"Lo kenapa Der? Kemarin Lo gak sekolah dan gak ada kabar juga, bahkan sekarang lo banyak diam kayak Gerald, ada apa? Ada masalah?" tanya Vian memandang wajah Alder yang datar.
Cowok itu menghela nafas, kemudian berkata, "Lo mau tau kenapa?" tanyanya.
Vian mengangguk cepat.
"Lo tau kan kalo gue banyak cewek?" Vian mengangguk, sedangkan Gerald hanya diam menyimak.
"Kemarin gue diserbu cewek gue semua, dan mereka putusin gue dihari itu juga, Lo liat nih lebam di pipi gue, ini karena mereka tampar gue satu-satu," jelas Alder lalu mengusap pipinya yang sedikit lebam.
"BUAHAHAHAH!!! Gila gak tuh! HAHAHA!!!" Vian tertawa puas, bahkan sampai mengebrak-gebrak meja kantin sehingga membuat isi kantin menatapnya aneh.
"Tawa aja tawa! Tawa sampe puas! Temen lagi menderita Lo malah ke tawain!" cibir Alder menatap Vian malas.
"Makanya jangan gayaan mau jadi playboy! Ketahuan kan kedok Lo!" sindir Vian memelet lidahnya.
Gerald tersenyum tipis, jadi kemarin seharian Alder tidak ada kabar diserbu dua ratus lebih pacarnya toh. Gila sih si Alder, pikir Gerald menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hubungan Lo sama Gina gimana Der?" tanya Alder pada Gerald yang memakan nasgor.
Cowok itu tiba-tiba tersedak. "Uhuk! Uhuk!" cowok itu terbatuk-batuk sambil memukul dadanya.
Dengan cepat Vian memberikan es teh manis pada Gerald dan dengan cepat cowok itu meminumnya hingga tandas.
"Lo kalo nanya nggak usah tiba-tiba dong! Keselek kan nih bocah!" cibir Vian pada Alder.
Sedangkan alder mengerutkan keningnya, "lah biasanya kan gue nanya tuh bocah biasa aja, kenapa sekarang tiba-tiba keselek?" balasnya.
"Gue gak peduli!" sahut Gerald lalu memakan kembali nasgornya.
"Gini nih, definisi orang bego! Bro kurang apa sih Gina? Cantik? Iya, pinter? Iya, Famous? Juga iya. Kurangnya apa cobak?" tanya Alder mendiktekan ciri-ciri Gina.
"Lo nggak tau ya Al?" sambar Vian menatap Alder heran.
"Tau apa?"
"Gerald udah punya tunangan! Dan Lo tau tunangannya siapa? Lo tau Putri?" jelas Vian.
Sepertinya jika cowok gibah sampai ke akar-akarnya ya, gak percaya? Itu Vian sama Alder contohnya.
Alder menggeleng, "Putri anak mana? Nama Putri itu pasaran, adik sepupu gue juga namanya Putri." ujar Alder.
Vian mendesah kasar, kemudian menarik nafas dan menjelaskan semuanya pada Alder.
"Owhh, Putri anaknya pak Satria? Temen SD kita dulu? Yang pas dia ulang tahun minta hadiah buat jadi pacarnya Gerald sama bokap nyokap nya?" ujar Alder menggebu-gebu membuat siswa-siswi yang masih di kantin menatapnya tajam.
Plak!
Vian menampar Alder, "punya mulut volumenya dikecilin bangsat! Ini rahasia! Kalo orang denger gimana? Dasar karpet!"
Alder memegang pipinya yang masih lebam, udah lebam malah ditampar lagi, "Lo kalo mukul gue bisa nggak, nggak usah nampar gue?! Ini nih udah lebam?!" geram cowok itu.
Sedangkan si pelaku menyengir dengan wajah tak berdosa nya.
"Jadi Lo udah punya tunangan Ger? Dan tunangan Lo si Putri duyung?" tanya Alder.
Gerald mengangguk, "kenapa?"
"Gue kira Lo bo' ong njir, waktu itu kan Lo pernah bilang sama gue, tapi gue kira Lo bercanda," kata Alder lalu terkekeh.
Disisi yang lain, ketiga gadis yang duduk dimeja yang tak jauh dari cowok itu menatap ketiganya dengan lekat.
"Gin!" panggil Dinda.
"Hm?" Gina mengunyah kacang dimulutnya.
"Rencana Lo selanjutnya apa?" tanya gadis itu.
"Yang pasti ngejar Gerald sampe dapat!" jawab Gina.
Dinda menoleh kearah Gina, "Lo yakin pasti dapat?"
Gina mengangguk lalu kembali memakan kacang.
"Lo ngeraguin Gina?" sambar Riri.
"Sedikit."
"Lo kapan ngungkapin perasaan Lo ke Vian?" tanya Gina.
Raut wajah gadis yang ditanya itu berubah drastis, "gue gak tau, yang pasti gue gak mau patah hati," kata Dinda.
Gina mengelus punggung sahabatnya itu memberikan semangat, "kalo Lo punya tekad buat dapatin Vian gue yakin Lo pasti dapat," jelasnya.
"Kalo Lo gini aja terus sampe lulus, Vian gak bakal pernah tau Din, gue yakin! Tuh cowok bucin nya ke Ana, dan Lo tau kalo cowok lagi ngincar cewek yang dia suka? Dia gak bakal lirik cewek lain!" tambah Riri.
