Bela berjalan pelan-pelan pulang kerjanya. Rasa letihnya dia tahan hari ini. Rasa capek dan bingungnya kini jadi campur satu. Setelah tadi siang bertemu dengan Raisa di restaurant membuatnya sedikit was-was.
Dia takut kalau Raisa akan tahu pekerjaannya. Dia takut bukan karena dapat ejekan dari Raisa melainkan takut kalau Raisa berbuat yang tidak-tidak pada pekerjaannya. Kalau diejek Raisa dia sudah terbiasa. Secara kalau disekolahan dirinya selalu dipancing emosi oleh Raisa.
"Intinya aku itu harus jaga rahasiaku ini dari semua orang terutama teman-temanku termasuk Puteri juga kalau aku bekerja di restaurant Dona. Takutnya nanti Raisa tahu dan bisa bubar kerjaanku."batin Bela berusaha tidak memperpanjang masalahnya.
"Hei."Bela kaget tiba-tiba Novi datang dari belakang sambil memukul punggungnya.
"Mbak Novi."panggil Bela sambil mengelus dadanya.
"Nggak usah panggil mbak lah. Panggil aja Novi."kata Novi yang berusaha ingin akrab dengan Bela.
"Nggak papa?"
"Ya nggak papa lah. Cukup di restaurant aja kita saling panggil mbak."ucap Novi kepada Bela.
"Siap Novi."
"Kamu kayak masih kecil gitu ya. Lucu gitu. Cantik lagi."puji Novi kepada Bela.
"Masak sih."Bela menyembunyikan senyum manisnya karena senang mendengarnya.
Bela bersyukur banget disaat dirinya kemarin sedih karena tidak memiliki teman di tempat kerjanya, tanyata hari ini dia diberi teman yang begitu baik sekali. Dia kira tidak akan ada yang berteman dengannya. Ternyata malah tidak seperti apa yang ada dipikirannya.
"Oh ya aku mau nanya sama kamu. Kenapa tadi kamu nggak mau nganterin pesanan yang tadi?"Novi terlihat ingin tahu ketika Bela tidak mau menghantarkan pesanan milik Raisa dan teman-temannya tadi siang.
Bela terlihat bingung hendak mau cerita alasan dibalik ketidakmauannya tadi untuk menghantarkan pesanan milik Raisa kepada Novi. Takutanya nanti rahasianya terbongkar. Apalagi dirinya masih baru dan belum mengenal jauh watak Novi kepadanya. Takutnya nanti Novi mengumbar-umbar masalahnya kepada orang lain. Dan itu bisa terdengar sampai di telinga Raisa.
"Oh itu. Aku belum terbiasa saja, kalau pembelinya banyak yang laki-laki. Aku takut."jawab Bela terpaksa berbohong.
"Sama. Dulu aku juga kayak kamu pas awal-awal kerja disana. Tapi dengan seiring berjalannya waktu aku juga sudah terbiasa sendiri. Aku yakin kamu pasti akan terbiasa sendiri nanti. Tenang aja."Novi terlihat langsung percaya saja.
"Bagus deh kalau dia langsung percaya."Bela menghela nafasnya.
"Ya. Kayak takut gitu. Dilihatin terus. Kan malu campur takut juga."Bela memang belum terbiasa ssat dipandang banyak laki-laki saat bekerja. Apalagi pakaiannya sedikit ketat dari biasanya.
"Tapi aku nggak kaget sih kalau mereka lihatin kamu. Secara kamu itu cantik sekali. Katanya kamu masih SMA ya?"
"Hmmm. Aku kelas 2 Sma."jawab Bela kepada Novi.
"Pantesan kamu itu masih imut gitu. Aku denger-denger dari teman-teman kita yang sering gosipin kamu dibelakang."ucap Novi.
"Aku jadi bahan pembicaraan ya di restaurant?"Bela kaget karena baru tahu kalau dirinya mejadi pusat perhatian.
"Hmm ya gitulah. Biasa kalau anak baru emang digituin. Aku juga dulu begitu. Udah biarin aja. Nanti juga berhenti sendiri. Yang penting kita fokus kerja aja."Novi seperti teman yang baik untuk Bela.
"Aku senang banget deh punya teman baik seperti kamu."Bela menggandeng tangan Novi saat berjalan.
"Sama. Soalanya aku disanaa nggak punya teman. Tapi sekarang aku senang banget punya teman baru seperti kamu."Novi menggengam tangan Bela dengan erat.
Mereka berdua terlihat akrab sekali. Padahal baru kenal saja tapi mereka sudah merasa kecocokan sendiri. Mungkin keadaan lah yang menuntut mereka untuk bersatu dan berteman dengan baik.
