Pagi-pagi sekali Gerald sudah siap dengan seragam SMA nya, lalu turun kebawah karena papi dan mami nya sudah menunggu dimeja makan.
"Gerald papi mau ngomong," ujar Mahendra selaku papi Gerald.
Gerald yang sedang mengunyah roti pun menghentikan aktivitasnya lalu mendongak menatap papinya.
"Kamu gimana sekolahnya?" tanya Mahendra.
Gerald kembali mengunyah rotinya kemudian meminum segelas susu hingga tandas.
"Baik," jawab cowok itu singkat.
Mahendra manggut-manggut, kemudian kembali bertanya. "Kamu lagi suka sama seseorang?"
Gerald menyergit kan dahinya, lalu menoleh kearah Gevan yang tersenyum penuh arti kepadanya.
"Enggak," gelengnya.
"Beneran?"
Gerald mengangguk.
"Tapi kata Gevan, kemarin kamu bawa cewek di rumah ini."
Lagi dan lagi Gerald menoleh kearah Gevan yang hanya diam saja sambil senyum-senyum tidak jelas.
"Temen," jawabnya kemudian bangkit berdiri dari kursinya dengan perasaan kesal. Gevan yang melihat itu terkikik geli, tapi berhenti saat Gigi selaku ibu kedua cowok itu memukul bahunya.
"Gerald pamit ke sekolah," pamitnya lalu mengambil tangan mami dan papi nya bergantian dan mencium punggung tangannya.
"SEKOLAH YANG BENAR! GAK USAH BELOK KANAN BELOK KIRI!" teriak Gevan lalu tertawa.
"Pah, Gevan khawatir kalo Gerald bakal jatuh cinta sama cewek yang dia bawa kemarin." ujar Gevan pada Mahendra, papinya.
"Kamu yakin?" tanya Mahendra.
Cowok itu mengangguk, "dari yang Gevan lihat sih, bukan Gerald yang suka sama Gina, tapi Gina yang suka sama Gerald," jelasnya.
"Namanya Gina?" tanya Gigi.
"Iya Mi, namanya Gina. Mana cantik pisan!" kata Gevan seraya menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat wajah cantik Gina, kemarin.
"Papi jadi khawatir, awalnya emang Gina yang suka sama Gerald, tapi bisa jadi Gerald bakal suka juga sama Gina."
"Nah itu Pi, masalahnya!" sahut Gevan.
"Kalo itu benar-benar terjadi Putri Gimana, Pi?" tanya Gigi menatap suami dan anaknya yang terdiam bisu.
"Putri sebagai tunangan Gerald, gimana?" tanyanya lagi.
Gina benar-benar menepati janjinya untuk tidak mengusik Gerald dua hari ke depan. Gadis itu malah anteng di kelas dengan kedua sahabatnya yang menatapnya dengan penasaran.
"Lo hutang cerita sama kita!" Dinda memukul meja.
Riri mengangguk cepat.
Kedua gadis itu duduk berhadapan dengan Gina yang sedari tadi senyum-senyum tidak jelas.
"Lo berdua mau tau?" tanyanya lalu diangguki oleh Dinda dan Riri.
"Kemarin kan gue ke supermarket, nah pas gue mau ambil barang yang gue beli di rak yang paling atas itu gak nyampe! Nah gue nengoklah kanan-kiri gak ada orang sama sekali. Pas banget Gerald ke supermarket yang sama, dia deh yang nolongin gue. Pulangnya Gerald gak mau nebeng gue, dia pergi gitu aja, ya gue kesel dong. Selama perjalanan pulang gue ngelewatin jalan pintas yang sepi banget, dan tiba-tiba gue di cegat sama preman, mana premannya bertato lagi. Preman itu nyeret gue mau bawa gue pergi, dan gak lama Gerald datang njirr!!!" Gina mengebrak meja saking asiknya bercerita.
"Gerald bogem lah tuh preman, dan gue kemarin itu takut banget. Gue berlindung dibelakang Gerald, pas si preman udah gak berdaya lagi Gerald narik gue ke motornya dan tiba-tiba meluk gue dong!!!" lanjut Gina tersenyum senang.
