Rery menatap kesal. "Apa kamu bodoh?"
"A-apa? Kenapa kamu mengejekku?" sahut Grizelle bingung. Dia tidak tahu kenapa idolanya mengatakan hal itu.
Tidak menjawab perkataan wanita di hadapannya, Rery segera merebut kedua tas belanja itu dan meletakkannya di samping ia berdiri. Setelahnya pria itu menarik tangan Grizelle dan memintanya duduk secara paksa.
"Tunggu di sini!"
Setelah beberapa menit, Rery kembali dengan membawa obat gosok. Dia bilang itu sangat ampuh untuk mengatasi memar. Grizelle pun berterima kasih dan mengulurkan tangannya karena berniat untuk mengambil botol itu dari Rery yang berdiri di hadapannya.
Alih-alih memberikan kepada Grizelle, Rery justru berjongkok dan membuka botol itu.
Diiringi jantung yang berdetak kencang, Grizelle berteriak, "A-apa yang kamu lakukan!"
"Sudah, lebih baik kamu diam saja. Gadis ceroboh sepertimu tidak akan tahu," sahut Rery. Tangannya mulai menyentuh lulut putih Grizelle. "Apa kamu tahu? Wanita tidak seharusnya memiliki bekas luka," imbuhnya.
Tidak menjawab apapun, Grizelle hanya berusaha semampunya untuk menahan diri agar tidak berteriak ataupun melakukan hal yang memalukan. Sebenarnya saat ini jantung wanita itu seperti akan meledak. Dia benar-benar tidak pernah membayangkan bahwa sang idola akan menyentuh ataupun mengobati lukanya.
Rery mengalihkan pandangan, ia menatap Grizelle yang sejak tadi diam. "Apa sakitmu menjalar? Wajahmu memerah. Demam?"
Saat tangan Rery hendak menyentuh dahi Grizelle, wanita itu segera bangkit dan berkata, "Aku baik-baik saja!"
Tingkahnya membuat Rery terkejut. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi Grizelle tersandung meja saat hendak melarikan diri. Pria yang menatap tingkah ceroboh wanita itu hanya bisa menganga sembari terdiam. Dia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada wanita itu.
Saat tiba di dapur, Grizelle segera menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kemudian wanita itu menghadap ke bawah sembari berkata, "Astaga, apa yang terjadi dengan diriku?" Wajahnya benar-benar memerah. Kali ini lebih merah dari biasanya.
Saat Grizelle tengah sibuk mengendalikan perasaannya, lagi-lagi suara Rery kembali menyapa. Dia memberikan plastik belanjaan yang tidak di bawa Grizelle. Pria itu juga meminta Grizelle untuk duduk karena ada yang ingin dia bicarakan.
Dengan perasaan gugup, Grizelle menurutinya. Kini mereka duduk berhadapan di meja makan.
"Aku pergi beberapa hari ini dan keadaan di sini jadi sangat kotor. Aku ingin memintamu untuk membersihkan semuanya, tapi kakimu sakit. Jadi aku harus bagaimana? Apa kamu perlu libur dulu?"
Mendengar kata-kata itu, Grizelle yang semula menunduk mulai mengangkat kepalanya. Ia menatap sang idola dengan mata penuh binar.
'Apa Bo sedang mengkhawatirkanku?'
"Halo! Aku tidak memintamu untuk melamun. Apa kamu perlu libur atau tidak?" tanya Rery sembari melambai-lambaikan tanggannya di hadapan Grizelle.
"Ah, ti-tidak. Tidak masalah, jika hanya bersih-bersih saja tidak ada masalah. Lagi pula yang sakit kakiku, dan ini tidak terlalu sakit." Grizelle tersenyum dan mendapat balasan dari Rery. Semangatnya mendadak meluap-luap karena hal itu. Sebab bagi Grizelle, "Senyummu mengalihkan pandanganku!"
"Baguslah. Aku akan istirahat. Mulailah dan istirahatlah saat lelah. Jangan paksakan keadaanmu," ucap Rery sembari bangkit. Dia segera melangkah meninggalkan Grizelle.
"Astaga, rasanya aku ingin melompat," ucap Grizelle. Sejenak ia duduk, mencoba mengumpulkan tenaganya setelah beberapa hari bermalas-malasan.
Setelah selesai membersihkan seluruh ruangan, ia berniat pamit untuk pulang. Namun, Rery mencegah dan mengajaknya makan malam bersama. Pria itu mengatakan membeli terlalu banyak bahan makanan yang cepat busuk, jadi harus segera diolah. Sedangkan ia tidak mungkin menghabiskan semuanya sendiri.
