Setibanya di rumah, Bela dikejutkan dengan kemunculan adiknya di depan rumah sepertinya sudah menyambutnya pulang sedari tadi. Bela bingung melihat adiknya yang nampak gelisah itu.
"Kakak kenapa pakai jaket itu?"tanya Rian dengan penarasan sambil melihag Bela yang turun dari sepeda sambil mengenaan jaket hitam di pinggang.
"Biasa. Kakak sedang datang bulan."jawab Bela.
"Oh, kak aku mau ngasih tahu kalau bibi sedang sakit sekarang. Tadi dia meriang."Rian memberitahu Bela akan keadaan Bibi Devi itu.
"Apa? Bibi sakit?"Bela kaget. Rian langsung mengangguk.
Bela langsung terlihat panik. Baru saja dia ingin istirahat ini malah ada berita kurang mengenakkan baginya. Langkah kakinya langsung menuju ke kamar Bi Devi. Dia ingin melihat keadaan bibinya itu.
"Kamu sudah mengompresnya."Bela melihat kepala Bi Devi sudah ada kain kompresan. Kemungkinan Rian tadi yang mengompresnya.
"Ya kak. Tadi suhu badan bibi tinggi banget kak."ucap Rian.
"Ya sudah biar bibi istirahat saja."Bela meneutup pintu kamar bibi Devi. Agar Bibinya itu bisa istirahat disana.
Seperti biasa Bela langsung mengerjakan pekerjaan rumahnya sepulang sekolah. Untungnya rasa sakit atau nyeri di perutnya kini sudah berkurang. Itu berarti dia sekarang bisa melakukan aktivitasnya untuk memasak.
Sebelumnya Bela mencuci jaket Raka dulu sebelum ditinggalnya memasak. Biar besok bisa kering dan dikembalikan kepada pemilknya. Dia tidak mau berurusan terus dengan yang namanya Raka. Tapi dalam hatinya merasa bersyukur sekali karena Raka mau membantunya tadi meski harus menahan malu.
"Kak jaket yang kakak jemur dibelakang itu punya siapa? Kok Bagus banget gitu."Rian menghampiri Bela yang sedang memasak di dapur.
"Awas, jangan disentuh. Itu bukan punya kakak. Nanti kalau rusak, kakak juga yang akan menanggungya."Bela langsung memperingatkan RIan.
"Ya ya kak. Aku tadi cuma tanya aja."Rian mengangguk. Bela sebenarnya kasihan sama Rian, setiap barang Raka dia bawa pulang pasti adiknya terlihat menyukai semua barang Raka. Sayang Bela tidak bisa membelikan itu untuk adiknya.
Tidak terasa masakan Bela sudah matang semua. Kali ini Bela memasak sayur bening dan tempe goreng saja. Memang sederhana makanan mereka tapi itu sudah lebih dari cukup membuat mereka kenyang. Selama ini Bela dan Rian selalu diajarkan untuk hidup sederhana sama Bibi Ayu.
Kini mereka tinggal menunggu bibi Devi bangun dari tidur. Mereka tidak akan makan kalau Bibi Devi tidak makan juga. Sekalipun mereka lapar mereka tetap akan menunggu sampai bibinya sudah duduk disana untuk makan.
"Kak sudah jam 18.30. Bibi belum bangun juga. krukkkk krukkk"Rian menonton jam dinding dan terdengar suara lapar perut Rian mulai meronta.
"Ya. Mungkin bibi masih sakit dan butuh istirahat jadi nggak kerja dulu. Sudah kita makan duluan aja. Biar bibi istirahat saja."ucap Bela yang melihat pintu kamar Bibi Devi masih tertutup rapat. Berhubung perut Rian sudah meronta-ronta untuk makan alhasil mereka mau tidak mau makan tanpa bibi Devi.
Ceklek
Tiba-tiba Bibi Devi keluar dengan penampilan berantakan sekali. Kali ini bibi Devi masih terlihat pucat sekali wajahnya. Bela dan Rian yang tadi duduk lesehan langsung kaget sambil menatap kearah Bibi Devi itu.
"Kalian itu gimana, kok nggak bangunin bibi. Jadi bibi telat kan kerjanya."Bibi Devi tiba-tiba marah kearah Bela dan Rian. Memang jam kerja bibi Debi pukul 18.30 harus tiba di café.
"Tapi bibi sedang sakit sekarang?"ucap Bela dengan bingung.
"Bibi nggak kenapa-kenapa. Kalau bibi nggak kerja nanti kita makan apa?."Bibi Devi langsung cepat-cepat mengambil pakaiannya untuk dibawa berangkat kerja.
"Bibi masih sakit, sebaiknya bibi libur aja dulu."saran Bela sambil mendekati bibi Devi yang sedang memakai sepatu.
"Bibi nggak papa. Kebutuhan kita ini banyak jadi bibi harus kerja."jawab Bibi Devi sambil memakai sepatu .
