Sesampainya di gerbang pintu dalam pabrik, Beni menyuruh Reyna masuk duluan ke dalam, sedangkan Beni memarkirkan motornya di parkiran.
Pekerjaan menanti. Reyna masih berkutat dengan alat-alat dan buku-buku besar juga kecil lainnya di ruangan yang cukup luas.
Dengan meja yang panjang, kursi lipat berjejeran, seperti tempat rapat. Semua perkejaan karyawan dan karyawati semua di kerjakan di satu meja panjang itu dengan duduk di kursi lipat berjejer.
"Reyna coba di cek mesin nomor dua puluh lima dengan code kapas 004 dan ambil sempelnya lalu berikan laporannya pada saya, apakah kapasnya bagus atau tidak?" Tanya pak Burhan, selaku ketua regu.
"Baik pak," Jawab Reyna mengambil plastik es dan buku catatan kecil juga pulpen dan berlalu keluar pintu.
Sesampainya di mesin yang di perintahkan pak Burhan, Reyna mengangkat kedua tangannya mengambil sedikit kapas yang bergantungan di atas mesin.
Tiba-tiba hawa panas menggerayangi belakang lehernya. Begitu aneh rasanya.
Mesin bernomor dua puluh lima tersebut adalah mesin paling pojok yang terdapat ruangan kosong di belakangnya, ruangan yang tanpa di tutup oleh pintu bahkan hanya di beri gorden plastik saja. Tetapi ada pintu keluar yang tertutup rapat di dalamnya, tak pernah di buka sama sekali, maka ketika pagi ataupun siang matahari akan terlihat memantul di sudut bawah pintu keluar ruangan tersebut.
Reyna melirik ruangan tersebut, yang penuh dengan debu dan barang-barang sperpat mesin lainnya di sana.
Karna masih pagi, jadi masih terlihat jelas samar-samar ruangan tersebut oleh sinar matahari yang memantulkannya di bawah pintu. Reyna berjalan perlahan tak jauh hanya beberapa meter dari mesin dua puluh lima tersebut. Menggenggam gorden plastik itu lalu menyeretnya ke samping.
Nampaknya memang tidak ada sesuatu apa-apa di dalam sana, tetapi perasaannya berbeda melihatnya. Entah apa itu, tetapi sesuatu yang janggal.
"Lagi apa sih Rey?" Beni mengejutkan dari belakang.
Reyna berbalik kaget, menjatuhkan buku kecil, pulpen dan juga plastik es berisi Sempel kapas.
"Gak apa-apa, gak apa-apa!" Reyna merapihkan kembali buku kecil dan plastik es tersebut di bantu Beni.
"Hati-hati Rey, akhir-akhir ini Lu sering ngelamun deh. Apa ada masalah?" tanya Beni penasaran.
"G-a-k, a-p-a-a-p-a!" jawab Reyna gugup, lalu berjalan setengah berlari meninggalkan Beni sendiri menuju ruangannya.
Beni mengerutkan dahinya, rasa penasaran mulai muncul di raut wajahnya pada Reyna.
***
Waktu istirahat telah tiba, semua karyawan dan karyawati berhamburan keluar menuju kantin.
Ketika Reyna keluar dari pintu ruangannya. Beni sudah tepat berada di hadapannya.
Terkejut yang di rasakan Reyna pasti, membuat jantungnya terasa berdetak lebih cepat.
"Kenapa?" tanya Reyna pada Beni di hadapannya.
"Makan mie ayam yuk," ucap Beni langsung menarik tangan kiri Reyna. Reyna rasanya aneh saat Beni memegangi tangannya.
Reyna terdiam mengikuti arah langkah kaki Beni menuju kantin.
Bapak penjual mie ayam meracik bumbu, jika sudah selesai menaruh sayuran hijau di atas mie ayamnya, lalu memberikannya kepada pelanggan yang lain yang memesan, termasuk pesanan Reyna dan Beni telah tertata di meja mereka masing-masing dengan es teh manis untuk Reyna dan air mineral botol untuk Beni sebagai pendamping saat makan.
"Makan dulu, biar fokus lagi kerjanya, kita mau tempur lagi sampai malam," ucap Beni memecahkan keheningan beberapa detik dan menyeruput mie ayam yang masih panas.
"Hmm!" Reyna hanya bergeming menyeruput mie ayamnya.
Mereka berdua melahap mie ayam perlahan tanpa berbicara sepatah kata pun.
Bel berbunyi menandakan jam istirahat telah usai, Reyna dan Beni bergegas menuju pabrik.
