"Alief!!! apa yang kamu lakukan?" tanya Fitriah dengan tatapan tak percaya melihat Alief jatuh terduduk di taman rumput sambil meringis kesakitan memegangi pergelangan tangannya.
"Aauuuhh!!!" ucap Alief mengaduh kesakitan sambil meniup pergelangan tangannya yang robek berdarah.
"Alief? apa kamu jatuh dari pohon?" tanya Fitriah sambil mengulurkan tangannya berniat membantu Alief janji kesulitan berdiri.
"Tidak perlu membantuku, aku tidak butuh ucapan basa-basi." ucap Alief dengan tatapan dingin.
"Alief, kenapa aku harus basa-basi? aku benar-benar ingin membantumu. Pergelangan tanganmu terluka, ayo...sini kemarikan tanganmu." ucap Fitriah sambil mengeluarkan saputangannya untuk membalut luka robek Alief.
Dengan bibir cemberut Alief mengulurkan tangannya.
"Dengan kamu membantuku, bukan berarti aku punya hutang budi padamu. Ingat itu! Aku tidak memintamu untuk menolongku kan?" ucap Alief dengan ketus.
"Ya Alief, kamu tenang saja. Aku ikhlas membantumu, karena aku menyukaimu gadis kecil, Kamu gadis cantik yang menggemaskan." ucap Fitriah sambil mencubit pipi Alief kemudian membalut luka Alief.
Segera Alief mengusap pipinya dengan kasar setelah mendapat cubitan Fitriah.
"Alief, apa yang kamu lakukan dengan naik ke atas pohon? apa kamu lapar?" tanya Fitriah mengamati wajah Alief yang sangat cantik.
"Aku lapar, tapi kata Om Fajar aku harus menunggu acaranya selesai. Bagaimana bisa seperti itu! Acaranya saja belum di mulai! terpaksa aku harus mencari makanan lain kan?" ucap Alief dengan pipi mengembung mengeluarkan buah jambu dari dalam kantong celananya.
Fitriah tersenyum, kemudian menggenggam tangan Alief dengan hangat.
"Ayo ikut denganku. Aku akan memberimu makan biar perutmu tidak lapar." ucap Fitriah dengan tatapan sayang seperti pada adiknya sendiri.
Alief hanya terdiam memikirkan ajakan Fitriah.
"Kamu tidak menjebakku kan?" tanya Alief dengan tatapan curiga.
"Tentu saja tidak, adik cantik. Aku hanya merasa kasihan kalau perut kamu kelaparan." ucap Fitriah sambil mengusap wajah cantik Alief.
"Fitriah!" panggil Yusuf yang baru saja keluar dari kamar.
"Aku di sini Akhun." sahut Fitriah sedikit berteriak.
Kening Yusuf mengkerut kemudian mendekati Fitriah dan Alief.
Kedua mata Alief tak berkedip saat melihat Yusuf.
"Wahhh!! Om sangat tampan sekali? lebih tampan dari Om Gibran dan Om Fajar." ucap Alief sambil mengusap tangannya kemudian mengeluarkan tangannya.
"Kenalkan Om, namaku Aulia Alief.... panggil saja Alief." ucap Alief tanpa memberi kesempatan Yusuf bicara.
Yusuf mengusap tengkuk lehernya sedikit terkejut dengan sikap Alief yang tomboi dan sangat berani. Namun tak urung juga, Yusuf menerima uluran tangan Alief.
"Nama kamu sangat indah Alief, namaku Yusuf Hanafi... panggil saja Om Yusuf. Kamu Alief muridnya Ustadz Fajar kan?" tanya Yusuf menahan senyum, karena baru kali ini dia di panggil Om oleh seorang gadis.
Alief menganggukkan kepalanya dengan cepat tanpa memalingkan wajahnya dari pandangannya ke Yusuf.
"Fitriah, ayo kita ke depan sekarang?" ucap Yusuf setelah berkenalan dengan Alief.
"Akhun ke depan sendiri saja ya? aku masih ada perlu dengan Alief. Alief kelaparan, aku mau mengajaknya ke dapur." ucap Fitriah dengan tatapan penuh.
Yusuf menatap penuh Fitriah dan Alief secara bergantian, kemudian tersenyum penuh arti.
"Kalian berdua, bertemanlah dengan baik. Kalau kalian berteman baik dan saling menyayangi, hidup kalian berdua akan bahagia dunia akhirat." ucap Yusuf sambil mengusap puncak kepala Fitriah dan Alief dengan tatapan sangat dalam.
"Mungkin kalian di pertemukan karena takdir, Aku tidak tahu, apakah ini takdir kalian berdua untuk memulai tahap awal sebelum kalian tinggal dalam satu atap bersama Ustadz Fajar." ucap Yusuf dalam hati merasakan sesuatu hal yang tidak biasanya, sesuatu hal yang tidak bisa dia percayai. Ustadz Fajar akan mempunyai dua orang istri? bagaimana bisa?
