Jam menunjukan pukul 12.00 WIB, saatnya beristirahat, memulihkan energi para karyawan dan karyawati yang habis di kuras akibat letihnya sebuah pekerjaan yang mereka kerjakan, mereka berbubaran menuju kantin.
Seperti biasa Reyna selalu sendiri. Karna baru sebulan Ia bekerja di pabrik terkenal ini. Di sebuah kantin berbagai macam makanan di jual, ada mie ayam, baso, warung nasi yang tersedia masakan Sunda di dalamnya. Bahkan ada yang membawa bekal sendiri dari rumah. Mungkin untuk menghemat pengeluaran para karyawan dan karyawati tersebut. Agar tetap mencukupi sampai akhir bulan hingga gajian tiba.
Ia memilih menu makanan Sunda saja hari ini. Rasanya Reyna ingin makan telur balado dan sayur asem. Mungkin nikmat baginya di terik matahari yang panas ini.
"Hai Reyna, Reyna. Duduk di sini!" ucap Beni.
"Yah ketemu dia lagi!" gerutu Reyna dengan menarik nafas panjang. Karna di warung Sunda ini sedikit ramai, terpaksa Reyna duduk bersebelahan dengan Lelaki yang menurutnya ini agak sedikit aneh, tapi baik orangnya.
"Bu saya pesan nasi, telur balado sama sayur asemnya ya satu, pake sambel," ucap Reyna pada Ibu Warung.
Beberapa detik dengan cekatan Ibu Warung mengambil makanan di etalase memilih makanan yang di pilih Reyna lalu pesanan Reyna telah tiba di hadapannya. Dengan es teh manis pendamping makanan yang Ia pesan tadi.
Baru satu suap sendok nasi Ia masukan eh si Beni sudah mengeluarkan suaranya "Nanti pulang bareng Gue ya?"
"Iyaa!" jawab Reyna singkat sambil mengunyah makanannya dan menyeruput es teh manis di tangan kanannya dengan raut wajah yang menyebalkan.
"Nanti tunggu aja di parkiran ya, Rey," lanjut Beni.
"Hmm!" Reyna hanya mendeham saja masih dengan mengunyah makanan sesuap demi sesuap dengan sendok makan masuk ke mulutnya.
***
Jam pulang pun telah tiba, menandakan semua karyawan dan karyawati mulai menata dan merapihkan pekerjaan Mereka menyelesaikan pekerjaannya besok kembali.
Reyna tak pernah dapat bagian shif seperti karyawan dan karyawati yang bekerja di dalam bagian mesin. Ia hanya sebagai pengecek barang yang di rasa baik untuk di pasarkan. Tapi tidak menutup kemungkinan Reyna pasti akan lembur sampai larut malam jika banyak pesanan.
Saat Reyna berjalan keluar pabrik seorang Wanita berambut panjang terikat di belakang lehernya memanggil dan berkata, "Reyna tunggu!"
Reyna membalikan badannya.
"Ini surat lembur, karna sebentar lagi akan ada hari raya. Jadi pesanan menjadi melonjak. Tanda tangan di sebelah sini, kalau kamu ingin lembur ya?" lanjut Wanita rambut panjang yang Ia ikatkan di belakang leher, menyodorkan selembar kertas dan pulpen.
Reyna berfikir sejenak, tapi tak apalah baru kali ini Ia lembur. Karna anak baru dan lumayan juga mendapatkan uang tambahan, dari pada di rumah juga. Apa yang harus Ia lakukan di rumah lebih baik Reyna ikut lembur.
Reyna pun menandatangani surat lembur itu. Lalu memberikan pada Wanita tersebut dengan tersenyum dan berlalu menuju parkiran motor.
"Pakai helmnya nanti kamu ketilang," ucap Beni memberikan helm pada Reyna.
Reyna memakai helmnya, menginjak pedal kaki dan duduk di belakang beni.
"Sudah?" tanya Beni.
"Sudah!" jawab Reyna singkat.
Motor Beni membelok hingga keluar dari gerbang pabrik. Beni berjalan sangat pelan. Membuat Reyna sedikit kesal.
"Kenapa pelan sekali jalannya, kaya keong!" ucap Reyna kesal.
