Chereads / Membawamu Kembali Bersama Kenangan (BL) / Chapter 2 - Bab 1: Musim semi yang selalu sama.

Chapter 2 - Bab 1: Musim semi yang selalu sama.

Hari itu usia Eiji baru saja menginjak lima tahun ketika ayah dan ibunya mengantarkan dirinya ke sekolah untuk pertama kalinya. Dia begitu senang dengan hal itu, ketika kedua orang tuanya adalah orang yang sibuk dan hanya memiliki waktu luang yang hampir bisa dihitung dengan jarinya. Dia terus saja menyenandungkan sebuah lagu di sepanjang perjalanan. Dia masih dapat mengingat bagaimana tangan besar ayah dan ibunya menggenggam jemarinya ketika menuntun dirinya menuju ke depan gerbang sekolah.

Namun rasa senang itu terlalu mahal untuk Eiji bayar.

Ayahnya tiba-tiba saja roboh di depan kedua matanya. Sementara itu tidak ada sesuatu yang aneh, kemeja ayahnya berubah warna merah di sekitar dadanya. Dia tidak mampu mencerna apa yang terjadi, ibunya berteriak sebelum akhirnya ikut terjatuh.

Eiji hanya mampu menatap pemandangan memilukan itu bersama bunga sakura yang berguguran tertiup angin. Kedua orang tuanya tewas dengan tembakan tepat di dada mereka.

.

.

"Sato-san?"

Eiji mencoba membuka kedua matanya. Dia dapat merasakan kepalanya begitu berat ketika dia harus bangun dari tidur karena terpaksa. Dia mendongak dan menatap wanita muda dengan seragam perawat di depannya. Mata teduh itu melihatnya dengan khawatir.

"Apa Anda baik-baik saja?"

Eiji dapat mendengar kekhawatiran lagi dari nada bicara wanita itu. Alih-alih membuka bibirnya, dia hanya menggangguk sebagai jawaban. Sejujurnya akhir-akhir ini dia merasakan badannya begitu lelah. Bagaimana pun dia tidak terbiasa bekerja. Namun dia melakukan hal tersebut sekarang. Meski kenyataanya uang di kartu belanjanya tidak pernah kosong, namun dia tidak mampu merasakan kebahagian seperti dulu. Dia lelah menunggu kekasihnya. Hingga akhirnya dia memilih untuk menghabiskan waktu luangnya untuk bekerja di sebuah kedai ramen. Berharap kesibukannya itu akan mampu mengisi kekosongan dalam hatinya.

"Yukihiro Sensei sudah menunggu Anda."

Eiji tersenyum mendengarnya. Dia bangkit dan bergegas mengikuti wanita di depannya. Dia cukup senang mendengar itu. Setelah menunggu beberapa hari, akhirnya Yukihiro bisa meluangkan waktu untuk dirinya. Jika dia adalah Eiji yang dulu, mungkin dia tidak harus menunggu dalam daftar pasien Yukihiro. Namun untuk sekarang dia bukanlah siapa-siapa dan tidak akan mungkin baginya untuk memaksa Yukihiro meluangkan waktu untuknya. Jadi dengan sabar dia menunggu untuk hari ini. Eiji tidak berharap akan mendapatkan kabar buruk ketika memasuki ruangan Yukihiro nanti. Dia hanya lelah. Dan Eiji mencoba menekankan kalimat itu di hatinya.

Tanpa sadar Eiji berhenti melangkah ketika melewati persimpangan dimana ruang ICU berada tidak jauh dari dirinya. Dengan ragu dia melihat seorang pria sedang memeluk wanita muda yang tengah menangis sesenggukan. Dia menggeleng seakan ragu bahwa pria itu adalah seseorang yang dia kenal. Bagaimana pun juga, banyak orang yang mempunyai potongan rambut pendek seperti itu. Sekali lagi dia meyakinkan diri bahwa kekasihnya tengah dalam perjalanan bisnis di luar kota.

"Sato-san?"

Eiji tersentak mendengar panggilan itu. Dia tersenyum dengan kaku seakan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan dirinya. Kemudian perawat itu berjalan kembali dan Eiji mengikuti dengan sesekali menoleh ke arah pasangan muda itu. Sampai kapan dia akan merasakan kesepian ini?

Eiji hanya bisa menghela nafas. Tidak ada yang harus dia sesali jika menoleh ke belakang dan melihat betapa menyedihkan hidupnya.

"Silahkan masuk, Sato-san."

Eiji tergeragap mendengar suara halus itu, seakan dia baru saja kembali dari alam lain.

Dia sedikit agak linglung ketika melihat ruangan Yukihiro ada di depannya. Dia bahkan tidak menyadari jika kakinya telah berhenti mengikuti wanita di depannya.

"Ya," ucap Eiji dengan kaku. Lalu tangan kurusnya terulur dan memutar knop pintu. Sekali lagi dia menghirup nafas dalam-dalam lalu membuangnya, dia menguatkan tekadnya sebelum menemui Yukihiro.

.

.

.

"Hanya stress dan kurang istirahat."