"Bibi memang baik sekali walaupun kadang kasar dan suka marah."batin Rian yang merasa kagum dengan bibinya itu.
"Ya sudah bibi makan dulu. Biar ada tenaga."saran Bela.
Akhirnya Bibi Devi makan dulu sebelum berangkat kerja. Lagian ada benarnya juga, kalau dia tidak makan dia tidak akan mempunyai tenaga untuk bekerja jadi pelayan nanti. Selepas makan beberapa sendok aja, bibi Devi langsung bergegas berangkat kerja.
Bela dan Rian hanya bisa melongo melihat perjuangan bibi Devi yang begitu membuat mereka kagum. Bibinya begitu memperhatikan dan sayang sekali sama mereka. Hingga ditengah rasa sakit itu bibi Devi tetap memaksakan untuk bekerja hanya demi bisa mencukupi kebutuhan mereka.
"Kakak salut deh sama bibi. Jadi nggak ada alasan buat kita untuk tidak membahagiakannya. Karena dia yang begitu berjasa sama hidup kita. Tanpa dia mungkin kita juga nggak akan bersekolah sampai sekarang."ucap Bela sambil meneteskan air mata saat makan.
"Ya kak."Rian juga setuju sama pernyataan Bela.
Meninggalkan Bibi Devi yang sudah pergi berangkat kerja, Bela kini terlihat sibuk belajar. Bersama dengan Rian , adiknya dia selalu belajar bersama di bawah sorot lampu terang yang mampu menerangi ruang tamu saja. Bela bersyukur sekali Bibinya sangat memperhatikan pendidikannya dengan menyediakan lampu yang terang untuk mereka. Meskipun bibinya tidak bisa memberikan yang lebih misalanya laptop. Bahkan bibinya sampai rela menghutang dengan temannya kerjanya demi membelikannya handpone untuk dirinya dan adiknya agar bisa digunakan berkomunikasi di sekolah.
Hanya dengan belajar giat, biar bisa membahagiakan Bibi Devi. Karena dia selalu dipesan untuk rajin belajar agar bisa menjadi orang sukses yang bisa mengangkat derajat dirinya dan bibinya dengan belajar yang tekun.
Dret dret
Ditengah Bela sedang belajar tiba-tiba handponennya berbunyi. Dia kaget mendengarnya. Alhasil konsentrasinya langsung terpecah. Kebetulan handponenya tadi belum dia setting silent sebelum belajar.
"Ada apa?"Bela langsung mengecek hanponennya. Ternyata ada info dari sekolah kalau besok sekolah diliburkan.
Bela bersorak bergembira mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau malam ini ada info libur dari group kelas dan sekolah. Hal yang paling membahagiakan bagi murid adalah ketika ada hari libur. Itu berarti mereka bisa tidur yang panjang dan istirahat di rumah. Termasuk Bela juga sangat senang.
"Hore…"Bela langsung berjingkrak-jingkrak karena kesenangan.
"Kakak ada apa?"Rian kaget.
"Sekolah kakak besok libur."ucap Bela sambil jingkrak-jingkrak.
"Lho kenapa kok libur kak? Bukankah besok hari sabtu."tanya Rian yang masih memperhatikan kakaknya yang masih bergembira itu.
"Itu ada penilaian adiwiyata di sekolah kakak."
"Enak banget kakak. Jadi bisa libur dua hari dong."Rian iri melihatnya.
"Cup cup sayang. Pengen ya."Bela mendekati Rian. Rian hanya bisa memanyunkan bibirnya saja. Rian juga ingin libur seperti Bela.
"Eh besok aku mau jualan aja. Mending aku manfaatin buat jualan besok daripada duduk manis dirumah."ucap Bela sambil berbicara sendiri.
"Yakin kak?"Rian salut sama perjuangan Bela yang mau jualan itu.
"Khmmm. Itung-itung buat nambah pemasukan bibi."
"Kak, emangnya nggak malu ya jualan ? Maksutnya teman-teman kakak ada yang ganggu kakak nggak kalau kakak jualan keliling? "Rian takut menyinggung hati Bela.
"Kakak nggak tahu ya. Soalnya teman-teman kakak nggak ada yang tahu kalau kakak jualan keliling. Kalaupun mereka tahu kenapa kakak permasalahin, yang penting kan halal."ucap Bela dengan santainya.
"Rian salut deh sama kakak."Rian memeluk Bela. Bela langsung memeluk Rian kembali.
"Selagi itu hahal, jangan pernah kita malu. Kakak begini buat tambah-tambah pemasukan bibi juga. Biar bibi nggak kesusahan. Buat kamu, yang penting sekolah dan rajin belajar. Biar jadi orang sukses. Pokoknya kita berdua harus rajin belajar biar jadi orang sukses nantinya. Nanti kita bahagiain bibi bareng-bareng. Bibi sudah banyak sekali berkorban buat kita."kata Bela sambil memeluk dan mengelus kepala Rian.