"Akhun? Akhun Yusuf melamunkan apa?" tanya Fitriah dengan kening mengkerut.
"Tidak ada Fit, cepatlah ajak Alief untuk makan. Aku akan ke depan sekarang." ucap Yusuf sedikit berkeringat setelah mendapat penglihatan yang tidak bisa dia percayai kalau seandainya hal itu benar-benar terjadi.
Fitriah menganggukkan kepalanya, kemudian beralih ke arah Alief yang masih terpaku menatap Yusuf.
"Alief, kamu jadi lapar tidak?" tanya Fitriah dengan tersenyum melihat Alief masih terpesona oleh ketampanan Yusuf.
"Ho oh...aku sangat lapar." ucap Alief dengan wajah nyengir sambil memegangi perutnya mengikuti Fitriah yang membawanya ke dapur.
Yusuf menghela nafas panjang menatap kepergian Fitriah dan Alief, kemudian berjalan ke arah depan Pondok Pesantren untuk menemui Gibran dan Fajar.
"Assalamualaikum Ustadz." sapa Yusuf saat melihat Gibran dan Fajar duduk di ruangan terbuka.
"Waalaikumsallam." sahut Gibran dan Fajar hampir bersamaan kemudian bangun dari duduknya dan memeluk Yusuf secara bergantian.
"Bagaimana kesehatan Ustadz? apa sudah lebih baik?" tanya Gibran setelah kembali duduk di tempatnya.
"Alhamdulillah sudah lebih baik, daripada semalam." ucap Yusuf dengan tersenyum seketika membayangkan wajah Inayah obat mujarabnya yang telah merawatnya tadi pagi.
"Alhamdulillah, semoga Ustadz sehat terus." ucap Fajar sambil memikirkan sesuatu.
"Apa yang Ustadz pikirkan?" tanya Yusuf pada Fajar saat melihat raut wajah Fajar yang terlihat serius.
"Aku hanya memikirkan Alief, entah di mana gadis kecil itu sekarang. Aku cemas Alief akan membuat masalah di sini." ucap Fajar merasa ada beban mental saat menghadapi Alief yang cukup brutal.
"Ustadz jangan cemas, Alief bersama Fitriah ada di dapur. Alief mengeluh lapar, jadi Fitriah membawanya ke sana." ucap Yusuf sambil melihat ke arah Gibran yang terlihat tegang juga.
"Alhamdulillah, paling tidak aku sedikit lega Alief bersama Fitriah. Hanya Fitriah yang bisa mengendalikan Alief dengan penuh kesabaran." ucap Fajar merasa lega Alief bisa berteman dengan Fitriah.
"Aku tidak tahu, ada apa dengan kalian berdua Ustadz. Sepertinya ada beban pikiran yang cukup menguras perasaan." ucap Yusuf dengan tersenyum.
"Bukankah Ustadz Yusuf saat ini juga begitu?" ucap Gibran sambil mengedipkan matanya.
Sontak wajah Yusuf memerah kemudian ketiganya tertawa merasa malu dengan apa yang terjadi pada mereka.
"Ustadz Gibran sangat benar sekali, mungkin saat ini ujian kita berempat untuk menjalani sebuah proses menuju takdir." ucap Yusuf sambil mengedarkan pandangannya ke arah halaman mencari keberadaan Inayah.
"Kalau Ustadz mencari Inayah, saat ini bersama Shafiyah dan Ustadz Ridwan di halaman samping masih mengecek hidangan untuk para tamu nanti." ucap Gibran tersenyum penuh arti.
"Jadi Ustadz berdua sudah tahu tentang Inayah dan Shafiyah? apa Ustadz sudah berkenalan dengan mereka berdua?" tanya Yusuf dengan wajah sedikit memerah.
"Mendengar ceritanya sudah dari Ustadz Ridwan. Tapi untuk berkenalan masih belum, Inayah dan Shafiyah kelihatannya sibuk dari pagi." ucap Gibran sambil mengetuk meja seiring pikirannya yang tertuju pada Kiya wanita yang di tolongnya.
"Apa Ustadz sedang memikirkan wanita itu? siapa namanya?" tanya Yusuf merasa penasaran saat Fitriah menceritakan tentang wanita yang datang bersama Gibran.
"Alief bilang nama wanita itu Kiya, dia tidak keluar kamar sejak semalam. Entahlah aku merasa ada kesedihan yang sangat dalam pada wanita itu." ucap Gibran seraya menghela nafas panjang.
"Hem... Hem... aku rasa tiga saudaraku telah melupakan aku." ucap Ridwan yang tiba-tiba datang bersama Shafiyah dan Inayah.