"Nah itu masalahnya Ri, gue takut pas gue ungkapin Vian malah menjauh, secara kan, gue udah kenal dia dari SMP," lontar Dinda sedih.
Riri tersenyum kecut, ia prihatin sekali sama sahabatnya itu, Riri tau jika kisah cinta kedua sahabatnya itu sangat lah rumit, dan sebisa mungkin ia akan membantu.
Tring!!!!!
Bel masuk telah berbunyi, seluruh siswa di kantin yang masih sarapan langsung berseru tak terima.
"BARU AJA MAKAN WOE!"
"GILA BARU SATU SUAP!"
"BODO AMAT! LANJOTTT!"
"GURU-GURU EMANG SUKA BUAT KESEL!"
Dan umpatan-umpatan lainnya, Gina dan kedua sahabatnya itu terpaksa harus kembali ke kelas untuk belajar. Sedangkan ketiga cowok the most wanted itu masih terlihat santai, tidak bergerak sama sekali dari kursinya untuk segera ke kelas.
"Kelas gak?" tanya Vian yang bersandar di punggung kursi.
"Males asli, besok aja masuk kelasnya, hari ini bolos aja," saran dari setan, siapa lagi jika bukan Alder si pemalas.
"Lo Ger?"
"Gue ngikut aja," jawab cowok dingin itu.
"Kuy Warjok mang Siman, disini kalo dilihat guru pasti dihukum," ajak Vian.
Ketiga cowok itu langsung pergi ke belakang sekolah untuk melompati tembok pembatas sekolah. Mereka bertiga ingin bersantai di Warjok mang Siman.
Hap!
Hap!
Hap!
Gerald, Vian, dan Alder berhasil melompati pembatas tanpa ketahuan sama sekali.
"Gue yakin pasti besok kita dipanggil ke BK," ujar Vian terkekeh.
"Bodo! Yang penting bolos!" sahut Alder.
"Gass!" kemudian Gerald merangkul kedua sahabat dari SD nya itu.
***
Prang!
Prang!
Prang!
Suara gaduh dari dalam rumah Gina membuat gadis itu menegang saat memegang kenop pintu. Ia meneguk Saliva nya dan perlahan membuka pintu tersebut.
"JIKA BUKAN KARENA PERJODOHAN BODOH ITU SAYA TIDAK AKAN PERNAH MENIKAHI KAMU!" Bentak Tomi menatap nyalang Rita yang terduduk lemas dilantai dengan kepala yang mengeluarkan darah.
Gina yang melihat itu mematung, ia tak tau harus berbuat apa, gadis itu binggung.
"SAYA MENCINTAI SALMA! DAN AKAN TERUS MENCINTAI DIA?! DAN KAMU HANYA MENGACAU KAN SEMUANYA!" bentak Tomi tanpa menyadari keberadaan anaknya yang melihat dan mendengar apa yang ia katakan.
"Tapi aku mencintai kamu mas, dan juga sangat menyayangi Gina seperti anak aku sendiri," ujar Rita pelan namun dapat didengar.
Deg!
Apa ini? Maksudnya apa? Seperti anak sendiri? Gina menggeleng tak percaya, ia masih mencerna apa yang mamanya ucapkan.
"SAYA TIDAK PEDULI! JIKA KAMU TIDAK HADIR DALAM KELUARGA SAYA DAN MENGHASUT ORANG TUA SAYA MUNGKIN SAYA DAN SALMA TIDAK AKAN BERPISAH, DAN SALMA TIDAK AKAN PERGI SELAMA-LAMANYA!" Tatapan kilat serta rahang yang keras terpampang di wajah Tomi, ayah Gina terlihat menyeramkan sekarang.
Rita menangis, menangis dihadapan Tomi.
"Maksudnya apa?" ujar Gina tiba-tiba membuat kedua orang tuanya menoleh seketika.
"Gina?" ucap Rita kaget baru menyadari keberadaan anak gadisnya itu.
Gina berjalan menghampiri mamanya dan memeluknya erat.
"PERGI KE KAMAR GINA!" perintah Tomi membentak.
Gina mendongak, ia menatap ayahnya tajam. "Kenapa ayah tega sama mama? Salah mama apa?! Mama rawat aku dari kecil dan melayani papa dengan baik sebagai istri!" kemudian air mata Gina meluncur, ia sangat sakit melihat pemandangan ini, dimana ia terus-terusan membela mamanya dengan sekuat tenaga tetapi tetap saja ayahnya tidak peduli.
"MASUK KAMAR GINA!" Tomi menarik lengan anaknya itu dengan kasar.
Gina dengan berani menyentak kasar tangan ayahnya, "aku gak mau!"
"GINA!" Tomi mengangkat tangannya hendak menampar Gina.
"APA? MAU TAMPAR? SINI PAH! TAMPAR! TAMPAR!" Gina meninggikan suaranya sambil menunjuk-nunjuk pipinya.
"PAPA MAU SAMPAI KAPAN MAU NYIKSA MAMA TERUS! PAPA GAK KASIHAN SAMA MAMA?!"
"DIA BUKAN MAMA KAMU?! DIA INI JALANG!" Tomi menunjuk wajah Rita yang menatapnya sayu.
Gina diam, gadis itu bungkam. Apa yang barusan ia dengar? Ini mimpi kah? Atau ini prank? Dimana kameranya?
"Mama..."