Selama pelajaran berlangsung Bela merasa keram pada perutnya. Dia merasa ada yang aneh pada bagian perutnya. Kayak sedang diaduk dan itu terasa menyakitkan sekali. Untungnya jam pelajaran hari ini mau selesai. Dan kurang sebentar lagi jam pulang akan tiba.
"Aduh rasanya sakit sekali."Bela menahan rasa sakit di perutnya. Tangannya terus memegang perutnya bagian bawah beserta meremasnya.
"Kayaknya aku bocor deh. Aduh aku nggak bawa pembalut juga lagi."batin Bela yang menduga kalau dirinya sedang datang bulan.
Bela sudah paham akan kondisi tubuhnya bila akan datang bulan. Pasti akan terasa keram di perutnya di hari awal. Kadang dia juga merasa ketakutan bila datang bulan, karena harus menahan rasa sakit yang begitu luar biasa. Itu hanya di awal saja saat menstruasi.
"Put, hari ini kamu ada bimbel ya?"tanya Bela sambil menatap Puteri yang sedang mengemasi buku-bukunya ke dalam tas.
"Ya bel. Gimana kamu mau saya antar pulang?"tanya Puteri yang masih sibuk mengemasi buku-buku itu.
"Nggak mungkin aku suruh dia ngantar aku ke rumah."Bela tidak enak hati bila meminta Puteri untuk menghantarkan pulang.
"Nggak usah. Aku sama adikku kok."Bela langsung mencari alasan.
"Terus kamu tadi tanya kayak gitu kenapa?"Puteri menyelempangkan tas nya ke punggungnya.
"Nggak aku mau tanya aja tadi. Wkwwk."Bela pura-pura tertawa padahal dia masih menahan dan merasakan rasa sakit di perutnya.
"Oh aku kira kamu mau bareng aku pulangnya."ucap Puteri.
"Ya udah aku pulang dulu ya, aku harus ikut bimbel hari ini."Puteri berpamitan dengan Bela.
Bela kini bingung. Dia tidak mungkin menaiki sepedanya dan menjemput adiknya sambil menahan rasa sakit di perutnya. Kini dia benar-benar kesakitan. Tapi berhubung di sekitaranya masih ada teman-temannya jadi dia berusaha menutupi rasa sakitnya.
Bela menunggu semua teman-temannya pulang hingga meninggalkan dia seorang saja di dalam kelas itu. Dia takut kalau benar-benar bocor dan tembus di rok panjangnya itu.
"Kamu kenapa ngggak pulang?"tanya Raisa dengan tajam kearah Bela.
"Aku nunggu adikku pulang dulu."jawab Bela.
"Ayo, Diana kita pulang."Raisa tidak peduli dengan Bela yang duduk sendirian di dalam kelas itu.
Dret dret
"Kak hari ini aku ada kerja kelompok dengan teman-temanku. Kakak nggak usah jemput aku karena aku bisa pulang sama teman aku. Kebetulan aku diboncengin teman aku."pesan masuk dari Rian.
"Ya uddah kakak pulang sendiri. Kamu hati-hati di jalan."balas Bela.
"Ya kak."
Bela langsung senang mendengarnya. Itu berarti dia tidak kebingungan lagi untuk menjemput adiknya. Karena dia bisa langsung pulang tanpa menjemput adiknya. Masalahnya sekarang dia tidak bisa pulang dalam keadaan seperti itu kecuali menunggu sampai sekolahnya nampak sepi. Padahal dia ingin segera istirahat di rumah.
Bela kini giliran kebingungan untuk mencari cara agar bisa pulang tanpa dilihat teman-temannya. Memang kelasnya sudah sepi tapi diluar kelasnya terlihat beberapa anak lewat disana. Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu sampai semua anak pulang dengan duduk sendirian di dalam kelas.
"Kayaknya sudah sepi sekarang."terlihat jam dinding kelasnya menunjukkan pukul 16.15. Dan bentar lagi sekolahnya kan ditutup tepat pukul 17.00.
Bela menhgendap-endap melihat keluar kelas. Dia ingin memastikan keadaan sekitarnya. Ternyata memang sudah sepi. Hanya saja dia sempat mendengar beberapa teriakan anak laki-laki sedang bermain basket di lapangan basket. Kebetulan lapangan basket dengan kelasnya sangat jauh sekali. Itu tidak akan dipermasalahkannya.
"Aku harus pulang sekarang. Bentar lagi sekolah juga mau tutup."Bela menyelempengkan tasnya ke punggung.
"Kakak kok belum pulang kemana aja?"Rian mengirimkan pesan kepada Bela tapi Bela tidak membuka handpone.
"Aku harus biasa saja. Biar nggak kelihatan aneh. Lagian dibelakangku juga sepi nggak ada orang."Bela berjalan biasa saja sambil melihat kedepan dan sesekali menoleh kebelakangnya yang nampak sepi.
"Aduh sakit lagi pertuk."Bela kewalahan menahan rasa sakit di perutnya hingga dia berhenti dan berpegangan dengan tembok sekitarnya.
