"sebenarnya ada apa sih Gin? Lo ada masalah apa sampe Lo ngilang gitu aja? Lo gak tau kalo kita berdua khawatir sama Lo?" ujar Dinda menggebu-gebu.
Riri merangkul Gina yang masih menunduk dengan raut wajah sedihnya. Ketiga gadis itu duduk diatas tempat tidur.
"Gue gak bakal maksa buat Lo cerita, tapi kalo Lo udah siap buat cerita, gue sama Dinda bakal jadi pendengar setia Lo kok," ucap Riri penuh pengertian.
Gina mendongak, posisinya saat ini berada ditengah-tengah, diapit Dinda dan juga Riri.
"Gue bukan orang satu-satunya beruntung di dunia ini karena punya sahabat seperti kalian berdua, gue seneng banget disaat gue down Lo berdua nyariin gue dan bahkan khawatirin gue. Gue sangat-sangat berterimakasih sama Lo berdua," ujar Gina terharu.
Dinda yang mendengar hal itu langsung menangis memeluk Gina erat. "Lo pikir Lo doang yang beruntung, gue juga beruntung kali hiks," tangis Dinda semakin menjadi.
Riri mungkin orang yang jarang sekali sedih, tapi saat ini ia sama seperti Dinda. Gadis bermulut pedas dan mempunyai sifat bar-bar itu juga menangis.
Gina tersenyum tipis, ia merentangkan tangan kirinya untuk memeluk gadis itu, dan dengan cepat Riri memeluk Gina.
"Kalian janji kan gak bakal ninggalin gue? Setelah tau apa masalah gue?" tanya Gina sambil mengelus punggung kedua sahabatnya itu.
Dinda menghapus air matanya dan melepaskan pelukannya kemudian menatap Gina dengan penuh tanya.
"Maksud Lo apa? Lo nggak inget janji kita waktu pertama kali kenal? 'susah, senang kita bakal tetap bersama.' " ujar Dinda penuh penekanan.
"Seburuk apapun Lo, Lo bakal tetep sahabat gue. Inget! Seburuk apapun!" lanjutnya.
"Gue bakal cerita sama kalian kebohongan gue selama ini, tapi kalian jangan nyela ataupun motong pembicaraan gue ya sampai gue selesai ngomong," Dinda dan Riri pun mengangguk.
Gina menarik nafas lalu menghembuskan nya. Gina pun menceritakan semuanya dari awal hingga akhir, tidak ada yang terlewat kan sama sekali. Dinda dan Riri awalnya terkejut lalu sampai diakhir cerita keduanya diam.
"Jadi gue udah cerita semuanya sama Lo berdua, dan respon selanjutnya terserah Lo berdua," kata Gina menatap Dinda dan Riri yang masih setia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
"Gin..." Lirih Riri memanggil sahabatnya itu.
"Gue sedikit kecewa sama Lo," ujarnya.
Gina tersenyum, Gina patut dikecewakan oleh kedua sahabatnya ini. Lagi pula ini adalah murni kesalahannya, kenapa tidak dari awal saja ia tidak cerita.
"Kalian boleh kecewa sama gue, gue iklas, setelah ini gue bakal terima lapang dada kalo kalian mau ngejauhin gue," ujar Gina sambil tersenyum tulus.
"Gin..." Kini gilaran Dinda yang memanggil gadis itu.
"Gue pengen peluk Lo boleh?" ucapnya lalu Gina dengan senang hati mengangguk.
"Gue gak bakal pernah ninggalin Lo sampai kapan pun, mau masalah Lo seburuk apapun Lo tetep sahabat gue," kata Dinda masih memeluk Gina erat.
"Gue juga," sambar Riri, Gina menoleh. Gadis itu tersenyum lalu memeluk Gina juga tak kalah erat.
Gina menangis, ia tidak menyangka jika Dinda dan Riri tetap mau bersahabatan dengannya walaupun sudah tau masalahnya apa.
"Gue seneng banget, kalian baik banget, gue gak sangka bisa punya temen kayak kalian," ucap Gina benar-benar bahagia.
***
"Al!" Panggil Vian.
"Oi! Kenape?" sahut cowok itu langsung menoleh.
"Gerald dimana?" tanyanya lagi.
"Toilet, lagi bocor mungkin," kelakar Alder jahil.
"Ya kali bocor, Lo kira Gerald apaan?" Diakhir kalimat Vian tertawa ngakak disusul Alder.