Di perjalanan menuju dalam pabrik Beni berkata, "Jangan gugup ya, kan ada Gue, kalau Lu rasa merinding atau ada hal aneh nanti. Lu bisa kok minta bantuan sama Gue."
Beni malu rasanya tampak di raut wajahnya, menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, cengar-cengir di bibir tebalnya. Seperti ingin mengatakan cinta tetapi takut di tolak!
Reyna tak berkata, hanya berjalan lebih maju duluan dari Beni.
Beni ke bingungan dengan tingkah Reyna. Yang masih dingin kepadanya. Padahal Beni hanya ingin membantunya.
***
Ruangan Reyna dan para karyawan dan karyawati begitu hening, mereka fokus dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Di seberang meja panjang ada sebuah komputer yang di jadikan tempat bekerja Pak Burhan ketua regu mereka para karyawan dan karyawati.
"Reyna!" sahut Pak Burhan memanggil. "Sempel kapasnya sudah?"
"Iya pak, sudah!" Reyna bangkit dari meja menuju meja kerja komputer Pak Burhan lalu menyodorkan plastik es berisikan sedikit kapas dan buku catatan kecil.
"Ok, kembali duduk!" ucap Pak Burhan.
"Pak saya ijin ke kamar mandi bisa pak?" tanya Reyna sedikit menunduk.
"Silahkan!"
Reyna bergegas membuka gagang pintu ruangan, menuju kamar mandi yang tak jauh dari ruangannya. Berbelok ke kanan lurus dan belok kanan lagi ketemulah kamar mandi.
Ketika memasuki kamar mandi terdapat tiga buah pintu yang satu hanya untuk mengganti pakaian yang lainnya toilet untuk membuang air kecil maupun besar.
Sebelum masuk kamar mandi terlebih dahulu Reyna mengucap salam 'Permisi' agar terlihat lebih sopan kepada makhluk lainnya selain manusia biasa yang tinggal di sini.
Ketika Reyna masuk dan mengunci pintu di sudut bawah pintu kamar toilet terlihat cahaya yang berjalan. Entah apa itu, cepat sekali. Tapi bagi Reyna tak ingin di pikirkan hal itu. Akan membuatnya semakin menegang dan syok saja.
Ia merasakan lagi belakang lehernya panas. Pertanda ada hal lain.
Membuka kunci slopan pintu tiba-tiba sekelibet bayangan cepat kilat menembus dinding di sebelah kanan.
Hawanya mulai dingin, bulu kudu Reyna merinding kembali.
Sebenarnya baginya sudah amat terbiasa akan hal ini. Tetapi tetap saja, Reyna hanyalah manusia biasa yang masih ada rasa ketakutan dalam diri dan batinnya.
Mencoba melangkah keluar walaupun berat. Tapi tak mendapati apapun Ia tengok kanan dan kiri.
Reyna berjalan perlahan menuju pintu keluar.
"Seperti ada yang memperhatikanku?" batin Reyna berhenti di tengah pintu keluar kamar mandi.
Reyna menghela nafas, bulir-bulir keringat di kening dan di lehernya basah. Seperti mandi keringat.
Reyna mencoba melangkah kembali dengan berat rasanya melangkah, seperti sesuatu menahannya.
Mungkin ini hanya perasaan takut dan gemetaran Reyna sampai pikiran dan otot kaki juga tangannya tak singkron. Berjalan perlahan tanpa beban sambil menghela nafas menuju ruangannya.
Semua mata karyawan dan karyawati yang sedang sibuk dan fokus pada pekerjaan mereka melirik Reyna dengan rasa khawatir dan bingung di balik pintu.
"Kenapa, Rey?" tanya Pak Burhan membalikan kursi yang beroda ke arah Reyna.
"Gak Pak!" jawab Reyna dengan tersenyum paksa lalu tergesa-gesa menuju kursinya.
Pemandangan yang sangat aneh, tapi sering di alami sebagian besar karyawan dan karyawi di sini. Mereka pasti mengira Reyna melihat sesuatu di kamar mandi atau di tempat lain saat berjalan ke sini.
Karyawati di sebelah Reyna bertanya, "Kamu baik-baik saja kan Rey?"
Reyna membalas dengan senyuman menjawab, "Gak apa-apa kok, gak usah khawatir!"
Karyawati itu mengangguk menandakan mengerti tentang keadaan Reyna yang baik-baik saja lalu melanjutkan kembali pekerjaan mereka.
Pak Burhan sedikit khawatir, cemas bahkan penasaran. Tetapi Ia mendengar Reyna berkata gak ada apa-apa terpaksa Pak Burhan menepis rasa khawatir dan kecemasannya. Kembali fokus pada layar komputernya.