Hari itu cuaca serasa panas seperti biasanya, kota Malang menjadi sangat sangat panas sekali hanya karena bertambahnya polusi udara dari para kendaraan. Randy terdiam menatap i-pad nya dengan wajah yang sedikit kusam. Sopir nya bilang jika beliau tidak bisa menjemput Randy karena asa urusan dengan ayah nya Randy. Tapi yang jadi masalah ada Randy tidak punya uang saku kecil untuk naik angkutan umum.
Satu lagi, dia tidak tahu jalur nya. Selain itu Randy berusaha untuk menelepon Rio tapi temannya itu tidak menjawab. Satu jam berkutat dengan i-pad nya, Randy sudah menangis dengan kencang sekali tapi tidak ada satupun orang yang mempedulikan nya.
Semua nya sibuk berjalan di depan dan samping nya sekolah Randy adalah orang gila biasa. Randy menyeka air matanya dan berusaha untuk tetap tenang. Tapi ketika dia melamun di dekat pager sekolah nya dia malah merasa semakin bingung.
"Perempatan belok kanan... Lurus... Ke kiri?" Randy terus komat Kamit dengan berusaha untuk mengingat ingat kembali jalan menuju rumah nya.
Selama ini dia selalu mengingat nya dengan baik, tapi setelah pergi ke rumah perkebunan yang ada di dalam imajinasi nya itu, Randy jadi lupa rumah di dunia nyata nya. Memori ingatan nya seketika tersesat begitu saja. Randy menggaruk rambutnya.
"Kak, kenapa Kakak ada disini? Masih ingat aku kan?" Tanya seorang pria dengan wajah yang sedikit gelap dan gigi tongos nya itu serta kepala yang sedikit botak.
"Ferdi?" Randy memanggil nama adik kelas nya itu.
"Iya. Oh untunglah kakak masih ingat... Kenapa kakak duduk disini? Ngga pulang?" Tanya Ferdi dengan tersenyum lebar.
Pria yang jauh lebih kurus dari Randy ini menanyakan pertanyaan yang selama ini membuat Randy kebingungan.
"Aku tidak bisa pulang." Ucap Randy dengan menghapus air matanya.
"Loh? Kenapa? Emangnya kakak ga ada yang jemput? Setahuku kakak anak nya orang kaya...." Balas Ferdi dengan kebingungan.
Setelah itu Randy mengatakan terus terang jika dia lupa jalan menuju rumah nya. Sebagai gantinya Ferdi masuk ke dalam sekolahan lagi dan meminta informasi terkait rumah nya Randy.
"Permisi, selamat sore Bu Sulis... Mau tanya lokasi rumah nya Kak Randy dimana yah? Katanya Kak Randy lupa alamat rumah nya..." Ucap Ferdi.
"Oh kamu bisa cek di situ. Di perumahan elite." Kata Bu Sulis dengan memberikan kertas kecil bertulis kan alamat rumah Randy.
Setelah itu Ferdi memiliki tugas untuk membalas Budi Randy, atas bantuan nya kemarin. Ferdi berjalan lebih depan dan masuk ke dalam angkutan umum. Meski dia tau sekali jarang ada yang naik angkot untuk pergi ke perumahan sana.
"Kak! Ayo!" Teriak Ferdi dengan melambaikan tangan nya.
Randy mengangguk telinga nya memerah karena malu. ini sudah jadi kebiasaan bagi Randy ketika bertemu dengan orang yang baru saja dia kenal. Memang benar Ferdi adalah anak yang bodoh hingga tidak tau Randy adalah orang yang seperti apa. Dulu Ferdi hampir saja tidak naik kelas saat kelas 8 SMP hanya karena dia tidak bisa memahami rumus aljabar selama 1 tahun pelajaran.
Ferdi sempat satu sekolahan SMP dengan Randy sebelum Randy pindah karena itu dia sering kali melihat kakak kelas nya ini. Itu tidak membuat Ferdi canggung ataupun malu.
"Kenapa kakak ngga---"
"Panggil aku Randy saja... Kalau tidak... Abang..." Kata Randy dengan tersenyum tipis.
