Kali ini waktunya Bela untuk menyuapi bibi Devi untuk sarapan. Sedari kemarin bibinya itu belum makan adapun makan itupun sore kemarin aja dan itu juga terbilang sedikit sekali. Jadi Bela menyempatkan untuk meluangkan waktunya menyuapi bibinya agar kesahatan Bibi Devi bisa pulih kembali setelah makan.
"Ayo bi, waktunya untuk bibi sarapan dulu. Bibi kan belum makan."Bela mengambil sepiring bubur yang sudah disediakan oleh rumah sakit di kamar bibi Devi.
"Bibi nggak nafsu makan kalau bubur Bel."jawab Bibi Devi sambil memanyunkan bibirnyaakedepan. Memang bibi Devi tidak terlalu suka dengan bubur.
"Tapi bibi harus makan. Biar cepat sembuh. Sedikit aja deh bi."Bela memohon kepada Bibi Devi. Bela tidak mau bibinya itu telat makan dan bisa memperburuk kesehatannya.
"Ya ya. Bibi mau. Tapi jangan banyak-banyak ya."Bibi Devi tidak tega bila tidak mengabulkan permintaan Bela itu. Lagian maksud Bela itu juga baik untuk dirinya apalagi kesehatannya.
Satu persatu suapan demi suapan bubur itu sudah dilayangkan Arini ke mulut Bibi devi. Terlihat bibi Devi susah makannya. Karena dia sendiri juga tidak suka makan bubur. Tapi itu semua demi Bela. Bibi Devi tetap mengunyah dan menelan bubur itu ke dalam mulutnya. Meski rasanya tidak terlalu enak tapi dia berusaha menelannya.
Bela merasa lega akhirnya bibinya mau makan juga. Jujur dia tidak mau melihat bibinya itu tambah semakin sakit.
Ceklek
"Permisi. Waktunya saya cek kesehatan anda ya bu."dokter Shindy datang dan hendak mengecek keadaan Bibi Devi.
"Ya dok."Bibi Devi bisa menjadikan itu kesempatan untuk lari dari sarapan dengan bubur itu.
"Ya dok. Silahkan."Bela menghentikan suapannya dan mengembalikan bubur itu yang masih tersisa ke meja lagi. Bibi Devi jelas lega sekarang akhirnya dia tidak makan bubur lagi.
Kini dokter Shindy itu mengecek keadaan Bibi Devi dihadapan Bela. Bela berharap keadaan bibinya bisa segera membaik dan bisa pulang. Dia tidak bisa membayangkan kalau bibinya itu berlama-lama disana. Dia bingung mau cari uang darimana untuk biaya rawat bibinya di rumah sakit lagi. Kemarin saja dia merasa tertolong karena Raka yang membayar semua biaya rumah sakit Bibi Devi.
Setelah beberapa menit dicek, akhirnya Dokter Shindy menyatakan kalau bibi Devi itu sudah sembuh total. Jadi sudah bisa dibawa pulang hari ini juga.
Seketika Bela dan Bibi Devi langsung senang sekali mendengarnya. Akhirnya mereka bisa pulang kembali lagi ke rumah. Apalagi bibi Devi yang sudah tidak betah di rumah sakit membuatnya ingin jingkrak-jingkrak meloncat karena saking senangnya disana.
"Makasih ya dok."ucap Bela kepada Dokter Shindy yang sudah setia menangani bibi Devi hingga kesehatan bibinya itu kini kembali sehat lagi.
"Ya sama-sama. Tolong ya nanti kalau sudah pulang, jangan langsung aktivitas dulu. Istirahat dulu."pesan dokter Shindy sambil menatap Bibi Devi dan Bela bergiliran.
"Berarti saya nggak boleh kerja dok?"Bibi Devi langsung terlihat protes.
"Bukannya nggak boleh bu. Tapi alangkah baiknya ibu istirahat dulu. Biar semakin prima tubuhnya. Nanti nunggu satu hari baru deh ibu bisa kembali kerja lagi."jawab Dokter Shindy dengan pelan-pelan agar Bibi Devi mengerti.
"Ya dok." Bibi Devi pasrah saja.
Akhirnya mereka berdua pulang dengan menaiki angkutan umum. Karena Bela tidak mempunyai uang terlalu banyak jadi tidak bisa memberikan tumpangan yang lebih layak dan nyaman kepada Bibi Devi. Dan Bibi Devi memakluminya.
Setibanya di rumah, Rian kaget dengan kepulangan Bibi Devi dan Bela yang terkesan mendadak dan cepat itu. Dia kira bibinya itu akan dirawat dirumah sakit berhari-hari kedepan. Tapi ternyata tidak sampai dua hari bibinya sudah boleh dibawa pulang. Rian tentu merasa lega sekaligus senang akhirnya dia ngak akan sendirian lagi di rumah.
"Bibi, Kak Bela."Rian langsung meletakkan sapu begitu saja kesembarang arah yang diagunakan untuk menyapu seisi rumahnya.
"Bibi sudah sembuh."Rian langsung memeluk Bibi Devi yang baru datang karena saking senangnya.
"Khm. Sampai dipeluk segala. Kangen banget kamu sama bibi?"Bibi Devi membalas pelukan Rian kepadanya yang begitu erat itu.
"Aku khawair sekali sama bibi lah. Tadi aku mau jenguk bibi ke rumah sakit tapi kakak nggak ngebolehin aku."ucap Rian dengan kesal campur terharu.
