Matahari telah terbenam. Mereka tidak menyadari bahwa mereka sudah menghabiskan begitu banyak waktu disana. Nan memutuskan untuk pulang setelah itu dan Din menawarkan untuk mengantarnya. Nan setuju karena dia tidak berencana pulang terlambat. Nan mengendarai mobilnya sementara Din mengikutinya dari belakang. Nan merasa nyaman dan aneh pada saat bersamaan.
"Gue memulai hari ini dengan tertekan, terus gue coba buat habisin waktu sendiri buat nenangin diri, tiba-tiba gue ketemu Din, ternyata hari ini jadi lebih menyenangkan, dan sekarang daripada merasa gugup, gue merasa lebih nyaman didekat Din. Hari yang lumayan gila ..." pikir Nan.
"Gue rasa nemuin temen baru juga merupakan cara buat nenangin diri."
Itu yang terjadi di kepalanya saat dia mengemudi. Nan telah tiba di depan rumahnya, dia menekan tombol hazar, dan Din keluar dari mobilnya.
"Udah sampe?" Tanya Din.
"Iya, dari sini gue udah gapapa kok. Lo boleh pergi, sekarang," kata Nan.
"Gausah, lo masuk aja dulu terus nanti kasih tau gue kalo lo udah di kamar." Din memaksa.
"Oh .. Oke, oke" Nan menurut dan dia pergi ke kamarnya.
Nan memarkir mobilnya dan pergi ke kamarnya. Dia menghubungi Din tepat setelah dia masuk.
"Gue udah dikamar." kata Nan lewat chat.
"Oke, gue kabarin juga kalo gue udah sampe," jawab Din.
Nan merasa aneh melihat balasan dari Din. Dia berpikir, Din tidak harus memberitahunya karena dia tahu cepat atau lambat dia akan sampai di rumahnya. Kemudian, Nan membalas pesannya.
"Gausah juga gapapa kok. Santai aja," Dia mandi dan menggunakan piyamanya. Smartphone-nya tiba-tiba berdering. Dia tercengang, masih tidak percaya Din menelponnya. Dia mengangkat teleponnya.
"Halo, Din?" tanya Nan masih tidak percaya.
"Heyyy , gue udah sampe rumah nih sekarang. chat lo barusan jutek banget sih, bukannya kita temenan?" Tanya Din bercanda.
"Hahaha ya gitu deh gue kalo ngomong. Lo bilang lo temen gue, lo harus tau itu loh! haha!" Membalas Din
"Lo bener-bener tau cara ngalahin gue yah," kata Din karena dia tahu dia tidak bisa menang melawannya.
"Mungkin... Ngomong-ngomong, ini udah kan? Kalo udah selesai, gue tutup telfonnya sekarang ya." kata Nan sambil memikirkan kalau pembicaraan saat itu sudah cukup.
"Eh, eh tunggu bentar!" Din menghentikan Nan sebelum menutup telepon.
"Kenapa?" Tanya Nan.
"Um ... Sebenarnya, pengen ngomongin tentang naskah. Karena ini seris kedua gue dan peran pertama gue sebagai pemeran utama pria, gue agak gugup." jelas Din.
Nan sadar alasan sebenarnya Din menelponnya,"Jadi, pengen ngomongin ini sama gue?"
"Iya. kalo lo gak keberatan," jawab Din.
Din terdengar sangat bermasalah dengan skrip barunya dan Nan ingin membantunya. Nan berpikir ini akan bagus untuknya. Dia dapat menemukan kesalahan dalam skripnya saat berdiskusi atau bahkan mencoba beberapa baris tentang Din.
"Oke .. tapi kita butuh tempat yang layak buat ngomongin ini." Nan berkata dengan tegas.
"Oke, nanti gue kabarin ya! Nanti gue kirim alamatnya dan kita ketemu jam 10. Gimana?" Din terdengar senang.
Nan setuju dengan Din.
"Oke, sampe ketemu besok, selamet bobo!." Kata Din.
"Oke, makasih!" Nan menutup telepon. Dia memasang alarm dan pergi tidur.
Keesokan paginya, Nan siap berangkat. Dia pergi ke alamat yang dikirim Din kepadanya dan ternyata itu adalah restoran Tap. Tidak heran dia sedikit familiar dengan jalannya. Kemudian, Nan masuk ke dalam dan memberi tahu tentang janji temu. Di restoran itu ada ruangan prifat. Menurut Nan, ini sangat cocok untuk membahas naskah. Din sudah ada disana.