Chereads / RAHASIA DAN MIMPI NAN / Chapter 20 - PERASAAN

Chapter 20 - PERASAAN

Pukul 03:00 pagi mereka keluar dari restoran terakhir yang Veo dan Tap kunjungi. "Gue baru tau kalo ada banyak restoran di jam ini!". Tap tampaknya puas dengan semua tempat yang Veo tunjukkan, "dan menurut gue ini udah cukup sih.". Tap menahan perutnya dan berjalan dengan lambat. "Hahaha oke! Satu tujuan lagi dan kita gak akan makan kali ini." Veo meyakinkan Tap tentang tujuan terakhir.

"Veo! Kita ngapain ketempat kayak gini?!" Tap merinding saat Veo membelokkan mobilnya ke jalan yang gelap dan menyeramkan. Veo langsung parkir di sana. "Ayo, Cuma jalan sebentar doang kok. Lo pasti suka!" Kata Veo . Tap tampak terganggu tetapi dia mempercayai Veo dan mengikutinya.

Beberapa langkah ke depan dan mereka mencapai tempat itu. Veo dan Tap kini berada di jalan setapak dengan pemandangan yang indah. Lampu kota yang bervariasi, bercampur dengan cantik, ada yang berkelap-kelip dan ada yang tidak. Angin dingin bertiup entah bagaimana terasa lembut malam itu. Damai, begitulah rasanya.

"Tap, lo gak dingin?" Veo menggerakkan tubuhnya sedikit lebih dekat ke Tap. "Dingin sih tapi gue gapapa kok.". Tap melanjutkan pandangannya ke lampu kota dan menutup matanya untuk merasakan angin malam. Veo lega melihat Tap dalam suasana hati seperti ini. Dia tampak santai, tidak seperti sebelumnya. Veo terus menatap Tap. Pemandangan indah ada tepat di depannya, tapi dia tidak bisa mengalihkan pandangan dari Tap.

"Veo, lo inget gak sebelum kita jalan-jalan cari makan, gue pengen ngasih tau lo sesuatu?" tanya Tap.

Veo dengan jelas mengingat perilaku tidak biasa Tap sebelumnya, "Oh iya, gue baru inget sekarang. Emangnya lo mau ngomong apa?" tanya Veo.

Tap menarik nafas untuk mengumpulkan keberaniannya dan mencoba terbuka pada Veo .

"Selama 3 tahun terakhir, gue udah jalanin bisnis restoran gue. Awalnya itu bagus, tapi gak cukup buat nutupin semuanya, gue gak bisa terus buang-buang uang gue untuk nutupin itu. Jadi, ketika itu mencapai akhir tahun ke-2 gue mulai mencari klien dan membuka cabang di lokasi lain. Prosesnya makan waktu lebih dari satu tahun. "

"Pasti lo kesusahan saat itu, Tap." Veo menepuk kepala Tap.

"Iya, lumayan sih. Nah, tapi ini emang wajar dalam bisnis. Lo gak bisa prediksi segalanya." Tap melirik Veo dan lanjutkan ceritanya.

Mata Tap bergetar dan dia berkata "Dan untuk saat ini, gue udah nemuin investor untuk cabang ke-2 gue di Singapura."

Veo menjadi pucat dan dia tidak siap untuk mendengar sepatah kata pun dari Tap, tapi dia masih ingin tahu lebih jauh lagi tentangnya.

"Untuk memantau kemajuan bisnis ini gue harus ada disana seenggaknya selama 6 bulan, atau mungkin sepanjang tahun." jelas Tap.

Veo berdiri tegak dan pergi. Tap memanggil Veo tapi dia tidak menjawab. Tap tidak bisa menggerakkan kakinya karena apa yang dia rasakan saat ini. Beberapa menit berlalu, Tap terasa tidak enak dan cuaca terasa lebih dingin dari sebelumnya.

"Apa karna disini gue sekarang sendiri ya?". Tap bergumam pada dirinya sendiri dan mengalihkan tatapan kosongnya.