Karena merasa mendapat makan gratis dan tidak perlu mengeluarkan uang, dengan senang hati Grizelle menerima tawaran itu. Dia bahkan berniat membantu Rery memasak. Namun, pria itu melarangnya karena tidak ingin masakannya yang lezat akan ternodai.
Mendengar hal itu Grizelle merasa kesal. Dia menyadari dirinya memang tidak bisa memasak, tetapi ia tidak menyangka mendengar kata-kata itu dari sang idola. Dengan kekesalan yang sedang menyelimuti hatinya, wanita itu segera duduk dan menatap idola dengan kesal. Meski lama kelamaan tatapannya berubah menjadi tatapan kagum seperti biasa.
"Oiya, apa kamu tahu—."
"Tidak tahu!" sela Grizelle dengan kesal.
"Aku belum mengatakannya." Rery yang tengah memotong bahan makanan berbalik dan menatap Grizelle.
"Oh, lalu? Lanjutkan!" Wanita itu menyahut perkataan sang idola dengan kesal, ia juga memainkan jarinya di bibir cangkir.
Setelah kembali berbalik, Rery memberitahu Grizelle bahwa seminggu lagi ia akan pergi dari apartemennya itu dan kembali ke perusahaan. Mendengar hal itu Grizelle terdiam. Jari-jarinya tidak lagi memainkan bibir cangkir.
Grizelle merasa sedih karena kebersamaan dengan sang idolanya terasa singkat. Meski sejak awal tahu bahwa itu hanya berlangsung satu bulan, tetapi jika pergi minggu depan berarti tidak sampai waktu yang ditentukan. Terlebih lagi hatinya mulai egois karena beberapa hari menatap sang idola dari dekat.
"Apa aku akan menjadi pengangguran lagi?" gumamnya. Meski isi hatinya tidak sedang mengatakan hal itu, tetapi bibirnya berusaha mengecoh kesedihan yang sebenarnya.
"Ah, masalah itu. Aku sudah memikirkannya," sahut Rery.
"Memikirkan apa?" tanya Grizelle bingung.
"Soal pekerjaanmu. Aku tidak mungkin tidak bertanggungjawab. Jadi tenang saja," jawabnya.
Grizelle tidak lagi menjawab. Dia lebih memilih diam dan mengamati sang idola selagi bisa. "Paling aku akan membersihkan apartemen kosong. Ini kan apartemen managernya." Begitu pikir Grizelle dalam hatinya. Jadi dia tidak ingin mendengar hal itu dari Rery karena akan sia-sia saja jika dia tidak lagi melihat sang idola di tempat itu.
Setelah makanan tersaji, Grizelle yang biasanya dipenuhi dengan semangat kini tampak malas. Dia masih memikirkan nasibnya setelah satu minggu ini. Namun, di tengah lamunannya, tangan Rery tiba-tiba menyentuh tangan Grizelle dan membuat wanita itu menatap sang idola.
"Tenang saja, tidak usah dipikirkan. Kita akan membicarakannya setelah makan. Sekarang makanlah dulu sebelum dingin," ucap Rery. Ia tersenyum lebar, membuat kehangatan di hati Grizelle.
"Baiklah, selamat makan!" Grizelle membalas senyuman Rery. Ia pun segera melahap makanannya. Setelah satu sendokan masuk ke mulutnya, tangan wanita itu segera turun hingga tertutup meja. Ia menyentuh tangan kanannya sembari menahan senyum.
Selepas makan, Rery meminta Grizelle menemuinya di ruang tamu setelah selesai membersihkan meja makan dan peralatan yang kotor. Wanita itu pun hanya mengangguk dan secepat mungkin menyelesaikan pekerjaannya.
"Ah, akhirnya selesai juga. Lebih baik sekarang aku menemui Bo. Kira-kira apa yang dia maksud dengan bertanggungjawab?" Grizelle menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ah aku tahu, jangan-jangan ... Bo akan menikahiku?"
Karena merasa senang dengan pikirannya, dia pun tidak sadar bahwa Rery sedang menatap tingkah konyolnya.
"Ekhem!"
Grizelle tersentak. Dia segera berdiri tegap dan diam seribu bahasa.
"Aku tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan. Tapi bawa dua minuman dan segera ke ruang tamu," ucap Rery. Dia segera melangkah pergi meninggalkan Grizelle yang tidak dapat berdiri tegap karena merasa malu.