"Bangunlah, hey bangun!" Rery mengguncang tubuh Grizelle.
"Ah kita sudah sampai?" Wanita itu berusaha membuka matanya. "Aku ketiduran? Maafkan aku," imbuhnya.
"Sudah, kalian segera turun," timpal manager.
"Apa Kakak mengusirku?" tanya Rery kesal.
"Tidak, kalian sudah sampai dan harus turun. Aku harus kembali ke perusahaan segera," ucap manager.
Senejak terjadi perdebatan antara kedua pria itu. Rery merasa managernya tidak peduli padanya dan bertingkah layaknya supir yang mengantar jemput saja. Mendengar hal itu manager pun kesal dan perdebatan di antara keduanya semakin menjadi-jadi. Sedangkan, Grizelle yang masih setengah sadar tidak melerai, dia hanya berusaha bangun karena matanya masih terasa berat.
"Hei! Apa kamu hanya datang untuk tidur! Cepat minta Kakak tinggal!" teriak Rery saat menoleh melihat Grizelle.
"Ah, Bos ini kekanakan sekali sih. Lagi pula manager masih punya pekerjaan," ucap Grizelle. "Pak Manager, terima kasih sudah mengantar kami. Saya akan mengambil barang di bagasi. Grizelle segera turun dan mengabaikan Rery yang berteriak.
"Lihatlah gadis itu, dia sangat dewasa." Manager tersenyum menatap Grizelle. "Sudah sana turun dan ambil barangmu," imbuhnya.
Dengan kesal Rery pun turun dan mengambil barangnya. Tidak lama berselang manager pun pergi setelah mengucapkan kata perpisahan.
Wajah Rery tampak kesal, tetapi dia sadar tidak ada yang bisa ia lakukan selain masuk dan istirahat. Pria itu pun akhirnya melangkah dan meminta Grizelle mengikutinya.
"Bos, bukankah kita akan ke apartemen? Kenapa ini seperti villa?" tanya Grizelle sembari mengamati sekitar. Dia terkagum-kagum dengan bangunan bertingkat yang tidak cukup besar dan tampak mewah.
Rery hanya memintanya masuk tanpa mengatakan apapun. Grizelle yang kecewa dengan jawaban sang idola mencoba mengerti karena pria itu memang sedang dalam mood yang buruk.
Begitu memasuki villa, Grizelle dibuat kagum dengan tempat yang tampak nyaman meski mewah. Dia tidak menyangka melangkahkan kakinya di tempat seperti itu. Namun, di tengah kekagumannya dia menoleh ke sana kemari, mencari orang lain. Karena di komik serta novel yang ia baca, pasti ada pelayan, atau tukang kebun di tempat seperti itu.
"Tidak usah mencari siapapun. Kita hanya berdua," ucap Rery yang menyadari tingkah Grizelle. "Kamar ada di lantai dua, kamu bisa pilih yang manapun."
Setelah melangkah meninggalkan Grizelle, pria yang hampir menaiki anak tangga menghentikan langkahnya. "Ah, kamu pilih kamar di samping kamarku saja," ucapnya. Dia pun kembali melangkah dan disusul oleh Grizelle.
Begitu tiba di kamar, Grizelle terbelalak. Ia tidak menyangka akan menempati kamar yang lebih besar dari apartemennya. Pandangan kagum ia hentikan sejenak, wanita itu segera menata barang-barangnya dan pergi berbaring. Meski masih terasa asing, tetapi Grizelle terlihat menikmatinya.
Tok ... tok ... tok ....
Suara ketukan pintu menyapa wanita yang tengah hanyut dalam suasana.
"Ada apa?" tanya Grizelle begitu membukakan pintu.
"Apa kamu pikir ini adalah liburan?" tanya Rery. "Sudahlah, cepat turun dan bersihkan tempat ini. Kamu di sini bukan untuk bermalas-malasan," imbuhnya. Dia pelangkah pergi meninggalkan Grizelle yang diam membatu.
"Hei! Apa harus sekarang? Bukankah kita baru sampai?" Wanita itu meneriaki Rery. Dia merasa tubuhnya masih lelah karena perjalanan yang cukup memakan waktu.
"Tidak akan kuulangi lagi! Kita kemari bukan untuk liburan!" Pria itu mengatakannya tanpa menoleh. Dia hanya terus berjalan hingga kehadirannya lenyap dari pandangan lawan bicaranya.
"Wah, apa dia gila? Meski dia idolaku tapi ini keterlaluan bukan?" gumam Grizelle. Ia segera menutup pintu kamarnya dan mengikuti Rery.
