Hari ini Bela tidak masuk kerja karena tidak enak badan. Setelah tadi malam hujan-hujanan dan menangis membuat tenaganya langsung jatuh dan tidak berdaya. Alhasil dia tidak masuk kerja dan lebih memilih untuk istirahat.
Tapi sayang hari ini Bela merasaka ada yang aneh pada dirinya itu. Dimana dia merasa kalau badannya serasa remu sekali bagian dalamnya. Sebenarnya dia juga sudah berusaha untuk bangkit agar bisa bekerja kembali. Dia sadar, sebagai junior dia harus rajin bekerja. Tapi sayang usahanya itu tidak membuahkan hasil, dirinya tetap tidak bisa bangkit lantaran tubuhnya serasa lemas sekali.
"Kamu nggak masuk kerja aja Bel, badan kamu masih panas. Muka kamu juga pucat."Bi Devi menghampiri Bela yang sedang berusaha bangkit dari tidur
"Tapi aku harus kerja bi."ucap Bela dengan lirih.
"Jangan. Kamu masih sakit."Bi Devi menahan Bela agar tidak banyak gerak apalagi sampai pergi kerja.
"Tapi bi.."
"Udah Bel, bibi nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Ikutin kata bibi. Bibi nggak mau kamu kenapa-kenapa. Udah kamu istirahat saja di rumah."Bi Devi terlihat kesal karena Bela keras kepala.
Akhirnya Bela mengikuti perintah bibinya itu. Lagian itu juga ada benarnya. Tidak mungkin dia bekerja dengan keadaan tidak prima seperti itu. Pasti akan membuatnya kesusahan bekerja nanti. Dia susah, belum lagi tempat kerjanya nanti malah terjadi apa-apa jika dia masih memaksakan diri untuk bekerja.
Bela memutuskan untuk istirahat di rumah. Dia tidak mau memikirkan apa-apa kecuali masalah kesehatannya.
"Semoga aku lekas sembuh."Bela memejamkan mata. Dia tidak mau membuka pikiran untuk memikirkan masalahnya bersama Raka tadi malam.
"Rian, kamu istirahat saja. Biar bibi aja yang masak itu. Sekalian kamu jagain kakak kamu."Bi Devi berteriak kearah Rian yang sedang memasak.
"Ya bi."jawab Rian sembari menghampiri Bi Devi.
Bi Devi kini menggantikan peran Rian di dapur untuk memasak. Sekarang giliran Bi Devi yang memasak. Sedangkan Rian terlihat duduk didekat Bela yang sedang tidur itu. Rian nampak gelisah memikirkan keadaan Bela yang sedang sakit itu.
"Kakak. Panas sekali badannya."Rian menyentuh dahi Bela dengan telapak tanganya.
"Nggak mugkin kalau aku bawa kakak ke dokter untuk mengecek kesehatannya, karena bibi nggak ada uang."Rian terlihat bingung sambil menatap Bela yang sedang sakit dan tengah tiduran itu.
"Masak aku minta uang ke bibi untuk periksa ke rumah sakit. Bibi kan belum kerja."batin Rian yang menggaruk-garuk kepalanya sendiri.
Setelah beberapa menit menunggu dan menemani Bela sedang tidur itu, Rian malah jadi penasaran. Sedari tadi bibinya tidak terlihat dan lebih asyik main di dapur. Rian juga tidak tega bila hanya melihat dan mendampingi Bela saja tanpa memberi tindakan sama sekali.
"Ini bau apa?"Rian memutuskan menuju dapur. Saat berjalan dia menghirup bau sedap dari dapur.
"Bibi ngapain?"tanya Rian yang melihat Bibi Devi sedang sibuk memasak.
"Ini bibi sedang masak. Bibi mau jualan. Kakak kamu sakit sekarang. Gantian bibi yang kerja."ucap Bibi Devi sambil menatap masakannya di wajan.
"Bibi mau jualan?"Rian setengah berteriak karena kaget.
"Jangan keras-keras nanti kakak kamu bangun. Kasihan dia butuh istirahat itu."Bibi Devi melotot kearah Rian.
"Ya ya bi. Bibi mau jualan gimana?"
"Bibi mau jualan keliling. Sekarang kamu gantian jagain kakak kamu ya. Ini bawa ke sana, nanti kalau dia bangun kasihkan ini ke dia. Suruh minum sampai habis."Bi Devi memberikan segelas jahe hangat kepada Rian untuk diberikan kepada Bela.
Rian terlihat melongo saat mendengar ucapan bibinya itu. Dia tidak menyangka kalau bibinya akan berjualan seperti Bela. Jujur dia sampai terharu sekaligus bangga sama kebaikan bibinya itu. Meskipun dirinya dan Bela bukan anak kandung dari Bibi Devi, tapi rasa kasih sayang dari Bibi Devi kepada mereka begitu besar sekali seperti ibu dan anak kandung sendiri.
"Ini bibi mau jualan dulu. Kamu dirumah, jangan kemana-mana. Tunggu bibi sampai pulang."pesan Bibi Devi sambil pamitan sebelum berangkat jualan.
"Ya bi?"
"Bibi mau cari uang dulu. Nanti kita periksakan dia ke dokter."Bibi Devi memegang nampan yang ditutupi kain kacu itu.