"Hahaha, biar lebih seru aja!" ejek Beni sambil tertawa.
"Aneh, mana ada yang seru dari jalan pelan gini. Kapan sampainya Beniiii!"
Beni mengegas motornya melajukan sedikit kencang hingga Reyna menggenggam erat pada kedua pinggang Beni.
"Gak begitu juga kali, bikin kaget!" gerutu Reyna terkejut.
"Kan bilangnya jalannya pelan banget, gimana sih, udah Gue cepetin nih!"
"Terseraaah Luuu!"
Beni hanya senyam-senyum di balik helmnya. Merasakan getaran yang memacu jantungnya terhadap Reyna.
Sesampainya di rumah, Reyna turun dari motor dan mengembalikan helm ke Beni.
"Makasih!" ucap Reyna.
"Besok Lu lemburkan? Gue juga lembur kok!" menaruh helm di bawah kaitan motornya.
"Kenapa ini orang? Penting banget ya untuk menginfokan apapun segala yang Dia kerjakan harus ngomong sama Gue!" batin Reyna menarik nafas.
"Lu lemburkan Rey?" tanya Beni lagi memastikan, karena Reyna tak menjawab dan hanya terdiam saja.
"Eh-iya, Gu-e lem-bur," jawabnya sedikit terbata-bata.
"Oke kalau gitu, bareng Gue aja lagi besok berangkat dan pulangnya."
Reyna tak bisa berkata tidak, karena tak ada alasan apa pun untuk mengelak. Mereka satu pabrik walaupun beda ruangan juga. Membuat Reyna selalu BT dan kesal selalu di bayangi Beni.
"Iya," jawab Reyna singkat tak ingin berbasa-basi karena Ia lelah, ingin segera masuk ke rumah dan istirahat.
"Yaudah sana, Gue mau masuk ke dalam, capek Gue!" lanjut Reyna melambaikan tangan dan berjalan ke pagar.
Beni melambaikan tangan lalu melajukan motornya menatap Reyna sekilas di balik helm dengan senyuman khas yang aneh di milikinya.
"Uuuh, pergi juga Dia!" gumam Reyna mengunci pagar.
"Bi Inaaah!" sahut Reyna.
"Gue suka aneh sama Bi Inah, jam segini selalu menghilang. Biasanya selalu di dapur atau mengerjakan hal yang lain, seperti membersihkan ruangan dan seisi rumah. Akhir-akhir ini selalu begitu," gerutu Reyna memandangi seluruh rumahnya dari atas sampai bawah.
Ketika hendak berjalan menaiki anak tangga muncullah Bi Inah nongol dari pintu belakang.
"Bi Inah darimana?" tanya Reyna penasaran.
"Ini Non, Bibi tadi abis dari rumah sebelah, kasian Non di sebelah rumah tuan rumahnya sakit tapi gak ada yang merawat, Bibi di suruh untuk kasih makan Tuan rumah itu karna Nyonyanya keluar ke rumah anak-anaknya!" jawab Bi Inah menjelaskan.
"Memang sakit apa Bi?" tanya Reyna masih dengan penasaran. Karna hampir tinggal satu bulan di sini belum terlalu kenal dan faham tentang tetangga rumahnya, karena sibuk bekerja dan istirahat di rumah.
"Struk Non," jawab Bi Inah.
"Lain kali bilang sama saya ya Bi, saya cemas dan khawatir. Karna cuma Bi Inah yang saya miliki di rumah ini, Yaudah saya masuk kamar dulu." Reyna menaiki anak tangga dengan perlahan.
"Iya Non," jawab Bi Inah dan berlalu menuju dapur.
***
Malam ini Reyna terasa perutnya berbunyi, menandakan cacing-cacing yang ada di perutnya meminta hidangan untuk di makan.
Cukup lama Ia tertidur dari sore hingga menunjukan pukul 23.00 WIB. Membuatnya bangkit dari tempat tidurnya. Entahlah makanan apa yang ada di tengah malam seperti ini.
"Pasti Bi Inah sudah istirahat," gumam Reyna.