Dia berusaha menghapal kata kata itu setelah membaca dari internet. Ferdi mengangguk dia menggaruk telinga nya namun Randy malah mengeluarkan permen coklat yang selalu dia bawa.
"Apa ini? Kenapa Abang ngasih ini ke aku?" Tanya Ferdi.
"Mmm... Hadiah."
Dan seketika itu juga semua orang yang ada di dalam angkot yang melihat Randy memberikan coklat itu pada Ferdi segera membuka telapak tangan lebar lebar.
"Aku tidak memberikan coklat pada orang yang tidak di kenal!" Kata Randy dengan tegas.
"Oh anak ga waras toh... Lihat deh buk, itu matanya muter terus... Terus itu bahu nya kenapa coba... Pasti ga beres nih anak." Ketus ibu ibu angkutan umum.
"Aku adalah Randy! Randy Wijaya! Seorang anak yang kuat, pintar di bidang Sains dan Matematika! Aku adalah anak yang normal! Dasar orang orang bodoh!" Teriak Randy dengan melotot serta menunjuk ibu ibu yang tadi menghina nya.
"Eh... Bang jangan gitu dong... Udah jangan di dengerin..."
Namun Randy tidak mendengarkan Ferdi malahan Randy sibuk menggoda para anak anak ibu itu. Hingga sopir angkot menghentikan mobil nya dan ibu ibu yang tidak terima anak nya di pukul oleh Randy marah besar.
Apalagi setelah melihat ada anak nya yang terluka karena pukulan Randy.
"Oh! Edan! Edan!" Teriak emak emak yang udah kayak demo aja. Langsung berlari mengejar Randy dan Ferdi yang sudah turun dari angkutan umum.
Hosh hosh hosh... Randy berlari secepat tenaga meninggalkan Ferdi yang udah ketinggalan jauh di belakang sana.
"Oi!! Tunggu!! Awas aja kamu dasar anak tidak tau diri!!" Teriak Ibu ibu yang marah sekali dengan Randy.
Berlari dari Emak emak rupanya lebih sulit dari berlari melawan preman. Ferdi menarik lengan Randy dengan susah payah dan melesat masuk ke dalam supermarket yang sangat besar sekali. Ada banyak sekali orang di sana dan itu membuat para ibu ibu itu kebingungan mencari mereka.
Sebagai gantinya Randy dan Ferdi sembunyi di ruangan tempat belanja alat kecantikan dan alat kebutuhan bayi.
"Astaga... Abang parah banget sampe di kejar kayak gitu... Lain kali jangan gitu lagi yang bang... Duh... Capek banget nih..."
Randy mengangguk dia memijat kaki Ferdi dia baik baik saja hanya saja Ferdi dengan tubuh kurusnya ini lebih kasihan sekali. Dia hampir saja membuat rambut sisa nya itu benar benar botak karena berlari secepat kilat.
"Habisnya mereka ngejek aku..." Kata Randy dengan mengerucutkan mulutnya.
"Ya udah deh bang... Sekarang Abang mau pulang ga? Kita jalan kaki aja.. Ferdi udah ga punya uang nih...."
Randy mengangguk dia segera membantu Ferdi untuk berdiri menyerahkan botol minum yang belum sama sekali dia buka ataupun di minum.
"Makasih bang."
Mereka dua teman ini berjalan di salah satu trotoar yang sangat bersih sekali. Bahkan daun daun yang jatuh di sekitaran jalan ini sangat lah indah. Berbeda sekali dengan daerah tempat tinggal Ferdi.
Dia butuh waktu 1 jam an untuk sampai ke sekolah nya, karena rumah nya yang terletak di kabupaten.
"Wah... Disini udaranya enak banget... Dingin gitu..." Kata Ferdi dia menghirup napas banyak banyak.
"Bang bang! Tolong fotoin aku dong... Nih nih aku udah punya hp, hp bekas sih... Hehehe..." Kata Ferdi dia memberikan hp jadul nya itu pada Randy.
Randy mengangguk dia menatap ponsel itu, jadul sekali hingga dia tidak tau cara memakai nya. Untung saja dia pintar jadi bisa memahami lebih cepat.