Pagi ini sangat cerah, jalanan cukup ramai karena hari ini adalah hari Senin, jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh, tapi Gina masih bergulung di atas tempat tidur. Sedari tadi pintu kamarnya digedor-gedor oleh sang Ibu yang berjuang membangun anaknya yang kebo.
"Gina bangun! Kamu nggak sekolah, hah?!" Rita, wanita cantik, ibu dari Gina. umurnya masih 36 Tahun, itu karena mama Rita menikah muda.
Gadis mungil itu menggeliat di atas tempat tidur, ia merasa terganggu. Dengan barat hati Gina bangun dan mengucek matanya.
"Gina Bangun Nak! Udah mau jam tujuh ini!"
"Iya mah!" teriak Gina dengan suara khas bangun tidur.
"Capat! mama Tunggu di bawah?!" teriak Rita.
Gina mengambil ponselnya untuk mengecek jam, betapa terkejutnya ketika ia melihat waktu yang lima menit lagi menunjukan pukul 7.
"Mampus!" umpatnya kemudian loncat dari tempat tidur untuk bersiap-siap.
Selesai mandi dan bersiap-siap, Gina langsung turun kebawah dengan berlari kemeja makan.
"Mah aku berangkat dulu, udah telat soalnya," Gina menyalami ibunya kemudian berlari kearah pintu. Rita yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bel masuk sudah berbunyi Sepuluh menit yang lalu, ya Gina terlambat, dan upacara sudah dimulai. Gina berdiri diluar pagar sambil merengek kepada pak satpam yang menjaga.
"Pak izinin Gina masuk yah pak, Gina juga pengen upacara," rengeknya.
Pat Guntur menggelengkan kepalanya. "kamu udah telat sepuluh menit, jadi kamu masuk setelah upacara selesai dan kamu tahu kan apa konsekuensinya kalo telat?" tanya Pak Guntur selaku satpam sekolah.
Gina mengangguk kecil.
"Kalo kamu nggak mau dihukum, mending kamu pulang," usir pak satpam tersebut.
"Dari pada saya alpa, mending saya dihukum aja pak."
"Terserah kamu." cuek Pak Guntur kemudian membaca kembali korannya.
Gina mengerucutkan bibirnya cemberut. ia harus menunggu tiga puluh menit lagi untuk selesai upacara.
"Dasar pak Guntur jelek!" maki Gina pelan namun masih bisa didengar oleh satpam tersebut.
"Kamu bilang apa barusan?" tanyanya galak.
"Eh enggak pak, pak Guntur hari ini ganteng banget!" Gina tersenyum paksa sambil mengacungkan jempolnya memuji pak Guntur.
Mendengar hal itu pak Guntur jadi ge'er, satpam tersebut menyugar rambutnya kebelakang. "bapak setiap hari juga Ganteng, kamu nya aja yang baru nyadar." ujarnya sombong.
Percayalah, Gina ingin muntah sekarang, tapi sebagai gadis yang baik hati, cantik, dan tidak sombong Gina memaksakan senyumnya.
Tiga puluh menit telah berlalu, Gina sudah bisa masuk kesekolah, namun bukan kekelas, melainkan ke lapangan sambil hormat pada bendera merah putih yang berkibar.
"Berdirinya yang tegak! jangan loyo kayak gitu?! mau jadi apa Indonesia ini kalo generasi mudanya pada loyo!" protes Pak Bambang selaku guru BK.
Gina berdecak kesal, dalam lubuk hatinya ia memaki-maki guru tersebut. Tidak tahu kah jika Gina yang cantik ini sedang kepanasan manjah?
"Pak udah dong! panas nih pak," Rengek Gina.
"Gak ada! Tunggu sampai bel istirahat!" tolak Pak Bambang.
"Bisa mati kepanasan pak, saya, kalo lama-lama."
"Kamu mau bapak tambah hukumannya?" ancam guru tersebut.
"Enggak pak enggak!" geleng Gina cepat.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam sudah berlalu, Gina sekarang sudah seperti mandi keringat. rambut lepek, baju basah dan kepalanya sedikit pusing.
"Lima menit lagi bel, hukuman kamu sudah selesai."