Setibanya di rumah, Bela langsung masuk kedalam rumah. Setelah dia bekerja di restaurant dirinya jarang melakukan aktivitas rumah. Alhasil Rian yang harus turun tangan sendirian melakukannya. Yang biasanya dia ikut membantunya sekarang sudah tidak.
"Dek."Bela kaget melihat Rian begitu rajin sekali membersihkan rumah. Buktinya sekarang Rian sedang memasak yang biasanya dilakukan Bela sebelum bekerja dan rumah juga nampa bersih.
"Kak, udah pulang?"Rian kaget tahu-tahu Bela sudah berdiri dibelakangnya yang masih mengenakan seragam restaurant sambil ditutupi outer itu.
"Ya. Kamu lagi masak. Sini biar kakak aja."Bela langsung mengambil piranti masak yang sedang dipegang Rian untuk menggoreng telur dadar.
"Nggak usah kak. Biar aku aja. Kakak istirahat."jawab Rian sambil mempertahankan alat penyerok.
"Nggak kakak nggak capek. Sini."Bela terus memaksa. Dia tidak mau Rian kecapekan karena harus bekerja sendirian untuk membersihkan rumah.
"Udah kakak langsung mandi aja. Kecut itu lho baunya."Rian mencari alasan biar Bela tidak mengganggungnya.
Belum pergi ke kamar mandi, tiba-tiba Rian mendadak kurang keseimbangannya. Alhasil Rian langsung mundur kebelakang karena tidak kuat berdiri. Beruntung Bela langsung menyanggahnya. Meskipun tidak kuat, tapi setidaknya Bela sudah mencegah agar tidak terkenna dinding. Takutnya kepalanya terbentur dengan dinding.
Bela jelas kaget sekali melihatnya. Untungnya dirinya ada disaat kejadian jadi bisa memberikan bantuan kepada Rian walau hanya menyanggahnya saja.
"Rian, dek kamu kenapa?"Bela mengusap-usap kening Rian yang mulai tidak sadarkan diri itu.
"Kak….k"Rian tidak bisa berbicara matanya tiba-tiba terpejam.
"Dek tolong jangan buat kakak khawatir kayak gini."Bela panik sekali melihat adiknya seperti itu.
"Tolong."Bela langsung meminta tolong kepada orang yang lewat di depan rumahnya.
Bela sadar kalau semua tetangganya pada tidak suka dengan keluargnya. Jadi mau berapa kali dia minta tolong tidak bakal ada yang mau menolongnya. Dan ternyata benar, dia sudah berteriak beberapa kali tapi ternyata tidak ada yang menolongnya. Padahal suaranya cukup keras hingga luar rumah.
"Bel, ada apa?"tiba-tiba Bibi Devi baru pulang dan kaget melihat Rian.
"Ini bi, tahu-tahu Rian tadi langsung pingsan."kata Bela kepada Bibi Devi.
"Astaga kok bisa. Ayo kita bawa masuk."Bela dan Bibi Devi langsung bahu membahu menggendong Rian untuk ke kamar. Rian dibaringkan diatas kasur agar bisa istirahat dengan baik.
Bibi Devi langsung mengecek keadaan Rian. Ternyata Rian hanya pingsan saja. Terdengar hembusan nafas yang tidak teratur dan berat dari Rian. Itu sedikit membuat Bibi Devi tenang.
"Bel, ambilkan minyak kayu putih. Nanti aku olesin ke dia."ucap Bibi Devi kepada Bela. Bela langsung mencari minyak kayu putih secepatnya.
Bbi Devi langsung mengoleskan minyak kayu putih itu di area hidung Rian. Terlihat belum ada perubahan yang menunjukkan Rian mulai sadarkan diri. Tapi setidaknya mereka berusaha dulu. Alhasil setelah menunggu beberapa menit, Rian akhirnya sadarkan diri juga. Semuanya nampak bernafas lega sekarang termasuk Bela.
"Minum dulu."Bibi Devi langusng menyuruh Rian untuk segera minum segelas air putih.
"Udah. Kamu sudah baikan sekarang?"tanya Bibi Devi yang masih fokus kearah Rian.
"Ya bi."Rian mengangguk.
"Kamu pasti kecapekan. Kamu kan udah bibi bilangin, jangan sampai kecapekan."Bibi Devi menasehati dengan sedikit emosi.
"DIa kecapekan pasti karena harus menangani urusan rumah semua ini bi."kata Bela kepada bibinya agar tidak marah terus kepada Rian.
Bibi Devi langsung mencari jalan tengah. Terpaksa untuk sementara waktu dirinya tidak mencari kerjaan dulu besok sembari menemani Rian. Takutnya Rian nanti terjadi apa-apa. Lagian sampai sekarang dia cari lowongan kerja juga belum dapat. Bela merasa lega kalau bibinya di rumah meskipun dirinya yang harus bekerja demi mencukupi kebutuhan rumah.