"Gilak!!!! Beneran Gin?! Wah gue masih gak percaya sih!" Dinda menggeleng-gelengkan kepalanya takjub.
"Menurut Lo gimana Ri?" tanya Gina pada Riri yang masih diam.
"Hmmm, dia meluk Lo erat gak?"
Gina mengangguk, "erat banget!"
Riri memegang dagunya seolah mengambil kesimpulan dari cerita Gina. "Menurut gue sih ya, mungkin Gerald khawatir gitu, kek apa yang Lo alamin itu pernah terjadi sama orang terdekatnya atau mungkin orang yang dia sayang." ujar Riri berpendapat.
"Gerald pernah gak keceplosan atau emang gak sengaja ngomong tentang masa lalunya?" lanjut Riri bertanya.
Gina mengusap dagunya dan mencoba untuk mengingat-ingat kembali.
"Gerald sih pernah bilang kalo dia udah punya tunangan, tapi menurut gue sih itu bo'ong, kan Gerald gak suka sama gue jadi dia bilang kayak gitu supaya gue nge-jauh," jelasnya.
"Lo yakin? Lo yakin Gerald cuma bo' ong biar Lo nge-jauh dan gak ngejar dia lagi?" tanya Riri.
Gadis mungil itu mengangguk mengiyakan.
"Tapi menurut gue, Gerald kayak nya mulai peduli deh sama Lo, Gin," sambar Dinda mengutarakan pendapatnya.
"Itu sih yang gue rasain Din," kata Gina.
"Lo Pastiin aja dulu, Lo cari tau tentang Gerald, kalo perlu Lo nyogok Alder atau Vian buat nyari tau. Soalnya gak mungkin kan tiba-tiba tuh cowok baik sama Lo," usul Riri. Ia tidak ingin, sahabatnya sakit hati atau terluka karena cintanya yang membabi buta.
"Good idea!" seru Gina.
Gerald, Alder, dan Vian kini tengah berdebat di rooftop, ketiga cowok itu bercekcok tiada henti terlebih Alder dan Vian.
"Lo harus mencoba buka hati deh Ger! Bosen gue lama-lama dengan ke jomblo-an Lo yang udah mendarah daging," ujar Alder hiperbola.
Sedangkan yang disinggung malah diam sambil merokok santai. Menjomblo? Sepertinya tidak.
"Lo gimana sih Al, Gerald kan udah sama Pu--"
"Lo gak perlu repot-repot Al, Lo urus aja pacar Lo yang banyak itu," dengan cepat Gerald memotong ucapan Vian.
"Itu gampang yang penting Lo harus makan nih bekal!" sodor Alder dengan sebuah kotak bekal bergambar hello Kitty ditutup bekalnya.
"Lo makan aja," tolak Gerald tanpa melihat.
"Ini bekal udah dibuat pake cinta dan kasih sayang! Masa iya Lo tolak sih?!" geram Alder pada Gerald yang semakin hari semakin cuek dan tak tersentuh khususnya gadis yang menyukai cowok itu.
"Emang tuh bekal siapa yang buat?" Kini giliran Vian yang bertanya.
"Dari Gina, anak kelas Xl IPS yang pernah gue cerita itu."
"Oh temennya Dinda ya?"
Alder mengangguk.
"Kalo Lo masih maksa gue, gue pastiin tuh bekal, bakal gue buang dibawah," ancam Gerald membuat Alder meneguk Salivanya.
"Lo sih Al, kalo emang tuh cewek suka sama Gerald kenapa gak kasih langsung?" tanya Vian.
"Kata Gina, dia lagi ngejalanin misi," jawab Alder seadanya. Toh tadi awalnya ia menolak, tapi tetap di paksa untuk memberikannya pada Gerald.
Vian hanya mengangguk mengerti sedangkan Gerald tiba-tiba berdiri dan membuang puntung rokoknya kemudian pergi meninggalkan kedua temannya itu.
"Mau kenapa si Gerald?" tanya Alder.
