"Ah, aku ketiduran. Gawat! Bo!" dengan tergesa Grizelle bangun dan lari ke lantai satu. Namun, tidak ada siapapun di sana. "Benar, pasti terlalu lama. Bahkan hari sudah mulai petang," imbuhnya. Dia pun kembali naik dengan perlahan.
Saat Grizelle hendak masuk ke kamarnya, tiba-tiba saja ia berpikir untuk mengecek kamar sang idola. Dia ingin memastikan bahwa pria itu tidak meninggalkannya karena rasa kesal. Meski ragu, tetapi dia akhirnya melakukannya. Perasaannya pun menjadi lega saat melihat Rery tertidur pulas.
Dengan segera Grizelle kembali ke kamarnya dan bergegas mandi. Dia berganti dengan pakaian santainya dan berjalan menuju dapur. Kali ini wanita itu berencana memasak untuk sang idola karena merasa bersalah atas kejadian siang tadi. Sebenarnya sebelum ke dapur dia sudah mencoba memesan makanan siap antar, sayangnya tidak ada restoran yang terhubung dengan villa itu hingga terpaksa memasak adalah jalan keluarnya.
Belajar dari kesalahan sebelumnya, kali ini Grizelle memasak dengan hati-hati. Di tengah proses itu dia benar-benar merasa lega karena lemari es sudah terisi dengan bahan makanan yang lengkap. Jika tidak mungkin itu akan menjadi akhir baginya ... kelaparan.
"Bukan begitu cara memotongnya."
Suara dan sosok yang tiba-tiba berada di belakang Grizelle membuatnya terkejut. Yang lebih mengejutkan baginya adalah sang idola yang mengajarinya memotong ayam sembari memegang tangan kecil wanita itu.
Wajah keduanya sama-sama memerah, jantungnya sama-sama berdetak kencang. Namun, mereka sangat ahli dalam menyembunyikan perasaan.
"Hah, sudah kuduga, kamu sangat buruk dalam memasak," ucap Rery, ia melepaskan genggamannya dari tangan Grizelle. "Sudah duduk saja, biar aku yang memasak sampai kamu bisa. Aku tidak ingin kelaparan karena masakan hambar," imbuhnya. Dia pun memperlihatkan wajah sombong yang jarang diketahui orang.
"Ah, baiklah. Bukankah lebih baik aku hanya diam seperti tuan puteri." Grizelle meletakkan pisaunya dengan sedikit membanting. Dia mencuci tangan kemudian duduk sembari memperhatikan sang idola.
Wajah kesal masih Grizelle pertahankan sembari menyentuh kalung di lehernya. Meski begitu, sesekali ia tersenyum saat idolanya tidak sadar sedang ditatap. Bagaimanapun juga dia benar-benar senang dengan tindakan sang idola.
'Sepertinya doaku sedang dalam proses dikabulkan.'
Begitu masakan sederhana tersaji, keduanya segera menikmati hidangan beraroma lezat itu. Meski bukan pertama kalinya makan bersama, tetapi di meja bundar kecil yang membuat mereka duduk tidak berjarak, Rery mengusap bibir Grizelle yang terkena saus.
Pria itu masih tidak menyadari tindakannya. Dia kembali makan setelah melakukan hal yang membuat wanita di sampingnya malu dan diam seribu bahasa.
"Kenapa tidak makan? Tidak enak?" tanya Rery begitu menyadari bahwa Grizelle belum melahap lagi makanannya.
"Ah, ti-tidak. Ini enak sekali." Dengan cepat wanita itu melahap makanannya. Bahkan belum sampai tertelan ia sudah memasukkan satu sendok lagi ke dalam mulutnya. Karena hal itu, dia pun tersedak.
Rery yang terkejut dengan suara batuk segera menolek dan mengambilkan air minum untuk Grizelle. Pria itu juga memarahinya karena makan tidak hati-hati. Meski begitu, Grizelle justru senang, dia tahu idolanya peduli dan mengkhawatirkannya.
"Terima kasih, Bos! Aku akan lebih hati-hati," ucap Grizelle. Dia menggigit sendok yang tidak ada makanannya.
"Jangan gigit sendok itu, atau lain kali kamu makan sendok saja dan bukan masakanku."
Setelah sempar berdebat, suasana kembali hening. Keduanya menghabiskan sisa makanan dengan tenang.