Gina menghela nafas panjang, ia lega. Dengan kecepatan kilat ia berlari kekantin terdekat dan mengambil Aqua dingin di freezer dan meminumnya hingga tandas.
"Aduh neng, mukanya merah banget, habis dihukum ya neng?" tanya ibu kantin.
Gina mengangguk, "Iya buk, telat tadi."
"Owalah, ya udah neng ibuk ke belakang dulu mau cuci piring." pamit Bu Rami.
Gina tak berniat pergi ke kelas, ia menarik kursi dan menelungkupkan kepalanya di atas meja. Kesialan tidak ada habis-habisnya menghampiri Gina, kemarin ditolak Gerald, sekarang dihukum. Sungguh malang nasibmu Gina.
Bel istirahat berbunyi nyaring, seluruh siswa berhamburan keluar kelas menuju kekantin.
Dinda dan Riri langsung menghampiri Gina yang masih menelungkupkan kepalanya di atas meja. kedua gadis itu memandang satu sama lain seolah bertanya 'Gina kenapa?'.
"Gin!" panggil Riri.
Gina mengangkat kepalanya melihat kedua sahabatnya itu dengan tampang lelah.
"Lo, kok bisa telat?" tanya Dinda yang duduk disebelah gadis itu.
"Biasa," jawab Gina.
"lain kali kalo tidur tuh inget waktu. Jangan keseringan begadang, cepat mati baru tau, Lo!" nasehat Riri.
"kejam amat dah Sampe mati kalo begadang," ujar Gina menatap Riri kesal.
"Gak liat berita, kalo keseringan begadang bisa menyebabkan kematian? iya, kalo masuk surga, kalo ke neraka jahanam, gimana?" ujar Riri lagi.
"Lo kalo ngomong suka sekate-kate, tapi bener sih." tambah Dinda.
"Lo berdua kalo mau ngata-ngatain gue, mending pergi deh, gak liat apa gue lagi capek!" sungut Gina menatap kedua sahabatnya itu kesal, sedangkan Riri dan Dinda hanya menyengir dengan wajah tak berdosa.
"Kalian mau pesan apa? mumpung gue hari ini cantik gue pesanin," tanya Dinda menawarkan diri.
"Inget tanah Din, Jatuh ketanah itu sakit. ya udah gue minta Lo pesenin Bakso dan es teh," kata Riri.
"Gue nasgor sama es teh juga," tambah Gina.
"Untuk saudara Riri, anda masih saya pantau. tapi untungnya saya baik hari ini jadi saya memaklumi, anda," ucap Dinda.
"Udah sono cepat pesan! laper nih!" usir Riri.
Tak lama setelah kepergian Dinda untuk memesan makanan, datanglah ketiga cowok tampan memasuki kantin dengan gaya coolnya. ketiga cowok itu selalu menjadi pusat perhatian karena ketampanan mereka.
"Ada Gerald tuh, samperin gih!" senggol Riri pada Gina yang masih menelungkupkan kepalanya. ketika mendengar nama Gerald disebut, Gina langsung mendongak mencari keberadaan cowok itu.
"Ri gue bau keringat gak?" tanya Gina panik.
"Sedikit," kata Riri.
"Ada bawa parfum gak?"
Riri menggeleng. Gina mendengus, ia frustasi, masa iya mau samperin gebetan bau keringat. kan gak banget.
"Udah gas aja!" ucap Riri.
Gina menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, dengan penuh tekad, dia berdiri.
"Oke!" Gina benar-benar menghampiri meja Gerald dkk. Cewek itu langsung duduk disebelah Alder dan berhadapan dengan Gerald.
"Hai Gerald!" sapa Gina sambil tersenyum manis.
Gerald hanya melirik Gina sekilas lalu kembali sibuk dengan ponselnya.
"Hai juga Gina!" sapa Alder seolah mewakili Gerald.
"Hai Alder, Vian mana?"
"lagi pesen makanan, tumben kesini?" tanya Alder ramah. Biasa, Alderkan Playboy cap Internasional.
Gina mengangguk kecil kemudian kembali menatap Gerald. "Gerald!" panggil Gina.