"Itu karena lo butuh hal yang lebih hangat". Veo mengenakan mantel kepada Tap dari belakang dan menceritakan apa yang dia rasakan tentang kondisi Tap, "Tap, masing-masing dari kita tahu kalau kita punya perasaan yang sama. Bisnis lo punya arti yang lebih dan gue mau lo bahagia. Dan jika emang harus pergi untuk sukses, gue akan selalu dukung lo dalam kondisi apapun. Inget, lo gak sendiri. Lo punya gue, Nan, dan Din." kata Veo.

Tap tidak mengalihkan wajahnya ke Veo , tapi dia merasakan air mata mengalir di pipinya. "Gue akan selalu disini buat lo. Selalu, Tap. Gue janji." Veo memeluk Tap dari belakang.

"Oh! Dan satu hal lagi." Kata Veo. Tap bingung dan alihkan pandangannya ke Veo.

"Kalo lo kedinginan, gue rela jadi hot pack lo kok!!" Kata Veo. Tap tertawa terbahak-bahak dan Veo memeluknya begitu juga Tap.

Pukul 08:00 di kelas Nan dan Veo.

"Veo! Hei, Veooo!". Nan berbisik pada Veo yang sedang tertidur lelap.

"BANG !!!". Veo melompat dari tidurnya dan merasakan amarah dari tatapan sang profesor.

Mereka keluar dari kelas setelah diberi ceramah oleh profesor.

"Ya ampun, Nyet! Lo pulang jam berapa sih kemaren?" Nan terganggu karena Veo membuat profesor memberikan tugas yang lebih berat untuk siswa lainnya.

"Jam 6, mungkin. Sorrii." Veo menguap.

"Ohoo .. Gitu .. Jadi, gimana progresnya?" Nan menggoda Veo . Veo tersipu dan dia berkata, "ga gaada!" Veo mempercepat langkahnya.

"Hoo… Ngomongnya aja gagap! Pasti ada sesuatu nih." Nan tertawa, mengejek Veo .

"Oke, cukup tentang gue. Lo gimana hah? Hahhhh?!" Veo kesal dan mencoba mengejek kembali. "Gue? Gimana apanya?" Nan bingung. Veo terdiam dan ingat temannya itu bodoh dalam hal hal semacam ini.

"Maksudku 'Nong' ( Veo bermaksud memanggil Din sebagai Nong '), udah baikan sama dia?" Veo mencoba memulai dengan pertanyaan biasa.

"Oh, iya! Kayaknya udah sih, tapi gak tau juga. Dia kayak canggung gitu pas kita makan dan abis itu agak baikan. Terus itu ngulang lagi pas dia lagi nganter gue pulang." Nan tampaknya terganggu oleh perilaku Din yang tidak terduga .

Veo menatap tanpa harapan ke Nan dan dia bertanya lebih jauh, "Lo ngerasa canggung juga gak?" tanya Veo dengan sabar.

"Yah, iya. Gak mungkin gue gak ngerasain apa-apa, kalo dia kayak gitu." Nan berpikir apa yang dia rasakan adalah dampak alami dari situasi tersebut.

Veo belum menyerah. Dia terus bertanya, "Lo gak deg-degan pas ada skinship atau pas deket-deket sama dia gitu?" Veo semakin spesifik dengan pertanyaannya.

"Ya gue ngerasa gitu sih." Nan memikirkan apa yang dia rasakan kemarin.

Veo akhirnya memberikan pertanyaan terakhirnya, "dan menurut lo apa penyebabnya?".

Nan memiringkan kepalanya dan berkata, "Apaan? Kecapean?"

"Astaga, tolong. Mau nangis aja gue!!!" Veo berteriak, tidak tahan dengan butanya Nan tentang cinta.

Veo berharap Din bisa bertahan. Veo dan Din memang tidak dekat, tapi Veo mulai kasihan pada Din karena harus berurusan dengan kebutaan Nan. Din membutuhkan banyak kesabaran.