"Kan di rumah ada laptop dek. Nanti kalau kamu ke rumah sakit laptopnya gimana?"Bela mencari alasan agar Bibi Devi tidak salah paham dengan maksudnya itu.
"Udah udah bibi sudah pulang kan. Rian nggak usah kesal gitu lagi."
"Bibi sakit apa kemarin?"tanya Rian sambil mencium punggung tangan Bibi Devi dan Bela bergantian.
"Bibi kecapekan aja kemarin."jawab Bibi Devi sambil mengelus rambut Rian.
Bibi Devi sudah menganggap kedua anak itu seperti anak kandungnya sendiri. Dia tulus untuk merawat, menjaga dan membesarkan mereka berdua dengan kasih sayangnya tulus dari dalam hati. Dia ingin membesarkan kedua anak itu dengan usaha kerasnya agar bisa jadi orang sukses kemudian harinya.
Meskipun keadaan Rian sekarang tidak seperti anak-anak pada umumnya. Dimana Rian sekarang menderita penyakit ginjal yang membuat Rian kadang kelelahan bila beraktivitas lebih. Jadi Bibi Devi berpesan kepada Rian untuk selalu menjaga aktivitasnya agar tidak cepat lelah. Bibi tidak mau kalau keponakannya itu jatuh sakit. Dia takut kalau keponakannya itu sakit nanti dirinya tidak bisa membantu biaya keponakannya apalagi kalau jumlahnya besar. Kemarin saja ketika Rian disuruh check up di rumah sakit Bibi Devi berusaha dengan sekuat tenaga mencari uang untuk biaya control Rian.
"Ayo bi ke kamar. Bibi harus istirhaat."Bela langsung menuntun Bibi Devi untuk berbaring ke kasur kamar.
"Ayo bi aku bantu juga."Rian juga ikut membantu bela untuk menuntun Bibi Devi berisitirahat kedalam kamarnya.
"Aduh ponakan-ponakan bibi ini perhatian sekali sama bibi."ucap bibi dengan tersenyum lebar.
"Kita memang sayang sekali sama bibi. Jadi bibi sakit kita khawatir sekali."kata Rian sambil menuntun bibi Devi berjalan.
"Kamu itu lebay ya Rian."Bibi Devi sambil memukul tangan Rian.
"Wkwkwkw."Bela dan Rian langsung tertawa bersama.
Tanpa diketahui Bela, ternyata Raka siang ini menuju rumah sakit untuk menjenguk keadaan orang yang sudah ditolongnya itu. Dia sempat-sempatin untuk meluangkan waktu tidurnya pergi ke rumah sakit hanya untuk bertemu wanita yang membuatnya masih kesengsem itu.
Dia tadi sudah tidur tapi ternyata tidurnya tidak bisa nyenyak lantaran otaknya masih terus kepikiran sama Bela. Dia tidak bisa nyenyak tidurnya karena belum tahu atau belum berkenalan dengan wanita yang sudah ditolongnya itu.
"Aku harus segera berkenalan dengan wanita itu."Raka turun dari mobil mewahnya berwarna hitam dan mulai masuk kedalam rumah sakit.
Langkah kakinya langsung menuju ke lorong yang terdapat kamar Bibi Devi. Tapi dia kaget ternyata di kursi yang sempat dia duduki dengan Bela nampak sepi dan kosong. Seharusnya wanita yang tidak lain Bela itu masih duduk disana. Tapi ternyata sudah kosong.
"Kemana dia?"Raka langsung mencari bela kesekitar.
"Kok yang didalam bukan dia?"Raka menyempatkan untuk melihat dari kaca jendela yang memperlihatkan isi kamar yang seharusnya ditempati bibi Devi. Tapi ternyata sudah kosong.
Raka dengan langkah cepat menuju bagian administrasi. Dia ingin menanyakan pasien yang ada di dalam kamar rawat Bibi Devi tadi.
"Mbak, mau tanya kamar nomor 8 dimana ya?"Raka langsung menghadap bagian administrasi.
"Oh pasien yang ada di dalam kamar tersebut sudah pulang tadi pagi mas."jawab bagian administrasi tersebut.
"Sudah pulang? Sudah sembuh ya mbak?"tanya Raka dengan polosnya.
"Eh mbak kalau alamat rumahnya dimana ya?"tanya Raka langsung mengalihkan topik pembicaraannya.
"Maaf mas. Disini tidak ada alamat rumah pasien tadi. Soalnya mbaknya tidak menyertakan alamat rumahnya."kata orang administrasi rumah sakit tersebut setelah mengecek di komputernya.
"Cuma tadi saya dapat titipan dari mbaknya dusuruh nyampain sama Mas Raka, makasih sudah menolong."
"Apa ? Sejak kapan wanita itu tahu nama aku."Raka jadi bingung sendiri. Perasaan dirinya baru mengenal wanita itu tadi malam. dan belum sempat berkenalan.
"Sejak kapan aku dan dia berkenalan?"Raka menatap bagian administrasi tersebut.
"Eh maaf, ya sudah kalau gitu. Makasih."Raka merasa malu karena menanyakan ke orang yang bukan seharusnya.
"Ya sama-sama."jawab bagian administrasi itu sambil terseyum.
"Ada ya laki-laki setampan itu."batin orang yang bagian administrasi.