkram keras tanganku.
"Lepaskan tanganku, Yash! Kau bajingan ternyata!" kembali aku mencercanya.
"Kau pikir Keysa akan mudah percaya padamu? Dia akan lebih percaya jika sahabatnya lah yang selalu menggoda." cengkraman Yash kian kuat.
Aarght... Sial, kenapa aku justru tidak bisa melawannya karena dia begitu kuat mencengkram tanganku.
"Apa maumu, Yash?" tanyaku untuk mengalihkannya.
"Jadi pacarku!"
Dasar laki-laki Playboy!
"Kau gila!" hardikku kembali.
"Jujur, aku jadi lebih suka padamu di bandingkan Keysa. Kau jauh lebih menggairahkan, Mel."
"Lepaskan dulu tanganku, sepertinya kau sedang mabuk!"
"Aku masih waras, aku tidak mabuk!"
"Baiklah! Biarkan aku berpikir dulu, tolong! Lepaskan tanganku!" pintaku memohon.
Yash mengernyit. Dia menatap wajahku sejenak yang sedang menahan sakit akan cengkraman kuatnya di tanganku. Perlahan mulai meregang dan akhirnya dia melepaskan cengkramannya.
"Maafkan aku, Amelie."
"Kau menyakitiku, Yash!" jawabku sambil memijit dan memegangi lengan tanganku, bekas cengkraman tangan Yash.
"Apa kau sungguh akan memikirkannya?" tanya Yash kemudian.
Apakah dia pikir aku sebodoh itu? Oh, tidak, Yash.
"Apa kau memintaku menjadi simpananmu dari sahabatku Keysa? Begitu?"
"Emh... Aku, aku juga tidak bisa melepas Keysa. Dia sangat..."
"Kau begitu putuskan! Kau memilihku atau Keysa," jawabku menyela ucapannya yang terhenti.
Oh Tuhan, ini bukan dari hatiku, ini bukan pintaku yang sesungguhnya. Aku hanya ingin laki-laki brengsek ini menjauh dariku dan sahabatku Keysa.
Yash tersentak mendengar pilihan yang aku berikan padanya. Sepertinya dia mulai kebingungan, kuharap dia mulai masuk dalam perangkapku.