"Mian Mian, Kepala Sekolahmu meneleponku hari ini." Fu Man berusaha untuk tetap tenang dan melanjutkan berbicara, "Kamu tidak masuk ke kelas hari ini. Kepala Sekolah kecewa dengan tindakan yang kamu lakukan."
Lu Mian menggigit hamburgernya dengan santai, lalu menjawab, "Hari ini aku ada urusan." Setelah itu ia diam dan melanjutkan makan.
Sikap Lu Mian yang terlihat tidak peduli ini membuat kemarahan Fu Man semakin melonjak.
"Urusan apa yang bisa kamu lakukan! Apa kamu tahu berapa banyak uang dan usaha yang aku keluarkan supaya kamu bisa masuk kelas satu di SMA Kun Peng! Aku meminta Paman Keduamu untuk mencari banyak hubungan ke Dewan Sekolah supaya kamu bisa kembali lagi sekolah, meski berstatus sebagai korban. SMA ini SMA terbaik di kota Wu, kenapa kamu tidak mau menghargainya!"
"Dan Dokter Ye Jinwen, dia itu adalah seorang psikolog terkenal. Sudah lama aku mengantri untuk membuat janji dengannya. Tapi apa yang kamu lakukan…"
Fu Man merasa kesulitan menelan makanan saat memikirkan tentang hal ini.
"Bu, jangan marah. Kakak baru saja kembali. Dia pasti masih belum bisa beradaptasi. Beri dia lebih banyak waktu. Jika Ibu ingin marah, marah saja padaku, jangan memarahi Kakak…"
"Dasar anak bodoh. Buat apa aku memarahimu? Dia tidak menjalankan perannya dengan baik sebagai Kakak. Memangnya apa salahmu sampai disingkirkan begini!"
Kedua putriku ini sangat berbeda, seperti ada jurang pemisah di antara keduanya! Batin Fu Man.
Lu Xinnuan di satu sisi menghibur Fu Man, namun di sisi lain ia ingin menggali topik yang lain.
"Bu, jangan marah. Pikirkan sesuatu yang membuat Ibu merasa senang saja. Apa Ibu lupa, besok Sabtu Su Jue mengundangku ke rumahnya untuk makan malam, katanya Kakek Su sudah pulang!"
Saat membicarakan topik ini, raut wajah Fu Man mulai melunak. Seperti keluarga Lu, keluarga Su adalah keluarga yang kuat di kota Wu, terutama Tuan Su yang memiliki pengaruh tertentu di daerah Jinjing.
Orang-orang di kota Wu berusaha menjalin hubungan yang baik dengan keluarga Su. Lu Xinnuan dan Su Jue adalah teman satu kelas. Su Jue merupakan cucu dari Tuan Su. Mereka berdua memiliki hubungan yang baik. Buktinya Lu Xinnuan diundang ke rumah Su untuk makan malam bersama.
"Nuan Nuan, setelah selesai makan malam, Ibu akan membawamu pergi membeli gaun baru supaya kamu terlihat cantik. Saat kamu pergi besok, bawa lukisanmu yang menjadi pemenang itu dan minta nasihat Kakekmu Su. Dia selalu menyukai hal-hal elegan. Dia pasti sangat menyukaimu!"
"Terima kasih, Bu! Aku tahu bagaimana melakukannya!" Mulut Lu Xinnuan berkata dengan manis. Kemudian ia melirik Lu Mian, dan berpura-pura biasa saja, "Kakak, kamu tidak mungkin sedih, kan…"
Pandangan mata Lu Mian beralih dari hamburger ke wajah Lu Xinnuan dengan tatapan sedikit bingung.
Kemudian Lu Xinnuan menjelaskan, "Aku ingat saat umur 16 tahun, kamu memberi Su Jue surat cinta…"
"Surat cinta?" Lu Mian menekan ujung roti hamburger dan langsung menghentikan gerakannya. Setelah berpikir sejenak, ia mengangkat bahu dan berkata, "Itu surat undangan dari Tuan Su. Aku tidak ingin pergi, jadi aku kembalikan padanya."
"Jadi begitu…" Lu Xinnuan mengerutkan senyum dan menundukkan kepalanya untuk memakan nasinya.
Fu Man yang berada di sebelah mereka malah tersulut kemarahan. Nada suaranya menjadi tinggi.
"Lu Mian, apa tidak ada kejujuran sedikitpun saat kamu bicara! Bagaimana bisa Tuan Su memberimu undangan? Memangnya siapa kamu?! Seberapa terhormatnya kamu! Kenapa kamu masih saja tidak bermoral meski sudah pulang? Jika orang luar mendengar hal ini, mereka pasti akan menertawakanmu!"
Lu Mian selalu saja mengatakan kebohongan sejak masih kecil. Ia pernah berkata sudah menghafal buku teks dan tidak perlu mengikuti ujian. Ia bisa memasang kembali TV yang telah dilepas satu per satu. Ia bahkan membual bahwa ia pernah menyelamatkan orang. Sejak kecil hidupnya penuh dengan kebohongan!
Wajah Lu Mian terlihat tanpa ekspresi saat mendengar ucapan Ibunya, ia sudah mati rasa. Dari ia berusaha keras untuk membuktikan diri sampai sekarang sudah terbiasa mendengarkan omelan Ibunya.
Kemudian Lu Xinnuan meletakkan sumpitnya dan berkata, "Bu, jangan marah. Mungkin Kakak juga ingin pergi ke rumah keluarga Su…"
"Buat apa dia pergi ke sana? Dia bahkan tidak bisa bermain piano, tidak mengerti tentang musik, main catur, kaligrafi, dan tidak bisa melukis. Jika dia pergi, itu sama saja memalukan nama keluarga!" Ujar Fu Man dengan penuh kebencian. Ia tidak mampu menahan emosi lagi dan tidak nafsu makan, kemudian ia menambahkan dengan gusar, "Lu Mian, lain kali jangan bicara tentang omong kosong ini lagi!"