Nan penasaran dan dia mengklik tombol tersebut.
[Anda mungkin menyadari bahwa lukisan itu memiliki keterkaitan satu sama lain. Setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda terhadap lukisan masing-masing. Tapi...]
*klik
[Sekarang, ini bukan lagi tentang masa lalu. Ini tentang Anda saat ini dan di mana Anda berdiri.]
*klik
[Ya atau tidak]
*klik
[Benar atau salah]
*klik
[Lebih Baik atau Buruk]
*klik
[Klise ... bukan?]
*klik
[Tapi, ingat .. Setiap keputusan selalu memiliki dua sisi dalam keseluruhan proses. Tidak peduli apa yang Anda dapatkan atau pilih.]
*klik
[CINTA PASTI AKAN PUDAR, TAPI MASIH TETAP ADA DISANA.]
Nan berhenti mengklik dan dia tidak mengalihkan pandangannya dari teropong. Lalu, Nan terisak.
Din berpura-pura tidak mendengar tapi dia masih menunggu sampai Nan selesai.
"Lo udah gapapa?" tanya Din.
"Iya, gue gak nyangka ini bakal heart-warming banget." kata Nan karena terharu.
"Aww .. ciee baper." ejek Din.
"berisikk" Nan mencubit lengan Din.
"Hahaha ayo," Din meraih tangan Nan dan membawanya ke kafe. Jantung Nan berdetak begitu kencang. Dia masih tidak percaya bias-nya memegang tangannya. Mereka sampai di depan kasir dan dia berkata.
"Abis nangis enaknya makan yang manis-manis dong hehe "
"Lo ngejek gue ya?" Tanya Nan dengan wajah galak. Dia baru saja melewatkan beberapa menit dan Din sudah mengejeknya. Nan tahu Din memang agak berlebihan, tapi dia tidak menyangka dia suka menggoda orang seperti itu.
"Becanda kok haha "
Nan pikir dia akan mengejeknya terus. Jadi, dia langsung mengabaikannya dan memilih sesuatu dari menu. Nan melihat menu makan siang, karena dia lapar jadi dia menyarankan untuk makan siang disana.
Saat mereka makan siang dengan tenang. Nan bertanya pada Din. "Ngomong-ngomong, kenapa ga ada orang lain di galeri ini? Gue pikir tempat ini harusnya ramai karena isi galerinya."
"Oh iya? Menurut lo kaya gitu?" Din bertanya balik.
"Tentu saja" jawab Nan.
Din sepertinya berpikir keras dan ragu akan sesuatu. Kemudian, dia berkata.
"gue bakal ngasih tau lo sesuatu tapi, lo janji ga akan bocorin ini kemana pun, oke?" kata Din
"Kalo lo gak yakin buat ngasih tau mending gausah dilakuin sih." Kata Nan dengan tegas.
Din terkejut dengan jawaban Nan dan dia menjelaskan apa yang dia maksud. Singkatnya, galeri ini sebenarnya belum dibuka tetapi dia memiliki akses ke sini karena dia berinvestasi di galeri ini. Nan menyadari bahwa galeri ini penting bagi Din.
"Makasih ya, Din" kata Nan.
"Hah? Buat ini? Ayo dong, ini gak seberapa dibanding sebelumnya," kata Din bingung.
"Sebelumnya? Maksudnya?"
Din tidak menjawab, sepertinya dia mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan.
"Jawab. Kalo gak jawab gue ga mau bantuin soal naskah, ya." Tanya Nan dengan sinis.
"Oke, oke! Orang yang nabrak mobil Veo itu gue!"
"Hah?"
"Sebelum gue pergi ke restoran Tap hari itu.."
"Itu lo?!" Nan sangat terkejut. Tidak heran dia menemukan bahwa pengemudi itu sudah tidak asing lagi. Ini adalah Din.
"Sorry banget..." Din meminta maaf dan dia sangat manis dimata Nan. Itu membuatnya ingin sedikit menggodanya.
"Lo tau gak sih ... Gue bisa gunain ini buat meres lo loh." Kata Nan sambil menggoda Din.
Din menjadi pucat saat Nan mengatakan itu. Nan langsung tertawa setelah melihat reaksi itu. Lalu Din berkata.
"Ah, ayo dong itu gak lucu." Din cemberut.
"Sekarang gue tau kenapa lo seneng banget godain orang." Nan sangat puas dengan ekspresi Din.
Din tersipu setelah melihat Nan banyak tersenyum. Menurutnya itu menawan.
"Din?! Lo gapapa? Muka lo jadi merah tiba-tiba gitu!" Nan kaget melihat wajahnya yang memerah.
"!" Din kaget karena Nan memperhatikan wajahnya.