Cowok itu mendongak menatap Gina datar.
"Gue jadi makin suka sama Lo deh," kata Gina membuat Alder terbatuk.
Gila, begitu bucin nya kah Gina pada Gerald? ini perlu didokumentasikan ini biar jadi sejarah.
"Jadi?" Gerald mengangkat alisnya.
"Lo mau gak jadi pacar gue?" Demi apa? Demi apa? Gina nembak Gerald?
"Gak!" tolak Gerald mentah-mentah.
Sedangkan Alder sedari tadi melongo melihat Gina, ia tidak menyangka jika ada gadis yang berani nembak cowok duluan. Dari sekian banyaknya pacar Alder, tidak satupun ada yang menyatakan cinta padanya terlebih dahulu.
"Kenapa?" Tanya Gina dengan raut wajah sedih.
"Gue gak suka sama Lo!" kata Gerald.
"Tapi gue suka sama Lo, Gerald!" ujar Gina penuh penekanan.
"Gue gak peduli!" lagi-lagi itu yang Gerald ucapkan.
Gina merasa tidak terima, gadis itu berdiri kemudian melihat sekelilingnya yang ramai akan siswa-siswi yang sedang asik menikmati makanannya.
"TEMAN-TEMAN! GUE MAU MINTA PERHATIANNYA SEBENTAR!" teriak gadis itu membuat perhatian tertuju padanya.
"GUE SUKA SAMA GERALD!" ujarnya lagi membuat suasana kantin sedikit ricuh. cewek-cewek yang menyukai Gerald menatap sinis ke arah Gina dan dia tidak peduli.
"GUE MAU GERALD JADI PACAR GUE!" teriaknya lagi sambil menatap Gerald yang juga menatapnya tajam.
"SATU LAGI! GUE GAK TERIMA PENOLAKAN DARI GERALD KARENA INI BUKAN PERTANYAAN MELAINKAN PERNYATAAN!" Gina tersenyum senang, entah keberanian dari mana yang ia dapat untuk menyatakan ini semua, yang pasti ia sedikit lega.
Gerald marah? tentu saja, cowok itu berdiri kemudian menyeret Gina keluar kantin.
Disinilah, di Gudang dekat belakang sekolah. Gerald mendorong tubuh Gina hingga terbentur tembok.
"Maksud Lo apa, huh!?" terlihat kilatan marah dari mata Gerald, namun Gina tidak peduli.
"Gue suka sama Lo, dan Lo harus jadi pacar gue!" sahut Gina dengan berani.
"Gue gak suka sama Lo!" tunjuk Gerald pada wajah gadis yang ada di depannya itu.
"Gue gak peduli Lo suka apa enggak suka sama gue, yang gua mau Lo harus jadi pacar gue!" balas Gina sengit.
"Gue gak mau!" tolak Gerald lagi.
"Gue juga gak peduli, ini pernyataan bukan pertanyaan!" tekan Gina lagi.
Gerald menjambak rambutnya frustasi. ia meninju tembok didekat kepala Gina membuat Gina menutup matanya.
"GUE UDAH PUNYA TUNANGAN BANGSAT!" teriak Gerald.
"Lo tahu kata pepatah?" tanya Gina kemudian menyentuh pipi Gerald, tapi dengan kasar Gerlad menepisnya.
"Sebelum Janur Kuning melengkung, gue berhak menikung!" lanjutnya kemudian...
Cup!
Gina mengecup bibir Gerald kemudian pergi dari gudang tersebut.
Gerald mematung, ia tidak menyangka Gina akan menciumnya.
Sedangkan Gina tersenyum penuh kemenangan, "Ini adalah awal dari perjuangan gue buat dapetin Lo Ger," lirihnya.
Kegagalan pertama bukan akhir dari segalanya. Dan penolakan, juga tidak membuat semuanya berakhir dengan sia-sia. Langkah demi langkah akan membuat cerita menjadi sangat terkesan. Ketika ada kepahitan, akan terselip kebahagiaan yang tak terduga.
[Revisi Bab ini✓]
[jika ada centang setelah membaca, berarti Bab sudah di revisi]