Tidak ada yang berubah dari hasil laporan kesehatan Eiji. Baik sekarang dan dua bulan yang lalu Yukihiro mengatakan hal yang sama. Lalu bagaimana bisa tubuhnya kesakitan hampir setiap malam? Jika hatinya yang lain yang menjerit, Eiji bisa memahami bahwa dia memang merasa tertekan. Tapi hati dan perutnya?

"Jika kamu stress itu juga bisa berpengaruh pada bagian tubuhmu."

"Kamu yakin?" Eiji kurang percaya akan hasil yang diterimanya. Dia hanya tidak ingin jika pada akhirnya tubuhnya melemah dan kekasihnya akan meninggalkan dirinya dan tidak akan pernah kembali lagi. Tanpa pria itu, dia sendirian sekarang.

"Lalu, apa aku harus bilang bahwa kamu sedang hamil?" ada nada kesal di dalam kalimat itu. Ah ya, bagi Yukihiro, pemuda di depannya memang selalu menyebalkan dan agak bebal.

Eiji tertawa hambar, "kamu pasti bercanda."

Seketika itu juga tawa Eiji memudar dan berhenti pada titik dimana ketegarannya runtuh. Hatinya kembali berangan. Andai saja dia memang bisa memberikan keturunan untuk kekasihnya, mungkin pria itu akan mengajaknya pulang dan menemui keluarga yang bahkan tidak dia kenal sama sekali. Namun seberapa besar keinginan itu ada, Tuhan tidak akan menjadikan harapan semu itu untuk menjadi nyata. Dia tidak akan bisa membengkokkan garis takdirnya. Karena bagaimana pun juga, cinta yang dia punya adalah sebuah kesalahan.

Eiji mengalihkan pandangannya ketika Yukihiro menatapnya dengan penuh keprihatinan. Dia membenci tatapan yang selalu mencoba memaksanya untuk kembali pulang kepada keluarganya. Dia telah dibuang, lalu untuk apa dia kembali?

"Tolong, jangan menatapku seperti itu!" seru Eiji agak sinis.

"Ada masalah apa kali ini?"

"Mengapa kamu harus peduli?" Eiji mulai merasa bahwa percakapan setelah ini akan membuatnya semakin terlihat menyedihkan.

"Kalian bertengkar lagi?"

"Mengapa kamu begitu kejam?!" seru Eiji mencoba mengalihkan rasa keingintahuan Yukihiro terhadap apa yang tengah terjadi pada hidupnya, "kami baik-baik saja." Bagiku, Eiji menambahkan kata tersebut dalam hatinya.

Pada awalnya semua memang baik-baik saja. Pada tahun pertama, kekasihnya setiap hari menemani dirinya ketika mereka tidak lagi disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Mereka mengobrol dan menghabiskan waktu bersama hingga pagi. Namun tanpa terasa, waktu menghancurkan kebersamaan itu secara perlahan. Ketika kekasihnya mulai bekerja, pria itu perlahan jarang pulang dengan alasan bahwa perusahaan membutuhkan tenaganya. Eiji bisa memahami itu dan mulai terbiasa menghabiskan makan malamnya sendirian. Dia bahkan bisa menghitung berapa kali pria itu terlihat dalam tiga bulan terakhir ini.

"Kamu membutuhkan seseorang yang bisa menyemangatimu."

"Apakah aku terlihat seperti pasien yang akan mati besok?" Eiji terlihat kesal dengan ejekan itu.

Perkataan Yukihiro cukup membuat lukanya kembali terbuka. Sekarang hanya ada pria itu di dekatnya. Kedua kakaknya telah memutuskan hubungannya setelah Eiji lebih memilih hidup dengan pria itu. Jika pria itu pergi, maka tidak akan ada yang tersisa lagi untuk dirinya. Selama lima tahun ini dia telah cukup berjuang untuk hubungannya dengan pria itu. Sekarang, dia kembali mengingat bagaimana tahun kedua dia hidup tanpa uang.

"Kamu baik-baik saja?" Yukihiro terlihat seakan merasa bersalah ketika melihat mata Eiji memerah.

Tolong jangan mengasihaniku! Eiji selalu mengatakan itu di dalam hatinya. Tidak peduli jika itu adalah Kekasihnya yang berkata ketika mereka sedang bercinta.

"Tentu saja." Eiji tersenyum dengan kaku. Dia bangkit dari duduknya dan sedikit membungkuk, "Terima kasih."

Eiji tidak tahan lagi dan segera bergegas keluar dari ruangan Yukihiro.

.

.

Ketika keluar dari gedung rumah sakit, angin sore menunggu Eiji di luar. Dia mengeratkan mantel yang dikenakan olehnya. Langit nampak cerah dengan beberapa awan putih yang berkumpul seolah mereka sedang membentuk kelompok. Bunga sakura perlahan turun satu demi satu mengikuti kemana arah angin pergi.

Dua puluh tahun yang lalu kedua orang tuanya meninggalkan dirinya sendiri. Angin yang bertiup sepoi. Bunga sakura yang berterbangan, dan langit biru yang seakan ternoda oleh awan putih. Lima tahun yang lalu, dia meninggalkan kediaman Sato ketika musim semi kembali datang. Lalu, apakah sekarang semua akan kembali terulang? Apakah pria itu akan datang dan memberinya perpisahan?

Pada akhirnya, Eiji mungkin akan kembali sendirian setelah semua orang meninggalkan dirinya.