Chereads / BERAKHIR CINTA / Chapter 35 - Bab 35 Memar Bela dilihat Raka

Chapter 35 - Bab 35 Memar Bela dilihat Raka

Bela pulang dalam keadaan senang sekali. Akhirnya dagangannya laku semua. Mungkin kalau dirinya tidak bertemu dengan ibu tersebut, pasti barang dagangannya masih utuh. Memang dia tadi tidak ada niatan untuk mencari kesempatan dengan membantu ibu itu dengan iming-iming mendapatkan uang ditengah kondisinya yang sedang membutuhkan pemasukan uang itu. Tapi malahan dia dapat rezeki dimana ibu itu membeli semua barang dagangannya yang tadi utuh itu.

"Syukurlah akhirnya laku semua."Bela berjalan pulang sambil membawa nampannya yang sudah bersih tidak bersisa.

"Eh bentar-bentar. Ini aja aku jualan sepi banget. Besok gimana kabarnya kalau aku jualan lagi. Apa dagangannya juga akan laku?"Bela bertanya-tanya sendiri.

Melihat situasinya hari ini, dia tidak melihat keramaian di hari kerja seperti ini membuatnya pikiran. kalau begini terus, dia tidak mungkin terus-terusan berjualan. Kalau hari libur gitu, banyak orang yang beli.

"Terus gimana besok? Aku kerja apa. Hari kerja gini orang pada kerja dikantor. Jadi wajar saja nggak ada yang beli."Bela nampak pikiran sendiri sambil berjalan.

Bela berjalan sambil memikirkan hari besok mengenai nasib dagangannya. Disatu sisi dia senang karena barang dagangannya hari ini habis tidak bersisa tapi disisi lain dia juga merasa khawatir akan nasib jualannya besok. Kalau dia tidak bekerja, takutnya nanti bibinya kewalahan dan butuh uang mendadak malah dia nggak ada. Dia tidak mungkin membiarkan bibinya bekerja sendirian demi mencukupi kebutuhan rumah.

"Awwww."Bela merasa sakit, ketika pahanya tersenggol setang motor yang terparkir di pinggir jalan. Kebetulan sedari tadi Bela berjalan sambil melamun jadi tidak sadar kalau didepannya ada sepeda motor yang sedang terparkir. Kakinya terus bergerak tanpa arah tapi pikirannya seolah-olah tidak peduli dengan sekelilingnya.

Bela langsung merintih kesakitan. Yang membuatnya kaget adalah rasa nyeri dibagian pahanya yang tidak bisa dia tahan. Rasanya begitu membuatnya ingin menangis karena sakit sekali. Padahal menyenggol saja tapi sampai menimbulkan rasa nyeri yang begitu dahsyat sekali.

"Aduh. Sakit banget sih. Kenapa pahaku ini?"Bela mengelus-elus pahanya yang sakit tadi.

Bela jadi penasaran dengan apa yang sedang terjadi di pahanya. Seketika pandangan Bela tertuju pada luka memar yang ada di tangannya yang sedang dia tutupi dengan kaos lengan panjang.

"Masak pahaku juga memar gara-gara bibi kemarin marah?"Bela menduga saja.

Setelah kejadian kemarin, bibinya memukulinya tanpa henti kemarin, akibatnya dirinya banyak mengalami memar di sekujur tubuhnya. Di tangannya juga terdapat luka memar yang warnanya merah semua. Berhubung dia jualan, jadi dia harus memakai kaos lengan panjang agar luka memarnya itu tidak dilihat orang lain.

"Aduh mana ini kaos ini buat aku gerah lagi."Bela merasa sedikit kepanasan karena sinar terik matahari sudah mulai menembus kulitnya. Keringat Bela juga sudah mulai berjatuhan.

"Mana memarnya segede gini lagi."batin Bela sambil membuka kaosnya yang menutupi tangan mulusnya itu. Terllihat memar sana sini sudah memenui kulit mulusnya itu.