Rery yang duduk di ruang tamu menjelaskan pada Grizelle bahwa wanita itu harus mulai membersihkan villa setiap hari dan itu dimulai dari perintahnya diucapkan. Rery yang membagi tugas secara individu mengatakan bahwa ia akan bertugas memasak dan tugas lain akan dikerjakan oleh Grizelle.
Mendengar ketidak adilan itu wanita yang belum sempat berganti pakaian mulai protes. Namun, ia kalah dalam perdebatan itu karena memang ia berstatus sebagai pembantu rumah tangga serta asisten Rery.
"Bukankah aku sudah berbaik hati memasak untukmu juga? Jika tidak ada makan kamu akan lemas dan tidak bisa beraktivitas bukan? Jadi ... bukankah makan adalah hal yang paling penting?" Di akhir kalimat Rery menatap Grizelle dengan pandangan lembut. Membuat wanita itu tidak percaya bahwa sang idola memang pintar mencari alasan dan bersikap sok polos.
"Baiklah, Bos. Apapun kata Bos semua benar." Ia menunduk. "Kalau begitu permisi Bos, saya akan berkeliling dan melihat-lihat bagian mana dulu yang lebih baik dibersihkan." Dengan langkah kesal Grizelle berjalan ke arah yang belum pernah ia lalui.
Pertama dia menemukan dapur. Kemudian setelah berjalan sedikit ke arah selatan, ia bertemu ruangan kecil yang menyimpan sapu, pel, dan lain-lain.Lantai satu serta lantai dua sudah ia kelilingi. Wanita itu sudah tahu setiap sudut villa meski belum mengingatnya dengan jelas.
Di tengah waktu berkelilingnya, Grizelle singgah ke kamar yang sudah ia masuki sebelumnya. Dia merebahkan tubuhnya dan berniat untuk istirahat sejenak sebelum berkeliling. Namun, niatnya itu hanya menjadi sebuah niat karena tidak lama berselang mata wanita itu terpejam dengan rapat.
"Sebenarnya kemana gadis itu? Apakah berkeliling memerlukan waktu selama ini?" ucap Rery saat tengah menunggu Grizelle.
Karena merasa sudah terlalu lama, pria itu pun segera mengelilingi setiap sudut rumah untuk mencari wanita yang ditunggunya. Namun, Rery tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Grizelle, hingga akhirnya dia berdiri di ruangan yang belum ia datangi. Ya, kamar Grizelle. Pria itu berdiri di sana sembari berkata, "Tidak mungkin kan di sini?"
Begitu Rery membuka pintu, ia mendapati Grizelle yang tengah terbaring dengan nyaman. Melihat hal itu dia berjalan mendekat sembari menggeleng.
"Aku tidak tahu, bagaimana bisa membawa gadis ceroboh seperti ini," ucapnya sembari menyelimuti Grizelle.
Setelah tubuh ramping itu tertutup sempurna dengan selimut, pria yang sedang menaruh perhatiannya pun segera keluar dan kembali ke kamarnya sendiri.
Rery berbaring sembari sesekali menghela napas panjang. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia merasa aneh dan tidak tega kepada Grizelle. Padahal seingatnya tidak mengenalnya ataupun memiliki kenangan apapun dengan gadis itu. Namun, seketika dia bangkit dan duduk dalam posisi berpikir.
"Memang cantik sih, tapi tidak mungkin kan aku hanya memandang orang lain karena fisiknya? Apalagi gadis ceroboh seperti itu."
Saat sedang larut dalam pikirannya, tiba-tiba ingatan bersama Grizelle muncul dalam benaknya. Dia teringat saat membantu Grizelle yang pingsan. Saat Rery merebahkan tubuh bak model di tempat tidurnya, wanita itu meracau, "Bo, aku seperti mau mati. Bagaimana jika tidak ada kamu. Aku hanya memilikimu –."
Kata-kata yang tidak disadari oleh Grizelle, terkadang mengganggu pikiran Rery. Dia juga berpikir hal itu mungkin menjadi alasannya tidak tega menelantarkan Grizelle. Namun, Rery sadar bahwa itu bukan alasan yang kuat untuk mempertahankan seseorang di sisinya.
"Sudahlah tidak usah dipikirkan, lebih baik aku juga istirahat. Tubuhku sepertinya juga lelah." Rery segera berbaring. Dia pun juga tidur karena tidak ingin berpikir berlebihan.