Vian mengangkat kedua bahunya acuh.
"Ikut gak?"
"Males!"
"Yaudah gue juga males," Alder dan Vian memutuskan tidak mengikuti Gerald, kedua cowok itu memilih duduk bersantai dengan rokok yang diapit oleh kedua jarinya.
Tujuan Gerald adalah kelas Gina, ada hal yang perlu ia bicarakan dengan gadis itu.
"Gina mana?" tanyanya pada salah satu siswi yang baru keluar dari kelas Xl IPS.
"Itu, lagi ngobrol sama temennya."
"Tolong panggilin." pinta Gerald.
"GINA! DICARIIN SAMA GERALD NIH!" teriak siswi itu yang bernama Fifi.
Tak lama gadis itu keluar dengan tampang gembira.
"Hai Ger, cie yang udah kangen sama gue, katanya gue gak boleh usik Lo sampe besok, kok Lo ngusik gue sih? Cieee." godanya sambil tertawa kecil.
"Bacot! Ikut gue?!" setelah mengatakan itu, Gerald langsung menyeret Gina.
Gina yang sedang diseret tak mampu menyembunyikan senyumannya. Pasalnya ini adalah kesempatan langka, dimana Gerald yang mencari dirinya bukan ia yang mencari cowok itu.
Sesampainya di gudang belakang sekolah, tepatnya ditempat dimana Gina mencium Gerald beberapa waktu yang lalu.
"Lo mau apa sih Ger? Mau gue cium lagi, hm?" goda gadis itu mengangkat kedua alisnya.
"Maksud Lo apa nitip bekal ke Alder? Lo pikir dengan cara itu gue bakal makan tuh bekal?" Gerald menatap Gina dengan mimik wajah super datar, namun nada suaranya sangat sarkas.
"Lah, kalo gue kasih langsung kan, gue bakal ingkar janji sama Lo," balasnya membela diri. Janji menjauhi bukan berarti janji tidak memberikan apa-apa, bukan?
"Itu sama aja Lo ngusik gue secara gak langsung, bangsat?!" bentak Gerald murka.
Merasa sedikit tersinggung dengan kata-kata Gerald, Gina memasang wajah yang tak kalah murka.
"Mau Lo apa sih Ger? Niat gue baik, gue gak ngusik Lo sesuai janji gue, tapi kenapa Lo marah banget sama gue?! Emang salah ya gue masakin Lo, bekal?" tanya Gina dengan dada yang naik turun.
"SALAH! DENGAN LO KAYAK GITU, ASUMSI GUE TENTANG LO MAKIN BURUK! LO SAMA AJA KAYAK CEWEK MURAHAN!" bentak Gerald lepas kontrol, cowok itu bahkan berbicara kasar.
Air mata Gina tiba-tiba menetes, ia tidak percaya jika Gerald akan berbicara kasar padanya. Apapun penolakan Gerald terhadap dirinya, ia tidak pernah sakit hati, tapi saat cowok itu berkata jika ia cewek murahan membuat dadanya menjadi sesak.
"Lo sadar gak sih apa yang Lo omongin Ger?" tanyanya di sela-sela isak tangisnya.
"Iya, Lo itu cewek mu-ra-han!" ucapGerald penuh penekanan. "Dan gue jijik sama cewek murah kayak Lo!" lanjutnya.
Gina memegang dadanya yang semakin sesak seolah ditusuk oleh ribuan jarum dan tertimpa oleh sebuah batu besar.
"Lo tahu apa yang lebih sakit dari patah hati?" tanyanya dengan air matanya yang terus mengalir.
"Gue gak peduli!" acuh Gerald.
Gina tersenyum miris, "yang lebih sakit dari patah hati adalah mencintai seseorang yang gak pernah sedikitpun mencintai Lo."
Gerald terdiam.
"Makasih, makasih buat gue jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan." kata Gina kemudian menutup wajahnya dan menangis sejadi-jadinya didepan Gerald.
Bukannya minta maaf, Gerald pergi begitu saja meninggalkan Gina yang masih menangis.
[Sudah direvisi✓]