Bela kini duduk dipinggir jalan sambil melihat memarnya. Dia baru sadar kalau memarnya itu ukurannya besar semua. Sekalian dia istirahat setelah berkeliling tadi. Kebetulan cuacanya juga sudah mulai panas sehingga membuatnya haus.

"Aku duduk dulu disini ah. Capek. Haus lagi."sembari istirahat itu, Bela sedang mengelus-elus tangannya yang memar itu berharap lukanya segera sembuh.

Disaat Bela sedang istirahat itu, tatapan matanya sedang memperhatikan sekitarnya. Dia merasa terhibur sedikit dengan lalu lalang kendaraan didepannya. Entah kenapa hanya melihat lalu lalang kendaraan di depannya itu malah membuatnya jadi terhibur sendiri.

"Mungkin aku harus jalan-jalan juga kali ya untuk cari lowongan kerja disekitaran sini. Siapa tahu buka lowongan kerja."batin Bela langsung punya ide.

Akhirnya Bela berjalan lagi melanjutkan perjalanannya pulang. Berhubung jarak rumahnya cukup jauh dari posisinya sekarang ini, jadi dimanfaatkannya untuk mencari lowongan kerja juga.

"Itu ada café. Siapa tahu ada lowongan jadi pelayan disana. Dan aku bisa tanya-tanya dulu."Bela berjalan menyusuri jalan dan melihat beberapa café dan toko di sekitarnya.

Bela memberanikan diri untuk mendekat kearah salah satu café tersebut. Melihat bagian luar café saja sudah membuatnya takjub. Baru kali ini dia bisa ke café yang terlihat mewah itu. Dia tidak bisa membayangkan kalau dirinya bisa bekerja disana hanya dengan latar belekang ijazah SMP saja. Dia sadar ijazahnya itu tidak akan bisa membantunya untuk bisa melamar kerja di café tersebut tapi dia ingin mencobanya dulu. Dirinya belum lulus SMA.

"Tapi nggak salah kan kalau aku coba."batin Bela dengan penuh tekad. Bela meletakkan nampannya di pinggir jalan kemudian dia hendak memasuki café tersebut.

"Aku harus nanya ke sana."batin Bela yang sudah bulat untuk masuk kedalam café yang sudah ada pengunjungnya itu.

"Eh, itu dompetnya."saat hendak memasuki café itu, Bela dikejutkan dengan dompet yang terjatuh dari saku celana seorang laki-laki yang hendak menuju parkiran. Kebetulan laki-laki itu habis keluar dari cafe tersebut.

Bela langsung cepat-cepat mengambil dompet itu. Bukannya masuk ke café malah Bela menyampatkan untuk mengambil dompet itu untuk diserahkan ke pemiliknya yang belum jauh perginya.

"Mas, mas. Dompetnya jatuh."

Setelah Bela mengambil dompet itu lalu dia lari kearah laki-laki yang tidak dikenalnya itu. Bela terus berlari sampai dekat dengan laki-laki itu. kebetulan laki-laki itu sedang menuju ke sebuah mobil mewah berwarna hitam yang sedang terparkir di halaman café itu.

"Mas… mas ini dompetnya jatuh."ucap Bela sambil mengulurkan dompet hitam itu kearah laki-laki yang masih memunggunginya itu.

"Kak…"

Bela kaget sekali ketika laki-laki yang dikejarnya itu membalikkan badan. Ternyata laki-laki itu adalah orang yang selalu ditakutinya di sekolahan. Dialah Raka Sanjaya. Kakak kelasnya di sekolah yang selalu membuatnya takut bila bertemu tapi juga sering membantunya ketika kesusahan.

Bela tidak henti-hentinya menatap Raka. Benar-benar itu diluar dugaannya. Kalau saja dia tahu itu Raka, pasti dia tidak akan membantunya.