Bela sedikit berjalan tertatih-tatih sambil menahan rasa sakit di perutnya. Entah kenapa semakin kesini rasa nyeri pada perutnya begitu tidak terkendali. Dia mulai merasa kewalahan hingga berpegangan sekitarnya.
"Andai saja boleh lewat depan, pasti aku sekarang sudah sampai parkiran. Tapi sayang siswa nggak dibolehin lewat situ karena itu khusus guru."batin Bela sambil menahan rasa sakit peutnya.
"Aduh disana ada banyak anak laki-laki."Bela melihat dari kejauhan disana ada beberapa anak laki-laki sedang bergerombol melihat pertandingan basket.
Sudah biasa kalau selesai jam sekolah, beberapa siswa laki-laki melakukan pertandingan bola basket disana. Hanya sekeder menghibur diri mereka saja setelah seharian belajar di kelas. Tapi itu tidak setiap hari juga diadakan. Entah kenapa disaat Bela sedang mengalami kesulitan seperti sekarang malah pertandingan itu diadakan.
"Aduh gimana ini. Nanti kalau mereka lihat gimana. Masak aku harus lari gitu."batin Bela sambil berjalan fokus kedepan.
Kalau Bela mau menuju parkiran dia harus melewati jalan menuju lapangan basket itu dulu. Karena letak lapangan basket itu berdekatan dengan parkiran.
"Aku harus bisa. Aku pasti bisa."Bela berdiri lagi dan berusaha jalan lagi.
Disaat Bela sedang berjalan ternyata ada seorang anak laki-laki sedang berjalan dibelakangnya. Dan ternyata dia adalah Raka. Laki-kaki yang selama ini membuat Bela ketakutan dan bermasalah terus.
"Berhenti."teriak seseorang dari belakang,
"Astaga siapa itu."Bela langsung berhenti dan membelalak. Dia kaget sekali ada suara teriakan dari belakangnya itu.
"Apa dia tadi yang menyuruhku berhenti?"batin Bela langsung menepi dan bersandaran ke tembok untuk menutupi roknya.
"Kak Raka."Bela tambah kaget lagi. Karena yang berteriak tadi adalah Raka.
Serasa jantungnya tidak bisa berdetak lagi, ketika melihat Raka berdiri sambil menatapnya. kemungkinan besar tadi Raka berjalan dibelakangnaya. Dan kemungkinan juga Raka mengentahui kalau dirinya sedang bocor.
"Ya kak."tanya Bela sedikit gelisah.
"Sini."Raka langsung mendekat dan menarik tangan Bela. Bela langsung tertarik dan membelakangi Raka.
"Kamu mau ngapain?"tanya Bela yang tangannya sedang digenggam Raka dengan kuat. Sehingga dia tidak bisa bergerak dan tetap memunggungi Raka.
"Kamu datang bulan?"Raka fokus menatap kearah rok Bela yang terdapat bercak darah itu.
"Ehhh."Bela langsung bersandaran ke tembok lagi untuk menutupinya agar tidak dilihat Raka.
"Kamu nggak pakai…?"seketika tangan Bela langsung membungkam mulut Raka.
Raka langsung terdiam karena tangan Bela sedang membekap mulutnya. Bela merasa malu, makanya dia melakukan itu. Kemudian mata Bela memandangi sekitarnya.
"Ya aku nggak bawa."Bela langsung membuka mulutnya.
"Dasar pelupa."
Bela benar-benar malu sekarang. Baru kali ini dia roknya terkena bercak darah dan dilihat laki-laki. Bahkan adiknya sendiri Rian tidak pernah menciduknya.
"Ini pakai. Tutupi itu."Raka melempar jaket kainnya yang berwarna hitam yang sempat dipakainya tadi kepada Bela. Bela langsung menangkapnya.
"Nanti kotor gimana?"tanya Bela dengan melas dan bingung.
"Pakai."ucap Raka singkat.
"Aduh gimana ini?"Bela bingung. Dalam kepalanya bingung, kemarin dia sudah merobek hoodie Raka sekarang giliran mengototi jaketnya Raka.
Karena Bela diam saja dan tidak memakainya, akhirnya Raka sendirilah yang turun tangan untuk memakaikan dan menutupi bercak darah di rok Bela itu. Memang tidak terlalu banyak tapi itu terlihat jelas bagi yang melihatnya termasuk Raka.
"Eh."Bela kaget tahu-tahu dirinya disuruh balik badan dan Raka langsung memasangkan jaket itu ke pingganga Bela. Bela benar-benar speechles melihatnya.
"Udah. Gitu aja susah."Raka selesai memakaikan jaket itu di pinggang Bela sehingga menutupi rok Bela yang ada bercak daranya tadi.
"Makasih."ucap Bela sambil menunduk.
Baru saja selesai mengucapkan terima kasih, Raka langsung pergi begitu saja meninggalkannya tanpa meninggalkan sepetah kata apapun. Dia bingung dan aneh melihat Raka yang datang sewakatu-waktu itu. Dan kini tiba-tiba baik sekali dengannya.
"Dia itu aneh. Tapi baik."batin Bela sambil memandangi punggung Raka yang mulai menghilang.