Rery mengatakan pada Grizelle bahwa ia ada urusan dan harus pergi. Dia juga meminta wanita itu untuk kembali ke rumahnya saja karena sudah tidak ada lagi pekerjaan yang bisa ia lakukan. Selain itu Rery juga berkata akan mentransfer gajinya hari ini.
Karena terlihat buru-buru, Grizelle hanya mengangguk menyetujui perkataan sang idola. Dia yakin bahwa idolanya harus segera pergi dan ia tidak ingin menahannya dengan berbincang masalah pekerjaan rumah.
Begitu Rery melangkah pergi, Grizelle pun berteriak, "Hati-hati di jalan!"
Tanpa disangka-sangka sang idoanya pun juga menjawab kata-kata Grizelle. Hal itu membuatnya merasa senang dan spesial.
Kini Grizelle berbaring di tempat tidurnya sembari menatap sosok idola yang ada di atasnya. Dia tidak berkata apapun atau berkeluh kesah seperti biasanya. Kali ini ia hanya menatap poster sembari tersenyum.
Di tengah lamunannya, Grizelle menyempatkan diri untuk memutar musik yang ada di ponsel. Lagu yang selalu ia dengarkan tidak lain adalah lagu sang idola, meski beberapa di antaranya ada lagu pernyanyi lain. Hal itu bukan berarti Grizelle berselingkuh dari sang idola, dia mendengarkan lagu-lagu itu karena sangat suka dengan nada maupun isi dari lagu tersebut.
"Biarkan aku mencintaimu ...." Suara melengking terdengar di seluruh sudut ruangan. Grizelle yang ikut bernyanyi mengabaikan sekitar dan bertingkah layaknya penyanyi asli. Bahkan tangannya bergerak seolah sedang memetik gitar.
Setelah larut dalam tingkahnya, wanita itu pun tertidur karena suasana yang mendukung dan mata yang mengantuk. Memang, selama ini Grizelle sering menghabiskan waktu untuk tidur saat dia sedang tidak bekerja dan kebiasaan buruknya itu masih berlangsung hingga saat ini.
Di tengah mimpi indahnya, ia mendengar pintu yang terus diketuk. Dengan perasaan kesal wanita itu pun melangkah dan membukakan pintu.
"Hah, ada apa? Kenapa mengganggu tidurku?" tanya Grizelle yang matanya setengah tertutup.
"Tidur? Jam segini? Hah, sudahlah, cepat berikan nomor ponselmu," ucap Rery. Dia mengulurkan ponselnya dan menggerakkannya agar Grizelle segera mengambil ponsel itu.
Dengan raut wajah datar, Grizelle segera mengambil ponsel itu dan memasukkan nomornya. Setelah ponsel kembali ke tangan sang idola, tanpa mengucapkan apapun pria itu segera berlalu pergi.
"Wah, apa dia tidak tahu sopan santun? Sudah mengganggu tidurku, sekarang pergi tanpa mengatakan apapun?" Grizelle menggeleng melihat kepergian sang idola. "Ya sudahlah, karena aku mengantuk, tidak masalah." Wanita itu kembali ke kamarnya dan segera berbaring.
Kali ini tidak tidak lagi tertidur karena matanya sudah dibuat terbuka oleh Rery. Dia hanya diam menatap poster idolanya tanpa mengatakan apapun. Setelah beberapa saat terdiam, wanita itu meraih ponsel dan melihat kotak pesan.
"Tidak ada apapun," gumamnya. Grizelle sedang menunggu pesan dari Rery.
Setelah meminta nomor telepon, Rery memang tidak menghubungi Grizelle. Bahkan keesokan harinya pria itu juga tidak ada di apartemen karena sebanyak apapun Grizelle mengetuk, memencet bel, ataupun berteriak, sama sekali tidak ada jawaban dari dalam.
Hari berlalu dengan cepat, Grizelle yang biasanya bersih-bersih kini terus menerus mengawasi rumah Rery. Ia berharap ada tanda-tanda dari sang idola.
"Apa mungkin Bo pingsan di dalam? Ah, tapi itu tidak mungkin!" Wanita yang tengah menggunakan pakaian santai terus mondar-mandir sembari berpikir. Dia merasa khawatir karena sudah empat hari idolanya tidak ada kabar.
"Ah, mungkin Bo kembali ke perusahaan!" Sejenak ia terdiam. "Tapi tetap tidak mungkin, jelas-jelas managernya bilang sebulan!" Karena merasa kesal, Grizelle segera melempar tubuhnya ke sofa dan mengacak rambutnya.