Tak lama Gerald datang lalu duduk di sofa berhadapan dengan Alder dan Vian.
Ketiga cowok itu tengah berada di basecamp, mereka baru datang karena ada panggilan dari Afgar sebagai ketua geng Rans.
"Baru segini nih yang dateng?" Vian mengedarkan pandangannya melihat sekitar baru sepuluh orang yang datang.
"Biasa pada ngaret mereka," jawab Alder lalu menghisap rokoknya.
"Afgar belum datang?" tanya Gerald.
Alder yang awal datang dari keduanya menggeleng, "coba Lo telpon, siapa tau tuh anak ketiduran, kan dia kebo."
Gerald mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Afgar. Semenit kemudian cowok itu memutuskan panggilannya. "Gak diangkat,"" kata Gerald.
"Lagi dijalan mungkin," sahut Vian.
Sepuluh menit kemudian datang lah Afgar dengan motor besarnya, cowok itu langsung bertos ria dengan anggota-anggota yang lain termasuk Vian, Alder dan Gerald.
"Jadi? Lo nyuruh kita-kita buat dateng ke basecamp kenapa? Ada yang mau dibicarain?" tanya Vian.
Afgar mengangguk, "ada, tapi gak disini," katanya.
"SEMUANYA! LIMA MENIT LAGI GUE TUNGGU KALIAN SEMUA DI RUANG KHUSUS! KERTAS YANG GUE TEMPEL DI PINTU NANTI CUMA NAMA YANG TERCANTUM YANG BOLEH MASUK!" teriak Afgar lalu di angguki anggota geng Rans.
Cowok itu lalu menepuk bahu Gerald dan pergi keruang khusus sendiri.
"Kira-kira apa yang bakal Afgar bahas ya?" tanya Alder penasaran.
"Nanti juga Lo tau Al, sabar aja, ini baru lewat satu menit," jawab Vian.
Kini anggota geng Rans sudah berkumpul di ruangan khusus, anggota yang diperbolehkan masuk hanya ada seratus orang sisanya hanya akan menunggu intrupsi dari Afgar sebagai ketua.
"JADI DISINI GUE MAU BAHAS TENTANG PENGHIANAT, LO PADA TAU PENGHIANAT ITU APA?" tanya Afgar menggunakan mic.
Alder mengangkat tangan, "tau pak!" sahutnya.
"Penghianat adalah orang yang berkhianat," lanjutnya menjawab.
"BENAR! LO TAU KALAU DIANTARA KITA ADA YANG BERKHIANAT?" tanya Afgar lagi.
Semuanya terkejut, apa yang pak ketuanya itu bilang? Ada penghianat siapa?
Suasana tampak tegang, Afgar memandang satu persatu wajah anggota geng Rans.
"KALIAN TAU KENAPA ANGGOTA YANG LAIN GAK GUE SURUH GABUNG? YA! KARENA KALIAN ADALAH ORANG PENTING DI GENG RANS , KALIAN YANG SERING GUE HUBUNGIN DAN SERING GUE AJAK BAHAS STRATEGI BIAR GENG LAIN GAK MUDAH SERANG GENG KITA! DAN DIANTARA KALIAN ADA YANG BER-KHI-AN-AT!" ujar Afgar lalu menekan kata 'berkhianat.'
"BUDI MASUK RUMAH SAKIT KEMARIN! LO TAU KENAPA? DIA DISERANG GENG BAJA! KALIAN TAU KAN JIKA GENG BAJA ITU DARI AWAL UDAH NGIBAR BENDERA PERANG KE KITA?"
"KATA BUDI, ADA SALAH SATU DARI KITA YANG BERPIHAK SAMA GENG BAJA, DIA IKUT NGEROYOK BUDI SAMPAI MASUK RUMAH SAKIT." lanjut cowok itu.
"GUE GAK MAU NUNJUK ORANG ITU, TAPI GUE MAU DIA MAJU DAN NGAKUIN KESALAHAN DIA SENDIRI, SEBAGAI COWOK GAK USAH BANCI! BERANI CUMA MAIN DI BELAKANG!" sindir Afgar.
Tap!
Suara selangkah membuat seluruh cowok yang ada di ruangan khusus itu menoleh kesalah satu orang atau mungkin orang berkhianat yang dimaksud itu.
"GUE!" ucapnya lantang.
"ALDER?"
Apa yang cowok itu lakukan? kenapa ia maju? Alder penghianat kah? Tidak mungkin! Ini pasti terjadi kesalahan.