Seharusnya Reyna makan malam jam 8 malam. Karna berhubung Ia letih dan lelah, Ia pun tertidur tak sadar sudah tengah malam baru merasakan bunyi di perutnya karna keroncongan.
Reyna membuka kulkas, siapa tau ada sebuah makanan yang Bi Inah simpan.
Ternyata Bi Inah menaruh sebuah sup di panci dan beberapa lauk yang Ia simpan di tempat tertutup, lalu Reyna mengambilnya dan menghangatkan sup di panci ke kompor dan lauk lainnya di microwave.
Semua makanan yang di hangatkan Reyna telah Ia sajikan di meja makan. Melahap dengan nasi yang hangat di magic com.
Baru beberapa suap Ia makan terdengar suara yang aneh dari luar. Entah suara apa? Seperti burung!
"Kik..kik..Kik!"
Reyna meneguk segelas air putih di meja makan lalu menaruhnya kembali. berjalan perlahan menuju pintu luar. Tapi Ia tak membuka pintu hanya menyelipkan sedikit kepalanya di gorden jendela.
"Burung apa itu ya suaranya seperti pembawa pesan?" Gumam Reyna bertanya-tanya.
Entah burung apa namanya Reyna tak mengerti. Tapi orang-orang selalu mengatakan bahwa jika ada se ekor burung berkicau di malam hari pertanda ada yang akan meninggal. Apakah itu mitos? Atau memang benar adanya?
"Itu siapa?" batin Reyna penasaran menyaksikan sebuah bayangan hitam di balik pagar tetangga sebelahnya. Reyna penasaran dan juga takut. Tapi rasa ingin tahunya lebih besar dari pada rasa takutnya sekarang. Mungkin ada seseorang yang mampir ke rumah tetangga sebelahnya. Tapi mengapa selarut malam ini. Sendirian, mematung tanpa gerak.
Dengan rasa deg-degan jantung yang ingin rasanya copot. Reyna memberanikan diri, melangkah menuju pintu, menurunkan gagang pintu dan menarik lalu terbukalah pintu sedikit demi sedikit Ia tarik.
Ada kecemasan di benaknya Khawatir pun bergejolak di pikirannya saat ini. Takut sesuatu terjadi, tetapi sudah tanggung Ia keluar rumah mematung di muka pintu yang masih setengah Ia buka. Melirik ke kiri arah pagar tetangganya. Lalu ternganga melihat sosok itu hilang.
"Apa halusinasiku?" batinnya berkata lagi memastikan dengan mengucek kedua matanya.
"Apa itu?" tanyanya lagi dengan suara pelan. perlahan Reyna berjalan hingga ke teras. Melihat sebuah bayangan hitam terbang memasuki rumah tetangganya.
Reyna sekarang bingung, harus berbuat apa! Semilir angin membuat bulu kudu nya merinding. Apalagi dengan kicauan burung yang bergetar di kedua telinganya. Membayangkan hal yang membuatnya takut. Yang Ia lihat bukan manusia biasa, bisa saja itu makhluk yang kasat mata. Tapi mengapa selalu tepat di depan matanya Ia menyaksikan ketegangan ini.
Reyna masih mematung di teras rumah. Masih memandangi rumah tetangga sebelahnya. Ada sesuatu yang terjadi di rumah itu. Tapi apa?
Reyna menggigit bibir bawahnya. Lalu bergemetar, helaan nafasnya cepat. Jantungnya berdetak dengan ritmi yang cepat, seperti orang yang terkena serangan jantung.
Seketika,,,
"Non!"
Reyna membalikan arah ke belakang, ternyata Bi Inah yang memanggil di balik pintu.
"Sedang apa Non di sini?" tanya Bi Inah bingung.
Tak terasa bulir-bulir keringat di keningnya jatuh turun ke pipi. Padahal malam ini dingin, mengapa hawa yang Ia rasakan di lehernya begitu panas.
"Gak apa-apa Bi, hanya-" Reyna memberhentikan ucapkannya. Lalu melangkah masuk rumah sambil mengusap keningnya yang basah akibat keringat.
Bi Inah seperti orang linglung melihat tingkah Reyna, lalu menutup pintu dan berjalan di belakang Reyna.