Karena merasa tidak tenang, Grizelle meletakkan karpet di dekat pintu. Ia berencana tidur di sana agar bisa mendengar saat pintu tetangganya itu terbuka. Bahkan hampir setiap menit dia juga keluar dan memastikan apakah ada pergerakan dari Rery atau tidak.
"Aku lelah sekali! Kenapa aku terlihat seperti mata-mata!" Grizelle yang berbaring menendang-nendang ruang kosong. Ia merasa frustrasi karena idolanya sama sekali tidak memberi kabar. Rasa khawatir yang tidak kunjung sirna juga membuatnya tidak napsu makan ataupun melakukan aktivitas lain.
Ceklek!
"Suara pintu! Ah mungkin itu Bo!" Dengan tergesa Grizelle bangkit dari tidurnya, tanpa sengaja dia pun terpeleset dan jatuh. Kakinya membentur pinggiran tangga kecil dan membuatnya memar.
Tanpa memedulikan lukanya, ia segera membuka pintu dengan merangkak karena kakinya sakit jika di gunakan untuk berdiri. Namun, saat kepalanya melihat keluar dan menoleh ke apartemen Rery, tidak ada apapun, tidak ada tanda-tanda orang keluar maupun masuk.
"Apa yang kamu lakukan, Nak?"
Mendengar suara itu Grizelle menoleh. Rupanya itu tetangga sebelahnya dan bukan Rery. Karena merasa malu wanita itu hanya tersenyum dan kembali masuk.
Kini ia bersandar di daun pintu sembari duduk. Matanya pun mengarah ke lulutnya yang memar. Dia tidak mengambil tindakan apapun, hanya helaan napas panjang yang terdengar memenuhi ruangan.
"Sebenarnya di mana, Bo. Entah kenapa aku khawatir ...."
Kini wanita itu bangkit dan berjalan menuju kamar. Dia berbaring dan menatap poster idolanya. Kebiasaan yang sempat hilang kini kembali, dia berbincang tanpa lawan bicara ataupun seseorang yang bisa menjawabnya.
Dering telepon tiba-tiba terdengar. Karena masih merasa malas, Grizelle menjawabnya tanpa melihat siapa penelepon itu.
"Halo?"
"Apa kamu tidur lagi? Apa kamu memang suka tidur?"
Suara yang familiar membuat Grizelle tiba-tiba bangkit. Bahkan dia menghentakkan kakinya dengan kencang dan merasa kesakitan.
"Hei, ada apa? Kenapa kamu kesakitan begitu? Kamu baik-baik saja?"
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Grizelle, matanya memerah.
"Aku yang tanya, kenapa kamu tanya balik? Ah sudahlah, aku baik-baik saja. Sore nanti aku akan pulang. Tolong belikan bahan makanan, uang dan catatannya akan aku kirim."
Setelah mengatakan hal itu panggilan telepon terputus. Grizelle yang merasa senang mendengar suara sang idola langsung merasa lega. Bahkan dengan cepat ia mengecek ponsel dan memastikan apakah idolanya sudah mengirim daftar belanjaan atau belum.
Karena sudah dikirim, Grizelle yang kakinya tengah sakit pun segera bersiap. Dia mengenakan atasan lengan panjang dan rok pendek serta sepatu yang nyaman untuk kakinya. Setelah sedikit berias, wanita itu pun melangkah keluar dan membeli bahan-bahan yang Rery inginkan.
***
Setibanya di apartemen Rery, Grizelle segera mengetuk pintunya. Sebenarnya wanita itu tidak tahu apakah Rery sudah pulang atau belum, tetapi dia tetap mencobanya dan jika tidak ada ia berniat membawa pulang dulu belanjaannya.
"Masuklah!" ucap Rery begitu pintu terbuka. Melihat idolanya kini ada di hadapannya, Grizelle terdiam sejenak. Baru setelah Rery memanggilnya ia mulai melangkah masuk sembari membawa dua tas belanja besar di tangan kanan-kirinya.
"Bawa saja ke dapur," ucap Rery.
Tanpa menjawab, Grizelle segera melangkah dengan sedikit pincang karena kakinya terasa ngilu.
"Kenapa kakimu? Apa kamu terluka?" tanya Rery. Dia menatap wanita yang enggan berbalik.
"Ti-tidak. Aku kan membawa ini ke dapur dulu," sahut Grizelle.
Tidak menunggu lama, Rery meraih tubuh Grizelle dan membuatnya berbalik. Dia pun menatap kaki wanita di hadapannya dan mendapati lutut yang memar.