"Dia."Batin Raka saat membalikkan badannya dan melihat Bela sudah ada didepannya itu

"Apa?"tanya Raka dengan singkat sambil menatap Bela yang masih memakai kacamata hitam bundar seperti kayak disekolah.

Bela hanya diam saja. Dia malah fokus menatap Raka. Dia baru sadar kalau Raka itu keren sekali kalau pakai setelan kaos putih lengan pendek.

"Hei."Raka langsung menggenggam tangan Bela karena dompetnya dipegang Bela.

"Awwww."Bela langsung merintih kesakitan.

Kebetulan Bela belum membenarkan kaosnya, sehingga memarnya terlihat jelas dan bisa dilihat Raka.

"Kenapa?"Raka yang sedang memegang dompetnya itu juga tidak sengaja melihat tangan Arini yang terlihat memar.

"Itu dompet kakak tadi jatuh."Bela langsung menarik tangannya dengan cepat kemudian disembunyikan kebelakang tubuhnya.

Raka sudah terlanjur melihat tangan Bela yang terlihat memar tadi. Meskipun Bela kini berusaha menutupinya tapi Raka sudah melihat secara jelas tadi.

"Itu kenapa tanganmu?"tanya Raka dengan suara cool itu.

"Nggak kenapa-kenapa kok kak. Udah saya mau pulang dulu kak."Bela langsung membalikkan badan untuk meninggalkan Raka.

Betapa terkejutya Bela, baru saja membalikkan badannya tiba-tiba tangannya yang satunya ditarik oleh Raka. Seketika Bela langsung membalikkan badannya dan merintih kesakitan lagi. Kedua tangan Bela memang memar semua.

Dibalik sikap dinginnya dan pendiam atau tidak banyak bicara Raka, ternyata Raka memiliki sikap tidak tegaan bila melihat orang lain kesusahan. Melihat seorang wanita yang sedang terluka jelas membuatnya ingin membantu.

"Awww."Bela merintih kesakitan sambil membalikkan badannya.

"Aduh sakit."

"Sini."Raka langsung memegang tangan Bela dan dilihatnya secara jelas.

"Duduk."Bela didudukkan di kursi mobil mewah Raka yang sedang terparkir di parkiran café.

"Kak aku nggak papa. Aku mau pulang."Bela berusaha bangkit untuk pergi dari Raka.

"Aku bilang duduk ya duduk."bentak Raka sambil sambil mencengkram tangan Bela.

"Awww."Bela merintih kesakitan.

Bela tidak bisa menolaknya karena cengkraman tangan Raka begitu kuat sekali. Sedari tadi dia juga sudah menolak ajakan Raka tapi ternyata Raka yang tidak suka banyak bicara itu langsung mendudukkan tubuhnya dengan paksa di kursi mobil mewah warna hitam itu sambil membentaknya berkali-kali. Bela hanya diam saja dan menatap takut kearah Raka.

"Diam."Raka mengancam Bela dengan tatapan mata elangnya itu. Bela hanya diam saja sambil menatap Raka.

Raka langsung megambil kotak obat di mobilnya. Dia hendak mengobati luka di tangan Bela. Raka jongkok di pintu mobilnya sedangkan Bela duduk di dalam mobil. Pintu mobil dibiarkan begitu saja. Mereka berdua terlihat romantis sekali dengan posisi tersebut. Seperti layaknya pasangan kekasih yang saling perhatian.

"Kak jangan. Nggak usah. Nggak papa."Bela langsung menghentikan tangan Raka yang hendak menaikkan lengan panjang kaos Bela itu. Mata Raka langsung melotot kearah Bela, sehingga Bela tidak lagi memiliki keberanian untuk melawan ataupun menghentikan kemauan Raka itu.

"Emang luka sebanyak ini kenapa?"Raka masih fokus mengobatinya.

"Hmmm..jatuh."

"Bohong."

"Beneran"tegas Bela.