Seperti kebiasaan saat di apartemen sebelumnya, begitu selesai makan Grizelle segera membersihkannya hingga tampak seperti semula. Jika biasanya dia akan pulang setelah selesai bekerja, kali ini Grizelle duduk di ruang tamu menyusul Rery yang sudah di sana lebih dulu.
Grizelle tidak berkata apapun setibanya di ruang tamu. Dia hanya duduk diam sembari mengamati sang idola yang sedang sibuk membaca sebuah kertas.
"Oiya, besok kita masih punya waktu luang. Kamu bisa bersantai setelah membersihkan rumah," ucap Rery. Dia mengatakannya tanpa mengalihkan pandangan dari huruf-huruf kecil di hadapannya.
"Besok? Lalu besoknya?" tanya Grizelle. Ia menaikkan kedua kakinya dan mendekap bantal sofa yang terasa lembut.
Rery yang melihat tindakan Grizelle hanya bisa menggeleng. Meski setelahnya dia kembali bergumam, "Apa seperti itu tingkah seorang gadis?"
Pria yang mulai fokus kepada wanita di dekatnya mulai menjelaskan bahwa lusa mereka sudah harus mulai bekerja. Karena jarak villa yang mereka tinggali cukup jauh dari perusahaan, dia meminta Grizelle untuk menyiapkan semuanya lebih awal.
"Apa di sini benar-benar jauh dari perusahaan? Kenapa kita tidak memilih tempat yang dekat saja? Bukankah itu lebih menghemat waktu?" Wanita yang tengah mengikat rambutnya ke atas terus saja bertanya tanpa memberi celah untuk Rery menjawab.
Setelah wanita itu terdiam, pria yang meletakkan kertasnya di meja mulai memberitahu semua dengan rinci. Dia mengatakan bahwa tingal di tempat yang jauh dapat meminimalisir gosip-gosip yang tersebar, terlebih lagi kali ini ia tinggal bersama wanita.
Mendengar semua penjelasan Rery yang masuk akal, Grizelle tetap saja berbicara sesuai apa yang ia pikirkan.
"Bukankah rakyat di negeri ini tenang dan teratur? Apa mungkin akan muncul berita seperti itu?" tanya Grizelle tanpa sungkan.
"Hah, memang negeri ini semua damai, tapi bagaimana dengan orang luar? Apa kamu tidak tahu pusat kota sempat terjadi kericuhan karena warga negara lain berulah?"
"Wah? Benarkah? Aku tidak tahu gosip seperti itu. Ayo ceritakan!"
Tanpa rasa malu Grizelle segera beralih ke sofa yang sama dan mendekati Rery dengan pandangan penuh harap. Tingkah wanita itu membuat sang idola meronda dan mundur menjauh. Dia tidak menyangka bahwa kata-katanya itu dapat menarik minat seseorang hingga seperti itu.
"A-apa kamu ini! Sana menjauhlah. Lagi pula tidak baik bergosip." Rery memalingkan wajah. "Sudahlah aku akan pergi ke kamar," ucapnya. Dia segera bangkit dan melangkah dengan cepat menjauhi Grizelle.
"Hei! Bos! Jangan melarikan diri! Beri tahu aku!" teriak wanita yang masih duduk dengan santai.
Begitu sang idola menaiki anak tangga, wanita itu bersandar dan mengembuskan napas panjang. Dia benar-benar penasaran karena hal itu tidak muncul di berita, terlebih lagi sang idola tidak ingin memberitahunya sama sekali.
Berbeda dengan Grizelle yang penasaran dengan gosip, Rery yang sudah berbaring di tempat tidurnya tidak bisa mengendalikan diri. Wajahnya memerah dan ingatannya dipenuhi dengan ekspresi Grizelle yang tengah penasaran. Dia tidak menyangka bahwa wanita yang ceroboh baginya dapat membuat hatinya merasa gelisah.
"Sepertinya aku terlalu banyak bergaul dengannya. Apa besok aku pergi saja?" Sejenak Rery berpikir. Setelah memantapkan hatinya, dia pun menelepon manager dan membuat alasan agar besok dijemput dari villa yang ia tempati saat ini.
Awalnya manager tidak mau, dia mengatakan bahwa dua hari lagi mereka akan bertemu. Namun, Rery terus memaksa dan membuat alasannya tampak nyata, hingga akhirnya aktingnya itu membuahkan hasil. Besok manager akan datang dan Rery akan melarikan diri dari bayangan Grizelle yang terus mengikuti.