Memang tidak banyak yang dijual bibi Devi tapi setidaknya itu cukup untuk mendapatkan uang demi mengobatkan Bela ke dokter. Bibi hanya menggunakan bahan-bahan dapur seadanya yang ada di dapur. Kalau menggunakan uang hasil gajian Bela tentu itu tidak cukup jadi dia harus mencari tambahan yang lain.
Rian tambah bangga memiliki bibi sebaik itu. Dia tidak bisa membayangkan kalau tidak ada bibinya sebaik itu.
"Semoga dagangan bibi laris manis."batin Rian sambil melihat bibi Devi pergi berjualan keliling.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya bibi Devi pulang juga. Jam 1 siang Bibi Devi pulang ke rumah. Bela masih terlihat lemah dan tiduran. Tapi semakin kesini Bela malah terlihat semakin terpuruk saja.
"Rian, gimana dia?"
"Bibi?"tanya Rian sambil menolehkan kepala karena kaget.
"Sudah pulang bi?"tanya Rian sambil berdiri.
"Gimana keadaan kakakmu?"Bibi Devi terlihat terburu-buru hendak masuk kedalam rumah untuk melihat Bela.
"Kakak masih panas aja bi. Tadi sudah diminum wadang jahenya."Rian mengikuti langkah Bi Devi.
"Ya udah ayo kita bawa bareng-bareng kakak kamu ini ke dokter."bibi Devi sambil mengeluarkan uang.
"Sekarang bi? Uang dapat darimana bi segitu banyaknya."Rian terlihat kaget melihat uang yang ada ditangan Bibi Devi.
"Ini uang gajiannya kakak kamu sama hasil jualannya bibi tadi digabungin."kata Bibi Devi itu kepada Rian.
Dengan adanya uang sebanyak itu membuat mereka percaya dan tidak keberatan untuk membawa Bela ke dokter. Karena yang membuat mereka berat adalah biaya bila memeriksakan ke dokter tadi.
Rian dan Bibi Devi bersama-sama menuntun Bela berjalan menuju rumah dokter terdekat. Maunya mereka membawa ke puskesmas tapi jaraknya terlalu jauh dari rumahnya.
"Eh eh itu Bela ya?"
Disaat Bibi Devi dan Rian sedang membawa Bela menuju rumah dokter terdekat ternyata ada sebuah mobil mewah yang berhenti disamping mereka. Mobilnya warna putih dan didalamnya terdapat seorang ibu cantik dan terlihat mewah sekali dandanannya.
"Itu siapa bi?"tanya Rian sambil melihat kearah ibu yang ada didalam mobil mewah tersebut.
"Nggak tahu juga bibi."bibi Devi dan Rian sama-sama melihat ibu yang ada didalam mobil itu dengan tatapan bingung karena tidak kenal.
"Eh ya itu Bela. Kenalin saya Mery, bos Bela di restaurant."bu Mery turun dari mobil dan menghampiri mereka.
"Bu mery."panggil Bela dengan lirih dan lemas sekali. Pandangan Bela juga tidak terlalu jelas karena setengah sadar.
"Kalian mau kemana?"
"Ini saya mau bawa dia ke dokter. Dia sakit."jawab Bibi Devi kepada bu Mery.
Ternyata yang ada didalam mobil mewah tersebut adalah Bu Mery. Bos Bela di restaurant. Kedatangan Bu Mery itu adalah untuk mengecek keadaan Bela. Karena hari ini Bela tidak masuk kerja tanpa memberi kabar. Ternyata Bela sedang sakit. Untungnya Bu Mery bertemu dengan mereka ketika melintas di jalan.
"Ya sudah ayo naik ke mobil saya aja. Biar saya antar."ajak bu Mery.
Setibanya di rumah sakit, semua orang bersama-sama membantu Bela masuk kedalam rumah sakit. Niat awal Bela mau dibawa ke dokter terdekat tapi berhubung Bu Mery memberikan mereka tumpangan jadi dibawa ke rumah sakit.
Bela masih terlihat lemas sekali dan hanya bisa melihat menatap orang-orang disekitarnya hanya sebentar saja. Tapi dalam hati Bela merasa senang sekali karena banyak orang yang sayang sekali sama dirinya.
"Bu Mery makasih udah bantu saya dan keluarga saya."batin Bela dalam hati sambil sesekali melihat kearah Bu Mery yang sedang menyetir mobil. Bela duduk dikursi belakang bersama Bibi Devi dan Rian.
"Ayo kita bawa masuk."ajak Bu Mery yang turun dari mobil.
"Ya. Ayo Rian kita tuntun dia masuk."Bibi Devi dan Rian bahu membahu Bela berjalan masuk ke dalam rumah sakit.
"Silkahkan kalian masuk kedalam. Saya mau ada urusan bentar."kata Bu Mery berjalan duluan dan meninggalkan mereka.
Bibi Devi dan Rian terlihat bingung dengan sikap Bu Mery itu. Tapi mereka tidak mau terlalu memikirkan ibu itu, justru kini mereka harus fokus ke Bela. Kini Bela sudah dibawa beberapa perawat masuk kedalam salah satu kamar dan ditangani dokter.